Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel | Koloni (23-24)

7 Mei 2017   09:17 Diperbarui: 7 Mei 2017   09:31 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Koloni oleh Irvan Sjafari

“Iya, aku tahu.  Kemarin Iffa bilang di bengkel. Kak Harum rajin kerap menggelar acara pesta dansa dan musik. Biasanya setiap dua purnama. Biasanya di pantai, tetapi kali ini di dalam ruangan ….”  Zahra patuh menutup bukunya, tetapi tidak memberikannya pada Alif.  Malah disimpan di kotaknya dan dikunci.

“Sekarang Zahra ajarkan tari kupu-kupu.  Soalnya kita ditunjuk sebagai perwakilan kaum kupu-kupu...” katanya.

“Ditunjuk? Ah, kapan rapatnya? Kamu kan Ketuanya?” Alif menebak-nebak jalan berpikir Zarah.

Zahra tak segera menjawab. Dia mendorong Alif ke kamar mandi.

Bukan tari kupu-kupunya yang dipikirkan Alif. Tetapi Harum Semerbak Mawar, seperti apa dia sekarang.

Hari ini seluruh koloni istirahat. Entah, mungkin hari minggu. Karena dua hari yang lalu hari Jum’at.Alif Salat bersama bersama laki-laki di koloni ini.

Alif mandi dulu. Kemudian disusul Zahra. Iseng. Alif ke dapur, sudah lama dia sebetulnya ingin memasak. Dia hanya ingin membuktikan bahwa laki-laki juga bisa memasak. Dia mendapatkan hanya ada semacam panci. Zahra juga menyimpan sejumlah udang dan potongan ikan.  Di sana ada sayuran. 

Alif mempelajari masakan tertentu dari ibunya, walau pun ia laki-laki. Ia mencoba sup ikan dan udang. Rempah-rempah cukup dan direbus. Warga koloni ini memasak dengan gas yang tertata melalui saluran entah di mana pusatnya. Tetapi mereka memakai secukupnya.

Dia tidak memperhatikan perempuan itu sudah di belakangnya, namun diam saja memperhatikan dengan seksama. Sampai ia tahu ada yang kurang.  “Kalau ditambah lada lebih enak Kak,” celetuknya.

Alif menurut dan sup pun jadi.  Rasanya lumayan. Setidaknya menurut Alif.  Yang ia agak gundah, Zahra diam saja menikmati sarapannya dengan potongan kentang dan semacam sukun.  Dua mangkuk dia habiskan, namun tidak ada komentar dari dia.

“Ayo ke bengkel! Ditunggu Iffa dan Tian.” Zahra mengajaknya agar ia cepat berkemas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun