Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

“De-Westernisasi” Gaya Hidup dan Seni Pertunjukkan di Kota Bandung Oktober 1959 -Januari 1960

8 Agustus 2016   11:45 Diperbarui: 8 Agustus 2016   11:57 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Daeng juga  menyesalkan tidak adanya mata pelajaran seni suara di tingkat SMA dan di SMP  ada, tetapi kurang dipentingkan.  Akibatnya perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan seni suara juga mengalami kesulitan. Daeng menolak diminta bantuan FKIP Universitas Padjadjaran untuk menyusun suatu kurikulum seni suara untuk perguruan tinggi, namun ia tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk mengajar mahasiswa yang tidak pernah mendapatkan pelajaran seni suara.  

Yang jelas pada awal November 1959 satu kursus dansa di Kota Bandung sudah ditutup. Yang ditutup ialah tempat kursus dansa yang dipimpin Rudy Suhandi  di Jalan Pungkur.  Padahal kursus dansa itu sudah menghasilkan ribuan murid dari kota Bandung.  Rudy Suhandi juga membubarkan  perkumpulan dansa Golden Spider yang ada di bawah pimpinannya.  

Guru-guru dansa di tempat kursus lain memutuskan tidak lagi mengajarkan dansa rock n roll, cha cha cha dan calypso. Guru dansa lainnya Lies Harjoto menyebutkan bahwa dansa berirama Tango dan walz lebih “Barat” dari Cha cha-cha kalau ukurannya gila-gilaan.  Sementara Ballroom lebih sopan.

Suhandi kemudian membantah ballroom lebih sopan, menurutnya tetap ada persentuhan badan. 

Begitu juga Tango di mana kaki pria masuk di antara kaki wanita. Dansa cha cha, rock n roll hanya atraksi tanpa persentuhan tubuh, tetapi dianggap kurang sopan.    M. Napit Ketua Surabaya Society of Teachers of Dancing cabang Bandung sependapat dengan Lies Harjoto bahwa Ballroom Dance lebih sopan.  Dia juga mengkritik  Tari Serampang Dua Belas sebetulnya tak jauh beda Cha Cha Cha yang merupakan tari tontonan.

Warga Bandung di Jalan Ganeca nomor 10 bernama Haurissa (kemungkinan mahasiswi ITB) mengecam Suhandi sebagai pimpinan dansa mau begitu saja tunduk terhadap larangan dansa.  Sebagai penggemar dansa ballroom Haurissa belajar qick step, walz tango, hingga ballroom dan menggemarinya.  Namun tidak ada yang disebut merangsang. “Kalau kita berdansa utarakanlah pikiran kita hanya untuk berdansa sebaik-baiknya,” ujarnya seperti ditulis Pikiran Rakjat, 17 November 1959.

Siti Lenggogini, anak  Bandung dari Asrama Ratnaningsih, Yogyakarta juga  mengirim surat di Pikiran Rakjat edisi  7 November 1959  yang bunyinya:

Bagi kami tidak terasa gunaja kita merepotkan soal-soal lagu dansa-dansi itu, kecuali barangkali disruh melupakan soal sandang pangan.  Di rumah kami biasa menggunakan  Bahasa Belanda, tetapi tetap bisa berbahasa Indonesia di Bandung

Perayaan Tahun Baru  1960

Desas-desus beredar setelah dansa, lagu-lagu Barat (pop) juga dilarang. Pada pertengahan November 1959   Menteri Muda Penerangan Muladi mengemukakan bahwa lagu-lagu Barat yang dilarang hanya lagu-lagu yang memberi pengaruh jeleknya.  Sayangnya apa yang disebut pengaruh jelek tidak diperinci.  Kenyataannya pada malam perayaan tahun baru 1960, acara dansa melengkapi acara makan malam (dinner) tetap digelar di Hotel Homann, Grand Hotel Prenager, Grand Hotel Lembang.

Pada malam tahun baru 1960  film “Diary of Anne Frank” untuk pertama kali dipertunjukkan.  Untuk pertama kalinya warga kota Bandung diperkenalkan apa yang disebut midnight show.  Warga bisa menonton film yang diputar tepat pada pukul 24.00 dan selesai pada pukul 3 dini hari.   Untuk pertama kalinya warga Bandung bisa merayakan tahun baru tanpa satu pun kasus kriminal, serta kecelakaan lalu lintas.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun