Menurut organisasi ekstra ini perploncoan menyimpang dari tujuan semula, yakni mengenal kehidupan almamater. Perploncoan memperkosa kebebasan mahasiswa dalam menuntut ilmu.
Dewan Mahasiswa Unpad menanggapi protes itu dengan balik menuding bahwa 8 dari 14 Â organisasi ekstra itu juga menggunakan cara perploncoan untuk menerima anggota baru. Masa perkenalan Unpad dimaksudkan untuk memupuk jiwa korps untuk kepentingan studi. Â Seperti seorang "Kost-jongen" yang harus menyesuaikan diri dengan tata cara hidup rumah tangga itu.
Pernyataan organisasi ekstra itu cukup menjadi tanda tanya karena kontradiksi dengan aksi mereka sebelumnya. Akhir Agustus 1960 Delegasi mahasiswa Ekstra Universitas di Kota Bandung bersama petugas Kodam menemui Ketua DPRD Kota Bandung Teddy Kardiman. Mereka memprotes larangan terhadap perploncoan bukan saja di kampus, tetapi juga untuk organisasi ekstra mahasiswa.Â
Teddy Kardiman tokoh muda PKI yang namanya mencuat setelah kiprahnya di Ikatan Pelajar Pemuda Indonesia membuat perpecahan organisasi itu. Â Â
Para mahasiswa menuding politisi mencampuri urusan internal mahasiswa. Perploncoan yang dilakukan di kalangan internal organisasi ekstra kurikuler dianggap sudah terlalu jauh. Â Pada 1960 pelarangan perploncoan di Kotapraja Bandung tampaknya merupakan agenda dari PPPK dan tepatnya oleh Pemerintah Soekarno dengan dalih tidak cocok dengan kepribadian Indonesia.
Teddy Kadirman menyebut dia tidak bermaksud mencampuri urusan internal mahasiswa, tetapi diharapkan agar USDEK dan Manipol menjadi ladasan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur. "Hendaknya mahasiswa memberikan teladan dan adil," ujar Teddy Kadirman.
Melihat begitu gencarnya aksi organisasi ekstrakurikuler Dewan Mahasiswa Unpad menyatkan organsiasi mahasiswa Indonesia harus disederhanakan. Dualisme ekstra dan intra universitas tidak menjamin terciptanya keutuhan potensi mahasiswa.
Polemik perploncoan menimbulkan pertanyaan apakah hanya soal moralitas atau rebutan mempegaruhi mahasiswa baru?
Isu lainnya yang lebih menarik perhatian ialah apa yang disebut sebagai Studi Terpimpin yang mulai diperkenalkan di dunia kampus. Intinya kalau dulu masa studi mahasiswa begitu longgar, padasitem Studi Terpimpin tidak demikian. Yang tidak lulus ujian setelah diberi kesempatan, diminta mengundurkan diri (lebih tepat dikeluarkan). Kalau tidak lulus screening, maka mahasiswa istilah sekarang drop out.
Isu itu kencang karena itu artinya akan ada pengeluaran mahasiswa secara masal. Â Badan Pertimbangan Senat Mahasiswa Departemen Ilmu Teknik iTB Â di satu sisi membenarkan maksud dari kebijakan Dewan Perancang Nasional itu ialah menghasilkan sarjana teknik dalam waktu singkat dan jumlah besar, serta mencegah ketidakpastian mahasiswa setiap angkatan.
Sebanyak 13 mahasiswa bagian mesin sulit melanjutkan studinya sudah membuat kegaduhan. Senat Mahasiswa ITB dalam pernyataan ditandatangani Soegianto meminta rumusan dan prinsip yang lebih jelas. Â