Raffi Ahmad adalah fenomena dan keajaiban jagad hiburan kontemporer Indonesia. Kelahiran Bandung, 17 Februari 1987 sukses menjadi  aktor, presenter, bintang iklan, penyanyi, bahkan komedian, tetapi juga membuat orang sekitarnya menjadi komplementer dirinya sebagai "pop culture" yang menyihir publik.  Tentunya seperti aktor lain Raffi merangkak dari bawah dan kerja keras.
Pernikahan dirinya dengan Nagita Slavina bukan saja termasuk pernikahan termewah selebritis pada 2014, tetapi pernikahannya itu sendiri menjadi "pop culture" diburu produser televisi. Â Sejak itu apapun yang menyangkut keluarga Raffi menjadi layak jual, Amy Qanita sang ibu bahkan mendapatkan tempat dalam sebuah program.Â
Sang adik Shannaz Sadiqah, hingga  geng sesama aktor sekitarnya seperti almarhum Olga Syahputra dan adiknya Olga Bilisyahputra, juga ikut tersorot.  Asisten Raffi bernama Merry ikut menjadi bagian dalam beberapa acara televisi yang melibatkan Raffi.Â
Kekuatan dari Raffi Ahmad dan juga Nagita Slavina yang saya baca dengan berbagai media ialah keramahannya kepada penggemarnya. Fanbase mereka mencapai 20 juta rupanya membuat sebuah bank swasta menggandeng mereka untuk sebuah produknya.
Kini ikon "pop culture" bernama Raffi Ahmad semakin lengkap dengan hadirnya putranya Rafathar Malik Ahmad pada 15 Agustus 2015 dan  kelahiran sang anak menjadi jualan dunia hiburannya. Kini hampir bersamaan dengan ulang tahun kedua anaknya  film layar lebarnya berjudul Rafathar dirilis.
Tampaknya film ini bakal laris karena Raffi punya banyak akses untuk berpromosi lewat "Dahsyat" yang dia presenterkan dan juga berita infotainment yang menjadikan apa pun tentang dirinya sebagai berita juga ikut berkontribusi. Publik juga sudah mengenal Rafathar sejak dia lahir.
Separuh kursi penonton di sebuah studio bioskop di Depok pada jam pertunjukkan kedua, Sabtu, 12 Agustus 2017 menjanjikan bahwa sosok Rafathar sudah layak menjadi jualan dan daya tarik bagi orang untuk membeli karcis dan menonton. Â Penonton di kanan kiri saya tak henti menggosipkan Raffi dan keluarga dan itu indikasi jelas bahwa daya tarik film itu ialah pada sosok Rafatharnya.
Review
Dari segi cerita Rafathar mengambil sedikit fiksi ilmiah dengan balutan drama komedi. Dua sekawan maling profesional Jonny Gold (Raffi Ahmad) dan Popo Palupi (Babe Cabita) mendapatkan pekerjaan dari Bos Viktor (Agus Kuncoro) untuk menculik seorang bayi (Rafathar Malik Ahmad) dari rumah orangtua  angkatnya Bondan (Arie Untung) dan Mila (Nur Fazura), seorang aktris Malaysia.
Bayi itu ternyata punya kekuatan super telekinetik yang mampu mengendalikan logam. Â Tugas berhasil, keduanya menjadi buruan polisi yang dipimpin Detektif Julie (Nagita Slavina), bahkan melibatkan Kolonel Damon (Verdi Solaiman), seorang personil intelijen. Â Petunjuk dari video Profesor Bagio (Hengky Solaiman) memberikan petunjuk bahwa tugas penculikan itu melibatkan konspirasi besar.
Kalau dari segi plot, sukar untuk dibantah film Hollywood  Baby's  Day Out (1994) hingga Home Alone(1990) menjadi inspirasi film ini. Adegan Rafathar berjalan di sisi tonjolan gedung apartemen setidaknya sebangun. Begitu juga dengan adegan slapstik Jonny dan Popo jungkir balik oleh kekuatan Rafathar.  Â
Mungkin adegan kocak yang orisinal ialah ketika Rafathar mengacaukan acara Pekan Raya Jakarta dengan menggerakan ondel-ondel yang tingginya setara ruko tiga lantai. Begitu juga adegan pamungkas ketika Rafathar mempertunjukkan kekuatannya pada saat yang tepat menyelamatkan kedua maling itu dari bahaya sebenarnya. Â Diam-diam Jonny dan Popo merasa bayi itu menjadi punya arti.
Dialog antara Jonny Gold dan Popo ketika Rafathar sudah ada di tangan Bos Victor dan komplotannya menarik dan mungkin pesan film ini: Gue dulu pernah punya keponakan namanya Ridwan, 6 tahun. Dia suka mengganggu (menyebalkan). "Suatu ketika dia kena DBD dan tak tertolong. Tiba-tiba gue merasa kehilangan, ingin digangguin lagi."
Memang jangan dipikirkan ceritanya, memang hiburan semata. Ibarat Anda haus minum Coca Cola, habis hausnya, lupakan. Â Kalau untuk hiburan Rafatharberhasil kocak habis. Efek CGI juga menjadikan sinematografi film menjadi menarik terutama di adegan pamungkas akhir film.
Namun yang saya catat di sini produk sponsor terlalu mencolok ditampilkan dalam film ini.  Film yang merupakan koloborasi Umbara Brothers dan PH milik Raffi-Gigi juga abai menampilkan  beberapa adegan dan dialog (guyonan) seksis, karena ada orangtua yang membawa anaknya menonton (karena disangka film anak-anak, padahal lSF memberi label 13 tahun ke atas).
Rafathar mencerminkan situasi sosial masyarakat kita ketika media sosial menjadi bagian hidup. Kegusaran Detektif Julie kepada Jonny Gold dan Popo bukan karena kelihaiannya sebagai maling, tetapi karena unggahan foto mereka yang tak sengaja merekam Julie sedang bangkis dan ditayangkan di Youtube. Akibatnya Julie jadi bahan meme dan bully, sekaligus jadi selebritis dadakan.Â
Efek dari perubahan kebutuhan tersier menjadi primer karena teknologi.  Ponsel cerdas menjadi kebutuhan membawa imbas sosial yang tak terbayangkan sebelumnya. Bahkan bagi sebagian orang di era sekarang  media sosial, Facebook, Instagram, Twitter, hingga ber-WA sudah menjadi kebutuhan sama dengan makan dan minum. Â
Tentu juga ada pertanyaan apakah Rafathar akan menjadi contoh korban keinginan orangtuanya untuk menunjukkan prestisenya bahwa keluarga mereka tiada banding? Bisa tidak atau iya. Undang-undang Perlindungan Anak memang memperbolehkan  anak di dunia hiburan sepanjang izin (apalagi di bawah pengawasan orangtuanya) dan pekerjaannya ringan.  Tentunya saya harap Raffi dan Gigi membatasi anaknya di dunia hiburan agar tidak kehilangan masa kecilnya.
Secara keseluruhan terlepas dari sebuah wacana yang muncul dan akan muncul  Rafathar  adalah terobosan yang cerdik dari Raffi dan Giri.  Raffi dan keluargnya sudah menjadi bagian dari sejarah pop culture di Indonesia.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H