Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Masyarakat Jakarta 1950-an dalam Cerpen M. Husseyn Umar

24 September 2017   10:40 Diperbarui: 24 September 2017   15:58 4701
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Korban Lain dari Masa Revolusi  

Cerita lainnya berjudul "Penari Sewaan" terkait dengan perubahan masa Perang Kemerdekaan.  Mantan pejuang bernama Ridwan Abdullah bertemu kali dengan isterinya yang sudah lama tidak bertemu bernama Lely di ruang dansa di Happy  World Prinsenpark tempat hiburan pada pertengahan 1950-an di Jakarta.

Pada masa Revolusi, Lely adalah keluarga Indo. Ayahnya dibunuh para pemuda karena tidak bisa menyanyikan lagu "Indonesia Raya". Rupanya Ridwan jatuh hati dan menikahi dia hingga keluarga yang lain terlindung. Namun Ibu Lely dendam. 

Suatu ketika Ridwan tertangkap tentara Belanda, Lely dinikahi seorang Serdadu Belanda atas pengaruh ibunya yang rindu pasa keemasan zaman Hindia Belanda. Namun serdadu bule itu tewas dalam suatu pertempuran dengan TNI. 

Keluarga itu terlunta dan pergi ke Singapura, Lely kemudian menjadi penari sewaan, masa itu disebut taxi-girl,selain menemani dansa orang kaya, juga bisa diajak tidur.  Ibunya meninggal dan Lely harus menyambung nyawa.   Namun Ridwan dan Lely tetap berpisah. Dia hanya memberikan uang enam puluh rupiah bayarannya menemani dansa.

Cerita tentang kelompok masyarakat Indo pada masa revolusi ini tidak banyak tergali. Namun mereka berada dalam posisi yang gamang antara memilih "zaman keemasan" yang sudah harus berakhir atau belajar menyesuaikan diri dengan bangsa yang baru.  Lely adalah gambaran ini dan

Ridwan adalah gambaran pejuang yang harus menyesuaikan diri dengan kehidupan sipil. Dia disika, kena cacar dan kena penyakit paru-paru hingga mukanya cacat. Lely tidak bisa mengenalinya segera karena Ridwan harus menutup kecacatannya dengan jengot dan jambang.

Cerpen ini ditulis pada 1955 mengingatkan saya pada cerpen Nugroho Notosutanto "Vickers Jepang" tentang mantan pejuang yang terpinggirkan dan film Usmar Ismail "Lewat Djam Malam" awal 1950-an. Cerpen Hussyein Umar lainnya "Dimulai dari Nol" (1954) juga menggambarkan mantan pejuang hidup bersahaja dengan isteri dengan tujuh anaknya.  

"Ketika Ayah Hidup Kembali" (1955) menceritakan mantan kepala penjara yang pro Republik ditangkap tentara Belanda, dianggap tewas oleh keluarganya.  Isteri dan anak-anaknya bekerja mulai dari pesuruh kantor di masa pendudukan dan jualan kue hingga pendidikan terbengkalai.

Suatu ketika ayahnya kembali namun sudah berubah menjadi pemberang. Belakangan diketahui karena sakit kepala akibat siksaan tentara Belanda.  Ayahnya harus pensiun walau sudah mendapat surat pengangkatan kembali sebagai kepala penjara.

Revolusi bukan hanya meninggalkan  korban jiwa dan harta, tetapi juga psikis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun