Salah satu di antaranya adalah Bermuda Triangledi rilis 1978 tentang sebuah kapal pesiar kecil di mana penumpangnya tidak menyadari bahwa mereka sudah hilang. Hal yang menakutkan justru tidak berwujud, kesunyian di tengah laut, boneka misterius yang ditemukan seorang anak, suara-suara memanggil membuat saya tidak sanggup menghabiskan film ini sewaktu di Drive In akhri 1970-an. Baru berani saya tonton lengkap di Youtube beberapa tahun silam.
Kemungkinan Lain
Selain legenda, soal setan membuat The Exorxist (1973) menjadi salah satu film horor yang terbaik hingga saat ini. Segi artistik, cara bertutur, akting para bintangnya menjadi keunggulan film ini dan membuatnya meraih beberapa Piala Oscar (tata suara dan penulisan skenario terbaik) dan mendapatkan sejumlah nominasi. Untuk kategori film horor saya kira hanya The Exorxist punya prestasi itu. Soal kesurupan ini masih menjadi tema dalam film horor berbagai negara, tetapi orisinalnya masih tetap The Exorxist. Begitu juga sineas Indonesia berapa kali mengangkat tema kesurupan ini, hanya saja garapan tidak mengesankan.
Tema lain yang banyak digali dalam film horor berkaitan dengan folkfore. Amerika Serikat pernah mengangkat soal mahluk gaib suku Indian Manitou ke layar lebar, peri gigi, hingga mahluk siluman berwujud seperti vampire atau werewolf, hingga zombie. Indonesia agaknya unggul pada 1970-an dengan mengangkat folkfore kuntilanak, dengan bintang legendaris Suzanna. Sekalipun film horor di Indonesia yang paling menyeramkan pada 1970-an menurut saya adalah Dikejar Dosa dengan Drg Fadli, yang membuat saya ketika masih anak-anak meninggalkan bangku bioskop di tengah film diputar, karena terasa menakutkan.
Film horor Indonesia era kontemporer juga menfasirkan kuntilanak dan sosok pocong dengan cukup baik, tentunya juga Jelangkung tetap menjadi karya monumental. Rizal Mantovani tampaknya menjadi sutradara yang cukup piawai dalam hal ini. Sayangnya unsur cabul lebih merusak estetika sebagian besar film horor, daripada memperkuat cerita. Mengapa cerita tentang Manusia Harimau, Leak, Palasik tidak digarap dengan kuat?
Selain Bermuda Triangle, 28 Day Later (2002) adalah film horor yang paling menakutkan bagi saya. Bukan saja sutradaranya Danny Boyle, salah satu sutrdara favorit saya untuk orang luar Indonesia, tetapi idenya menghadirkan kota London sunyi senyap orisinal dan lebih menakutkan dari serangan zombie itu sendiri. Bayangkan kalau Anda terbangun dari tidur atau koma di rumah sakit dan mendapatkan sendirian di Jakarta.
Pada 2000-an Hollywood menawarkan inovasi film horor dengan merubah sudut pandang, seperti M. Night Syahmalan lewat The Sixth Senses (1999) di mana tokoh utamanya tidak menyadari bahwa dia sudah meninggal dan baru diungkapkan seorang anak yang mempunyai kemampuan indigo atau film The Others (2001) –nya dari sutradara berdarah Spanyol Alejandro Amenabar yang menjadikan manusia hidup yang menganggu hantu atau arwah orang yang meninggal.
Saya kira memang sudah saatnya sineas film horor Indonesia lebih memikirkan konsep cerita yang berakar di budaya dan sejarahnya, kalau tidak buat inovasi yang beda dan tidak meniru horor Asia dan Hollywood lainnya. Kalau perlu melahirkan ikon dan pop art model Anabelle atau Valak seperti film horor Hollywood, bintang manusianya karakternya kuat dan bintang hantunya karakternya kuat dan bukan menjadi 'benda mati' yang hanya bisa mengagetkan. Oh, begitu saja? Saya berharap Danur dan Firegate: Piramid Gunung Padang lebih dari itu.
Irvan Sjafari
Adegan dalam Danur (kredit foto www.sidomi.com)
Poster Firegate: Piramid Gunung Padang (kredit foto www.parkirfilm.co)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H