Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bandung 1962, Mahasiswa Repot Nasi, Rakyat Repot Mudik

25 September 2018   12:57 Diperbarui: 25 September 2018   13:34 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada pertengahan Januari 1962 Presiden Universitas Padjadjaran Prof Suria Sumantri mengumumkan. hasil angket pada 1960 dan 1961 mengungkapkan semakin bertambah jumlah mahasiswa Unpad yang pergi kuliah tanpa sarapan dulu.

"Hal ini bukan kebiasaan, melainkan karena di rumah masing tidak tersedia makanan untuk sarapan," ujar Suria seperti yang dirilis  Antara, 17 Januari 1962.  Menurut dia kondisi kesejaterahan mahasiswa ini  mendapat perhatian dari pucuk pimpinan Universitas Padjadjaran, menandakan bertambah beratnya hidup yang terasa di semua kalangan.

Suria Sumantri juga menjelaskan kondisi makanan di kafetaria kampus Unpad. Semula di kafetaria ini sebagai makanan utama disediakan nasi,  yang biasa dibeli oleh para mahasiswa dan buruh-buruh di Unpad dengan harga Rp10 per porsi.

Pada Januari 1962 harga Rp10 itu sudah dirasakan berat oleh kebanyakan buruh dan mahasiswa sehinga mereka meminta harga yang lebih murah.  Dalam hal ini disebutnya sebagai bubur nasi. Pihak Jawatan Kesehatan yang diwakili seorang ahli makanan yang ditempatkan di Unpad mengatakan bubur nasi itu tidak besar isinya.

Kini di kafetaria Unpad dijual bubur nasi dengan harga Rp3 per porsi. Harga ini untuk meringankan beban hidup mahasiswa dan buruh di Unpad.

Untuk itu Prof Suria Sumantri mengatakan, Unpad merencanakan satu dapur umum untuk mahasiswa dan buruh-buruh Unpad. Tetapi keadaan sekarang menunjukkan kafetaria menyediakan hidangan makanan yang rendah nilainya.  Unpad tidak lagi mendapatkan pembagian beras dari pemerintah.

"Sesungguhnya dengan harga Rp10 untuk nasi rames dan Rp3 untuk bubur nasi pihak Unpad sudah menderita rugi.  Kerugian itu terus bertambah besar, karena harga bahan makanan juga bertambah tinggi.  Harga di kafetaria akan dipertahankan sedapat mungkin.  Beras yang digunakan di kafetaria dibeli di luar dengan harga yang tinggi," papar Suria Sumantri.

Suria juga mengungkapkan, mahasiswa yang tinggal di indekos lebih berat hidupnya. Untuk biaya kos, pada 1960 seorang mahasiswa mengeluarkan biaya Rp300 hingga Rp600. Untuk 1962 biayanya sudah meningkat dua kali lipat.

Meskipun begitu kegiatan mahasiswa di Universitas Padjadjaran yang bersifat fun dan kreatif tetap berjalan. Pada 24 Januari 1962 Senat Mahasiswa FKIP Unpad mengadakan acara "Kemalam Kroeg" (mungkin semacam malam keakraban)  di Pabrik Kina, Jalan Cicendo Bandung.  Acara itu ditujukan kepada segenap mahasiswa di Fakultas itu pada tahun ajaran 1961/1962.

Pada 18 januari 1962 Unpad menggelar pemutaran film di Bioskop Parahjangan untuk kalangan internal. Film yang diputar "Kunjungan Presiden Indonesia ke UUSR",  "Perjalanan ke Ruang  Angkasa", pada pukul 11 siang.

Seakan tidak mau kalah dalam soal luar angkasa, pada 25 Februari 1962 giliran Liga Film Mahasiswa ITB juga menggelar pemutar film bekerja sama dengan Dinas Penerangan AS (USIS), yaitu "Survey of Austronouts" , "Exploring by Satelite", serta "Three Years in Space".  

Industri Tekstil Porak Poranda

Hasil Sensus Rumah Tangga pada Maret 1961 yang dirilis Pikiran Rakjat 13 Februari 1962 menunjukan Bandung praktis menjadi kota industri kedua di Indonesia menurut jumlah perusahaan dan nomor tiga menurut jumlah tenaga kerja.

Perusahaan yang bergerak di bidang makanan 1317 buah yang diketahui (terdaftar) dan 299 yang tidak diketahui (belum terdaftar di instansi).  Sementara yang bergerak di pakaian jadi berjumlah 1223 terdaftar dan 295 tidak diketahui, tekstil 291 yang diketahui dan 36 yang tidak diketahui.  Pada waktu itu tekstil dan pakaian jadi dipisah.  Kalau dijumlah maka bidang kuliner dan garmen (fashion) merupakan dua bidang industri terbesar di Kota Bandung (bahkan hingga sekarang).

Bidang yang menonjol lainnya ialah pengangkutan sebanyak 665 yang diketahui dan 173 yang tidak diketahui, diikuti mebel dan alat rumah tangga sebanyak 335 yang diketahui dan 70 yang tidak diketahui. Bidang lain berkisar antara 8- hingga 200-an.  Total industri yang ada di Kota Bandung berkisar 5-6 ribu baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui dengan jumlah tenaga kerja total 41 ribuan. 

Jumlah itu dibandingkan populasi Kota Bandung sekitar itu antara 700 ribu hingga 800 ribu jiwa, sekalipun kota industri kedua masih kecil menampung tenaga kerja.  Tetapi sebetulnya ironis adalah sekalipun industri tekstil dan pakaian jadi menonjol, tetapi justru mengalami kesulitan besar karena ketiadaan bahan baku, seperti benang.  Pengusaha tenun dan konveksi macet karena ketiadaan benang.

 Pada Januari 1962, Wakil Ketua Operasi Konveksi DT I Jawa Barat Agus Kemal mengatakan, benang untuk keperluan  usaha-usaha konveksi tidak akan sulit apabila pengusaha memiliki benang yang panjangnya 10 ribu yards. 

"Benang kelosan EZ Rp6 per kelos, tetapi di luar mencapai Rp20 tiap kelos dan sulit didapat,"  ujar dia kepada media waktu itu. Kesulitan mendapatkan bahan baku benang masih ditambah dengan kebutuhan akan mesin dan suku cadang (spare parts).

Persoalan tekstil menjadi pelik  Hari Raya Idul Fitri akan tiba.  Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Bandung  misalnya, menyatakan diperlukan 4,5 juta meter kain untuk kebutuhan 1,5 juta penduduknya dan 600 ribu kain sarung.  Untuk pembuatan kain dibutuhkan 7.500 bal benang.

Dunia Hiburan  Masih Gemerlap dan Lebaran Prihatin 

Mereka yang berpunya masih menikmati hiburan yang disajikan di hotel-hotel.  Pertunjukan musik di Grand Hotel Lembang setiap akhir pekan jalan terus.  Pada 13 Januari ada Edy Karamoy yang disebut "gitaris tengil" dan Minggunya 14 Januari 1962 ada band berirama latin.

Pada hari yang sama, Grand Hotel Preanger menggelar pertunjukan Cubana Ria dan Band Gita Remaja keesokan harinya. Minggu depannya, hotel ini mengadakan pertunjukan musik  Gempita Lima.  Semua pertunjukan diadakan pukul 20.00 hingga tengah malam.

Gemerlap akhir pekan terus berlangsung hingga menjelang hari raya.  Band Bineka Ria tampil di Grand Hotel Lembang pada 10 Februari 1962 dan keeesokan harinya Band Nada Musica.

Pertunjukan bioskop di kota Bandung masih ramai. Sebuah film yang dibintangi idola anak muda masa itu Elvis Presley berjudul "G.I Blues" dipertunjukkan di Nusantara, Parahjangan, Fajar dan Nirmala akhir Januari dan awal Februari 1962.

Di luar Bandung, keadaannya lain lagi.  Awal Maret 1962, Ketua GPS Bioskop Jabar R Gunawan  mengeluhkan, terus naiknya biaya operasional dihadapi pengusaha bioskop Merdeka, Santosa, Garuda, Kujang, Santosa di Tasikmalaya dan kota lain seperti Cirebon, Purwakarta, Cianjur, serta Garut.  

Hiburan lain yang berlangsung ialah pertunjukan wayang golek yang digelar di Taman Lalu Lintas Kota Bandung sepanjang Januari hingga Februari 1962 dengan dalang dan sinden berganti. Pada Januari misalnya tampil dalang Usep Kurnia Adi dan sinsen Omah Karnasih, serta Februari 1962 tampil dalang Ipik Saradi dan sinden Taty Setyawati.

Hiburan lain yang datang ke Bandung ialah kunjungan tamu negara dari jepang Pangeran Akihito dan permaisurinya Michiko awal februari 1962 didampingi Bung Karno. Seperti halnya tamu negara lain warga Bandung berjejer di jalan-jalan utama yang dilalui, seperti Jalan Asia Afrika, Oto Iskandar Di Nata, Cicendo, Padjadjaran.

Nyanyian koor yang disebut surat kabar sebagai "Melati dan Sakura" serta tarian Serampang 12 digambarkan meriah di Bandung walau tamu negara hanya beberapa jam sebelum bertolak ke Bali.   

Idul Fitri 1381 H jatuh pada 8 Maret 1962  memberikan masalah soal ekonomi lainnya. Harga Pangan melambung tinggi dan itu pun dalam berapa komoditas kerap langka didapat.  

Pemerintah Kota Bandung memberikan persekot kepada pegawainnya dengan besaran berbeda. Pegawai Golongan  mendapat Rp300, Golongan B Rp400, Golongan C Rp500, Golongan D Rp600, Golongan E Rp750 dan Golongan F Rp1000. 

Hanya saja untuk pekerja harian hanya bisa diberikan persekot  sebesar 10 x upah harian termasuk tunjangan sosial dengan minimum Rp200. 

Tekanan luar biasa terjadi menjelang hari raya, ketika warga Bandung yang ingin mudik dihadapi masalah tidak adanya tambahan kereta ekstra, tingginya tariff angkutan oplet berkisar Rp150 hingga Rp200.  Jelas tidak terjangkau bagi sebagian besar warga yang ingin mudik ke Cirebon, Semarang, Cianjur, Sukabumi. 

Bahkan tidak ada tambahan angkutan kereta api karena mahalnya bahan bakar. Mau tidak mau para penumpang yang uangnya pas-pasan yang terkuras uangnya karena harga kebutuhan yang melambung tinggi, lebih memilih naik bus.  Masalah pemberangkatan di terminal bus dekat Stasiun Bandung  penuh sesak manusia yang harus antri sejak pukul 5.30.  Hingga ada yang antri hinggalima jam. Asal terangkut saja.   

Polisi lalu lintas tentu bertugas lebih ekstra.  Pikiran Rakjat edisi 6 Maret 1962 menyebut, kondisi ini sebetulnya sudah tiga tahun terakhir.   

"Lebaran 1381 H diliputi akan keprihatinan.  Kita sedang sempurnakan tujuan revolusi. Kepahitan sekarang bersifat sementara," ujar Wakil Ketia DPRD GR Jawa Barat Kosasih dalam sambutannya menjelang hari raya di Pikiran Rakjat, 7 Maret 1962.  

Warga pendatang untuk pertama kali merasakan repotnya mudik dan dalam keadaan prihatin.

Irvan Sjafari

 

Sumber Primer:

Antara  17 Januari 1962

Pikiran Rakjat, 12 Januari 1962, 13 Januari 1962, 19 Januari 1962, 23 Januari 1962, 13 Februari 1962,24 Februari 1962, 25 Februari 1962,  3 Maret 1962,  6 Maret 1962,  7 Maret 1962

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun