Karena sempitnya waktu kami tidak sempat berpamitan. Semoga  semua familie, handai taulan, sudi memaafkan. Selamat tinggal dan sampai jumpa lagi. Demikian kalimat 'farewell' di dalam iklan Pikiran Rakyat, 2 Januari 1961  dari yang ditulis penyanyi Ebet Kadarusman ketika ia dan keluarganya berangkat ke Melbourne Australia pada 28 Desember 1960 dengan penerbangan BOAC (British Overseas Airways Coorporation).
Bagi warga Bandung penyanyi kelahiran Tasikmalaya 7 Juli 1936 ini populer, sejak ia mememangkan Lomba Bintang Radio se-Jawa Barat pada 1955. Â Iklan perpisahan itu merupakan tanda awal karir gemilang Ebet sebagai penyiar radio. Sejak 1960 Â ia menggelar acara radio berbahasa Indonesia "Morning Show-Kang Ebet" di Radio Australian Siaran Bahasa Indonesia. Â
Ebet salah seorang warga Bandung yang mengawali 'go international' di dunia hiburan. Sekaligus membuktikan betapa kota ini merupakan habitat yang baik untuk melahirkan artis hiburan. Musikolog Asia Tenggara dari Universitas Monash, Australia  Margaret Kartomi dari  menyinggung kiprah Ebet dalam sebuah essay yang dikumpulkan Susan Blackburn dalam  sebuah bukunya.
Dalam esaynya dia menulis beberapa seniman dari Asia Tenggara yang mengajaknya bekerjasama. Pada1957, Kamahl, seorang penyanyi Malaysia (dari film televisi Australia yang kemudian) yang belajar dengan saya di Universitas Adelaide meminta dia menemani pertunjukkan lagu Melayu.Â
Sementara Ebet Kadarusman yang disebutnya sebagai radiografi Inggris memintanya  menemani pertunjukan lagu Melayu dan Indonesia folk and classical (lagu seriosa) di berbagai acara pada banyak acara (Blackburn, 2012), Referensi lain  yang menyinggung Ebet ialah autobiografi yang ditulis oleh Kris Biantoro  yang menyebutnya bahwa seniman Bandung ini dengan cepat menyebut Ebet sebagai maskot orang Indonesia di Melbourne (Biantoro, 2006;145).Â
Dunia hiburan di Kota Bandung tetap gemerlap di tengah suhu politik yang makin menghangat dan situasi ekonomi yang tidak bagus. Â Acara-acara musik tetap digelar, walau berapa komoditi penting melambung harganya bahkan menghilang.
Pada 4 Februari 1961 I.T.A.P menggelar malam pesta musik di Gedung Bioskop Nusantara. Â Acara yang dimulai pada pukul 20.00 menghadirkan Band Sangkar Nada, Band Remadja, Band Gita Ria Combo dan Band Taruna Nada.
 Pada 12 Februari 1961  di bioskop yang sama juga diselenggarakan Malam Gembira Ria menghadirkan Bing Slamet, Mang Topo, Sam Saimun dan Bagyo.  Dalam acara itu juga tampil Eddy Caramoy, Band Nada Kentjana pimpinan Mohammad Jasin dan Band Aneka Nada.  Dalam acara itu juga tampil bintang radio Bandung dan Jakarta, seperti Nina Kirana, Theresa Zen, Kusniaty, Niniek Koesomo, serta Benny Cordha.
Harga tiket untuk menonton kedua acara ini terbilang tinggi untuk ukuran masa itu. Karcis kelas III Rp50 yang paling termurah melebihi lima kali lipat harga beras per kilogram yang berkualitas. Karcis kelas II Rp75 dan tertinggi Rp100.
Pertunjukkan musik masih berlangsung di Taman Lalu Lintas-pada masa itu ada kolam renang-pada 15 Januari 1961 menyajikan Orkes Melayu Gema Nirmala dan pertunjukkan Reog. Pertunjukkan hiburan juga digelar di Bumi Sangkuriang, Cieumbeleuit berupa musik dan dansa dengan band The bulue Ribbon. Pada ahir pekan 28 Februari 1961 diputar film seperti The Big Beat yang dbintangi Pat Domine.
De Carrels yang kerap mengisi pertunjukkan piano di Hotel Grand Lembang membuka sekolah musik di Jalan Balak Singa nomor 17 Bandung. Â Â