Alif melangkahkan kakinya meninggalkan halaman sekolahnya. Dia harus menunggu Kang Parman di warung bakso langgananya. Sejak peristiwa penyelamatan bayi tiu, Alif tidak masuk sekolah selama dua hari karena panas. Ibunya memaksa Kang Parman menjemputnya setiap hari. Alif sebetulnya lebih suka pulang jalan kaki karena banyak bisa dilihatnya.
Memang dia mendapat uang saku lebih banyak karena harus menunggu di warung. Soalnya hari itu Kang Parman membantu mengambil barang di pasar untuk kebutuhan warung kelontong yang dikelola keluarag mereka. Sementara teman-temannya pulang. Di warung itu hanya ada dia dan tukang bakso. Dia terpaksa memesan semangkuk mie bakso sambil mengaduk mienya.
Membosankan. Alif mengerutu sambil mengaduk mienya. Tetapi dia melihat Pak Dedi gurunya berbicara dengan seorang laki-laki seusia ayahnya menunjuk dirinya. Laki-laki bertubuh jangkung itu menghampiri dirinya bersama Pak Dedi. Mereka duduk berhadapan dengan Alif.
“Ini Pak Nanang Sumarna. Pengurus Yayasan Anak Masa Depan Bangsa,” kata Pak Dedi, guru mata pelajaran IPS, sekaligus wali kelas 5 B.
Laki-laki yang disebut Nanang Sumarna menatapnya dengan lembut. Dia tak ragu menyalaminya lebih dahulu.“Bayi yang kamu selamatkan itu sudah sehat. Atas namanya, Bapak mengucapkan terima kasih.”
“Boleh saya melihatnya Pak? Bayinya perempuan atau laki.”
“Kamu tidak memperhatikannya waktu membawanya? Bayinya perempuan. Kamu boleh melihatnya. Bahkan kamu berhak kasih namanya.”
Nanang memberikan kartu namanya.
DR. NANANG SUMARNA
Yayasan Anak Masa Depan Bangsa
Jalan Setiabudhi 225