"Ketika Gue ada di atas panggung, gue dapat energi dahsyat," kata Chrisye (Vino G Bastian) pada adiknya Vicky (Pasha Chrismansyah). Sang adik begitu takjub atas kekukuhan Chrisye meninggalkan bangku kuliah meniti karir di dunia musik. Musik adalah tujuan hidupnya.
Film besutan Rizal Mantovani ini mengangkat sebagian kehidupan penyanyi legendaris Indonesia bernama lengkap Chrismansyah Rahadi ini dari sudut pandang Sang Isteri, Â Damayanti Noor. Â Film ini dibuka dengan cuplikan berita televisi meninggalnya ayah dari empat anak ini pada 30 Maret 2007.
Film melompat ke suatu pesta ulang tahun di kediaman Vera di Jakarta pada 1972. Chrisye pada waktu tergabung dalam Band Gypsi bersama Gauri Nasution (Teuku Rifnu Wikana). Â Pesta itu pertemuan Chrisye dengan Damayanti (Velove Vexia), pengagum Chrisye sebagai jago main bas.
Chrisye waktu itu berumur 23 tahun lebih asyik dengan dunia band  daripada kuliahnya di Universitas Kristen Indonesia. Ayahnya (Ray Sahetapi) mulanya menentang keinginan Chrisye karena di Indonesia nasib seniman tidak dihargai.Â
Namun akhirnya ayahnya luluh juga dan mengizinkan Chrisye berangkat ke New York bersama teman-temannya kontrak setahun menyanyi di Ramayana milik Pontjo Sutowo di New York. Cerita kemudian mengupas momen demi momen penting kehidupan Chrisye.
Di antaranya pertemuannya dengan Sys NS (Arick Ardiansyah), Imran Amir pada 1973 meminta Chrisye menyanyikan lagu pemenang Lomba Cipta Lagu Remaja Prambors, "Lilin Lilin Kecil" karya Jame F Sundakh. Â Berkat lagu ini nama Chrisye melejit ke blantika musik Indonesia.
Adegan terbaik  di segmen ini ketika ibu Chrisye (Neni Anggraeni) menangis mendengarkan lagu "Lilin-lilin Kecil" di radio di samping foto Vicky yang meninggal, sementara Chrisye pulang menatap dengan haru.   Â
Sayangnya penampilannya di acara "Untukmu Indonesiaku" yang dibesut oleh Guruh Soekarno Putra (Dwi Sasono), tidak dieksplor, hanya suasana latihan. Namun di sini Chrisye bertemu kembali dengan Yanti dan akhirnya menikahinya. Â
Cerita pun bergulir mengungkapkan momen demi momen kehidupan Chrisye berkarir di dunia masik, pertemuan dengan  sejumlah tokoh Eddy Sud (Tria Changchiter yang agak komikal), Erwin Gutawa (Andi Asryl), Robby Tremonti (Jay Subiakto), Adhie MS (Isyadillah), para produser, mempersiapkan konser tunggal hingga riwayat sejumlah lagu karyanya tergambar dengan baik.  Begitu juga kehidupan Chrisye sebagai suami dan ayah dari empat anaknya. Â
Dari segi cerita "Chrisye" cukup baik plotnya, dilakukan dengan  cermat bahkan sangat hati-hati seperti keputusan Chrisye menjadi mualaf, interaksi dengan tokoh-tokoh lainnya nyaris tanpa konflik berarti. Ini saya pahami karena menulis sejarah kontemporer bidang apa pun lebih sulit dibanding menulis sejarah abad ke 19 atau awal abad ke 20, karena tokoh-tokohnya masih hidup. Â
Separuh film terutama epiosde 1970-an dan 1980-an nyaris datar. Saya sebagai penonton seperti disuguhkan album foto jadul. Kehidupan ekonomi  Chrisye yang sempat dibantu usaha jahit isterinya sebelum mapan  tidak terasa menyengat.  Justru menarik ketika saya tahu Chrisye ternyata enggan mendengarkan lagunya sendiri di radio. Â