Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Westerling, APRA, dan Aksi Reaksioner Desertir Militer Belanda

23 Januari 2019   06:00 Diperbarui: 24 Januari 2019   11:07 1375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Korban aksi APRA 23 januari 1949-foto: repro Kementerian Penerangan Jawa Barat, 1953-oleh Irvan Sjafari

Keterlibatan Perwira-perwira Belanda dalam Kekacauan

Sebetulnya niat jahat dari Raymond "Turk" Westerling sudah bisa diindetifikasikan beberapa minggu sebelum pembantaian 23 Januari 1950 tersebut. Sejak 1949, Westerling lebih mirip seorang petualang setelah diberhentikan dari dinas militer. Pada akhir tahun itu ia memproklamirkan dirinya sebagai Ratu Adil , dalam mitologi Jawa dan Sunda tokoh yang turun dari langit untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur.

Persatuan Termasuk Harian Padjadjaran edisi 10 Januari 1950 memberitakan pasukan yang menamakan dirinya Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) dipimpinan bekas Kapten Raymon Westerling menuntut agar hanya pasukan APRA yang menjadi pasukan resmi di Negara Pasundan. 

Dalam surat kepada Pemerintah Negara Pasundan dan RIS, Westerling menyatakan menyetujui hasil Konferensi Meja Bundar juga menyetujui penyerahan kedaulatan pada RIS, tetapi tidak menyetujui pembubaran negara Pasundan yang katanya tidak sesuai dengan kehendak rakyat. 

Persatuan edisi 12 Januari 1950 juga memuat wawancara Westerling dengan wartawan H Van Maurik dari Katholieke Gewestelijke Pres di negeri Belanda, bahwa ia adalah pimpinan RAPI (Ratu Adil Persatuan Indonesia) yang mempunyai APRA. Westerling mengklaim 24 organisasi perjuangan Indonesia ada di bawah pengaruhnya. Bahkan banyak dari kesatuan Darul Islam mengadakan hubungan dengan dirinya.

Para peninjau asing yang berada di Jakarta mengecam ultimatum yang dilakukan Westerling. Mereka menilai seorang warganegara asing begitu berani melakukan ultimatum terhadap negara yang berdaulat. Persatuan 16 Januari 1950 menyebut, para peninjau asing juga menyebut seorang pejabat Negara Pasundan berani mengadakan hubungan dengan Westerling walau secara tidak resmi.

Para peninjau asing mengusulkan agar warga negara asing yang melakukan tindakan seperti itu harusnya diusir. Komisaris Tinggi Belanda dr Hirsenfield juga mencela tindakan Westerling dan konco-konconya. Dia juga melarang anggota tentara Belanda berhubungan dengan Westerling.

Persatuan edisi 20 Januari 1950 menyebutkan, Westerling tampaknya terinspirasi pada aksi yang dilakukan Perwira Inggris Lawrence of Arabia pada masa Perang Dunia ke I sebagai pahlawan menghasut negara-negara Arab memberontak melawan Turki. Pada masa itu Turki beraliansi dengan Jerman melawan Inggris. Namun sebetulnya niat Lawrence bukan demi kepentingan negara Arab tetapi untuk kepentingan ekonomi negara-negara Barat.

Westerling sendiri memang lahir di Turki, peranakan ibu berkebangsaan Turki dan ayah berkebangsaan Belanda pada 1919. Westerling memasuki dinas militer pada 1941 di Kanada. Pada 1946 dia memimpin pasukan khusus di Sulawesi Selatan dan menjadi dalang pembantaian 40 ribu jiwa. Harian "De Waarheid" di Belanda menurunkan berita bulan Juli tahun 1947, isinya tentang kekejaman Westerling yang dinilai sama dengan kekejaman pasukan Jerman di PD II.

Bukan hanya di Sulawesi Selatan Westerling juga melakukan pembunuhan terhadap penduduk Jawa Barat di Tasikmalaya dan Ciamis pada 1948. Westerling kemudian diberhentikan dari dinas militer Belanda.

Persatuan edisi 20 Januari 1950 kembali menyebutkan Westerling menjalin hubungan dengan Darul Islam Kartosuwiryo. Hal ini dibantah Jusuf Wibisono, seorang politisi Masyumi bahwa DI Westerling berbeda dengan DI asli.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun