Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Intip Dongeng "Gigiku Sayang" di Sekolah Cerdas Gemilang

3 Februari 2019   21:36 Diperbarui: 3 Februari 2019   21:47 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nova Agnesha (kiri) dan Isadi Dwiansyah (kanan) ketika sedang mendongeng-foto: Irvan Sjafari

Dari perbincangan kami terungkap ada masalah lain yang menyangkut anak pada masa sekarang, yaitu  dampak dari gawai (gadget),  yang  belum ada ketika saya  berkunjung ke  KAIT pada 2012. Bisa jadi gawai membuat anak abai, termasuk untuk menyikat gigi.

"Harusnya pemakaian gadget ada aturan waktu," tutup Karina.    

 Saya juga berbincang  dengan Melati Djunaedi, pendiri Yayasan Alang-alang mencari tahu bagaimana perkembangan LSM ini.  Dia menuturkan bahwa konsep pendidikan belajar sambil bermain (juga sistem kesehatan)  ini selain ada di Ciawi, juga ada di Karawang, Cigombong, serta dua di Jakarta,  serta  satu untuk kalangan menengah atas, Kirkas dan Tahti  yang juga menggunakan konsep yang sama. Yang  di   Ciawi sudah diikuti oleh anak-anak  dari desa  tetangga danbukan hanya Desa Bendungan.

Sekolah Cerdas Gemilang ini menawarkan PAUD hingga SD, menekankan pendidikan dan kesehatan terpadu , motorik hingga ahlak (contohnya, berbuat baik untuk sesama). Jenjang  pendidikannya PUD  Bermain (3-4 tahun), PAUD Belajar (5-6 tahun) hingga Sekolah  Dasar (7-12 tahun)

"Kami  juga pernah mendapatkan kunjungan beberapa pendidik dari Finlandia yang ternyata menjalankan konsep yang sama dengan kami. Rupanya mereka mengetahui keberadaan kami. Mereka bilang yang kami lakukan bukan (hanya) pendidikan tetapi pedagogig memasukan  unsur mental dan pembentukan karakter, " ujar Melati.

Hanya saja di Finlandia para  pendidik direkrut dari S-3, sementara di Yayasan Alang-alang pendidik utama berlatar belakang S-1.  Untuk itu Yayasan memberikan beasiswa pada sejumlah staf untuk meningkatkan  kualitasnya  mengikuti pendidikan guru, manajemen hingga  komunikasi.   

Melati Djunaedi (kiri) dan Karina Maharani (kanan) di depan gedung KAIT-Foto: Irvan Sjafari
Melati Djunaedi (kiri) dan Karina Maharani (kanan) di depan gedung KAIT-Foto: Irvan Sjafari
Setiap anak itu unik, tidak ada yang bodoh, tidak ada anak yang nakal, tidak ada anak yang  malas menjadi  pegangan teman-teman dari Yayasan Alang-alang.  Anak-anak diberi kebebasan belajar  dengan minat, gaya dan belajar masing-masing  dengan cara interaktif.  

Seperti halnya filosofinya, seperti alang-alang terus merambah.  Alang-alang sudah merambah di hati  saya.

Irvan Sjafari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun