Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Ayat-ayat Cinta 2 dan Paradigma Baru Film Religi

8 Januari 2018   14:06 Diperbarui: 8 Januari 2018   14:16 2030
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adegan falam Film Ayat-ayat Cinta 2 (kredit Foto: id.bookmyshow.com)

"Mengapa kita membantu orang Yahudi, Hoca (guru)?" sengit Hulusi.

"Membantu tetangga itu suruhan Rasullullah. Yang kita musuhi itu Zionis bukan Yahudi," ujar Fahri.

Dialog antara Fahri (Fedi Nuril) dengan asistennya Hulusi (Pandji Pragiwaksono) dan Misbah (Arie Untung) merupakan pesan yang penting dan merupakan "ideologi" yang ingin disampaikan film  Ayat-ayat Cinta 2 yang diangkat dari novel karya Habiburrahman El Shirazy yang karib dipanggil Kang Abik. 

Hulusi menggugat sikap Fahri yang mau membela Catarina (Dewi Irawan), tetangganya yang orang Yahudi dari kezholiman anak angkatnya, Baruch yang disebagai mantan tentara Israel. Dia dipecat karena melakukan tindakan asusila.   

Bukan itu saja Fahri mau saja bersikap legowo dan sabar terhadap perilaku tetangganya yang lain Keira (Chelsea Islan) dan adiknya Jason yangmemusuhinya. Keira mencoret mobilnya dan Jason mencuri di mini market miliknya. 

Dua bersaudara yang diasuh ibunya yang menjadi single parent, karena ayahnya mati akibat bom London oleh Al Qaeda. Trauma ini menyebabkan kedua menjadi Islamphobi.

Fahri juga diam-diam membantu Keira mewujudkan mimpinya menjadi pemain biola dengan mendatangkan guru privat. Berkat pengajaran guru itu dan kerja kerasnya Keira menjadi pemain biola terkenal. Dalam wawancaranya dengan televisi dia bersumpah kalau malaikat penolongnya itu perempuan akan dijadikan saudara dan kalau laki-laki, berapa pun usianya akan jadi suaminya. Bukan main.      

Jadilah Fahri orang yang "super baik" seperti dalam Ayat-ayat Cinta 1 yang mau saja memaafkan perempuan yang memfitnahnya memperkosa dirinya ketika masih kuliah di Mesir. Ketika naik kereta api dia menolong perempuan Amerika yang tidak diberi tempat duduk di kereta.

Dalam sekuel kedua ini Fahri menjadi Profesor ahli Filologi di Universitas Edinburgh Skotlandia.  Sang Isteri Aisyah hilang ketika menjadi relevan di jalur Gaza.  Dalam opening scene Aisyah ikut menghindar bersama warga Gaza dari  serangan udara Israel. Dia sempat berkomunikasi lewat ponsel dengan suaminya. Bom meledak, Aisyah terjatuh.

Dalam kedukaannya Fahri kembali menjadi favorit para perempuan. Tiba-tiba muncul Hulya (Tatjana Saphira) yang menginterupsi dalam kuliahnya menjelaskan Islam memuliakan perempuan, seperti Khadijah Isteri Rasul yang pengusaha, hingga ahli bedah perempuan di Maroko.

Hulya masih sepupu Aisyah dan hendak kuliah post graduaded di Endinburg. Rupanya keluarga Aisyah ingin menjodohkannya.

Kemudian muncul Sabina (Dewi Sandra) perempuan bercadar  yang ditolong Fahri ketika dituduh mengemis. Sabina kemudian dijadikan asisten rumah tangganya.  Dia juga perteman dengan Brenda (Nur Fazura), seorang pengacara asal Malaysia.

Sampai duapertiga cerita tampaknya Ayat-ayat Cinta 2 bakal sebangun dengan Ayat-ayat Cinta 1 Fahri akan kembali berpoligami seperti Aisyah dan Maria.  Ada Hulya yang jadi Aisyah baru, ada Keira yang bisa jadi Maria dan Sabina mungkin Noura dalam bentuk lebih baik.

Bagi saya setelah dua pertiga film disuguhi betapa mulianya seorang Fahri, kebaikannya begitu sempurna-seperti kebanyakan film religi dan sinetron Indonesia.Kalau terus berlangsung sampai akhir film, maka  Ayat-ayat Cinta 2 akan menjadi film yang menjadi pameran tokoh yang utopis.

Untung pada sepertiga terakhir film ini memberikan kejuatan yang tak terduga melalui sebuah kejadian yang tragis.  Kejadian itu mengungkapkan ada tokoh yang berkorban demi orang yang dicintainya.  Bagian ini membantah prediksi awal  saya di atas.  Walaupun ada tanda tanya kecil, bisa-bisanya tragedi itu terjadi.

Kelemahan film ini terletak pada karakter Fahri yang sulit ditemukan di kehidupan nyata, begitu utopis. Tokoh Fahri mengingatkan pada tokoh film (laki-laki) yang diangkat dari karya Kang Abik lainnya, Ketika Cinta Bertasbih yang tak kalah sempurnanya.  Mungkin Kang Abik ingin memberikan gambaran contoh laki-laki muslim yang baik.

Tentunya juga sejumlah lubang dalam plot cerita, misalnya begitu bodohnya para intelektual di Edinburgh terprovokasi bahwa setiap muslim itu teroris. Ah, masa mereka menerima Fahri mengajar tanpa melakukan penyelidikan?  Bukankah yang lebih dicurigai dan diberi stigma sebetulnya muslim yang berasal dari Timur Tengah dan bukan dari Asia Tenggara?

Kritik saya yang lain ialah mengapa dialog yang seharusnya Bahasa Inggris dilepas saja dalam Bahasa Inggris seperti dalam Bulan Terbelah di Langit Amerika yang nyaris seperti film Hollywood? Mungkin ingin lebih bersahabat dengan penonton?

Baiklah kalau tujuannya seperti itu.

Kelemahan lain pada departemen kasting, Fedi Nuril nyaris serupa ketika dia bermain dalam Surga yang Tak Dirindukan. Bukan akting yang terbaik dia, sekalipun tidak buruk juga.

Kelebihannya sinematografinya bagus. Guntur Soeharjanto yang sudah berpengalaman menyuguhkan panorama Eropa dalam 99 Cahaya di Langit Eropa menyajikan hal yang sama dalam Ayat-ayat Cinta 2, panorama kota di Skotlandia dan Inggris yang begitu apik.

Dari segi kasting Chelsea Islan dan belakangan Dewi Sandra tampil mengesankan. Dari sejumlah sumber Chelsea berupaya keras berlatih memainkan biola, namun emosinya sebagai bule yang Islamphobia dapat. Begitu juga pemeran  Jason.  Salut juga dengan pemain senior Dewi Irawan dan Dian Nitami yang tidak tampak Indonesianya.    

Ayat-ayat Cinta 2, dalam satu hal sebangun dengan 99 Cahaya di Langit Eropa dan Bulan Terbelah di Langit Amerika (masing-masing punya sekuelnya).  Dua yang terakhir diangkat dari novel karya Hanum Salsabila Rais.

Menguji Thesis Huntington dalam Film Religi Indonesia  

Film-film ini seperti menguji thesis pakar ilmu politik Samuel Huttington tentang benturan peradaban (terutama Barat dan Islam)  yang disinggung dalam debat terbuka Fahri di Edinburgh.  Bagaimana kegalauan muslim yang tinggal di dunia Barat terhadap Islamphobia, isu terorisme dan mereka harus membuktikan bahwa Islam itu Rahmatan lil' alamin.  Hal yang sama juga ditunjukkan oleh My Name is Khan karya Sharul Khan.

Dalam karya anyar Kang Abik dan Hanum sikap humanis yang diunjukkan para tokoh-tokohnya adalah bantahan terhadap tudingan itu. Para tokohnya menunjukkan sikap toleran dan plural. Hulusi adalah mantan preman Turki yang dibantu oleh Fahri hingga jadi asistennya, Catarina tetangga Yahudi, hingga kakak beradik Keira dan Jason merupakan simbol plural.

 Pernyataan Fahri bahwa Pancasila itu ada dalam diri manusia Indonesia dan kebhinekaan itu ada di mana-mana tergambar baik.   

Fahri  seperti pasangan Rangga-Hanum merupakan orang Indonesia yang terdidik dan mampu beradaptasi dengan kehidupan Barat tanpa meninggalkan nilai-nilai Islamnya.  Rangga dan Hanum tidak menghakimi rekannya yang mabuk bahkan orang berbuat zhalim pada mereka seperti halnya Fahri. 

Sikap Hanum yang memberikan masakan Indonesia pada tetangga bule yang memusuhinya sama dengan cara Fahri mengantar Nenek Catrina ke Sinagog (tempat ibadah orang Yahudi). Walau di sana dia diperlakukan kasar oleh jemaah Yahudi.

Hal-hal seperti paradigma baru dalam beberapa film religi Indonesia kontemporer.  Tokoh muslim laki-laki tidak lagi harus berbaju kokoh atau gamis tetapi berpakaian ala Barat seperti tokoh Fahri mengenakan jas dan dasi,  maupun pakaian kasual.

Tokoh perempuan tetap berhijab (dan ada yang bercadar) karena perintah agama.  Tetapi Bulan Terbelah di Langit Amerika dan 99 Cahaya di Langit Eropa para muslimah mengenakan hijab modis.  

Para tokoh perempuan digambarkan lebih mandiri, diberikan kesempatan yang sama dalam pendidikan, berekspresi, walau pun laki-laki menjadi imam.

Dalam beberapa film yang diangkat dari karya Asma Nadia hal yang sebangun juga terjadi. Para tokoh-tokohnya memahami kehidupan zaman global dan para tokoh perempuannya mengenyam pendidikan yang sama dengan pria dan mendapat kebebasan berekspresi atau berkarir. 

Surga yang Tak Dirindukan 2 menggambarkan hal sebangun  dengan Ayat-ayat Cinta 2 dan film-filmnya Hanum. Begitu juga Assalamulaikum Beijing.  Muslim Indonesia terdidik yang berkarir di luar negeri pada bidang yang disukainya.

Film-film ini gambaran bahwa sudah tumbuh kelas menengah muslim santri milenial yang berbeda dari generasi sebelumnya.  Pandangan politik mereka lebih beragam dan lebih terbuka.   

Irvan Sjafari

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun