Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anomali Ekonomi, Diplomat RRC dan Rumitnya Pemindahan Pedagang Asing Tionghoa

7 Agustus 2016   14:01 Diperbarui: 7 Agustus 2016   14:47 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Sanering juga tidak bisa menghentikan para spekulan gula.  Peredaran gula pasir di Kota Bandung dan sekitarnya masih tetap sulit di dapat di pasaran. Harga gula masih berkisar Rp9 per kg bahkan Rp10 hingga Rp11 per kg. Harga gula sempat turun antara Rp8 hingga Rp10.

Stabilitas harga  gula baru terjadi  setelah pertengahan Oktober 1959 alokasi gula untuk kota Bandung ditambah sebanyak 600 ton dan persedian menjadi 1000 ton.  Sistem penyaluran pun melalui Rukun Tetangga dan Rukun Kampung.  Akibatnya harga gula merosot menjadi Rp6 tiap kg dan di toko-toko milik pemerintah malah mencapai Rp5.50.   Harga telur ayam di perusahaan telur Phoa Djoen Tiam di Jalan Raya Barat 277 sudah mencapai Rp1,80 per butir.

Sektor usaha lainnya yang terpukul akibat sanering ialah perbengkelan kendaraan bermotor di Bandung.  Agar kelangsungan bisnis perbengkelan yang tergabung dalam Gabungan Bengkel Kendaraan  Bermotor di Kota Bandung melakukan berbagai kebijakan seperti penghapusan jaminan sosial, mengurangi waktu kerja buruh yang tadinya 6 hari menjadi 4 hingga 5 hari.  Pekerjaan perbengkelan merosot antara 40 hingga 60%. 

Selain likuiditas bengkel-bengkel di Kota Bandung sulit mendapatkan onderdil mobil yang diperlukan sejak dua tahun terakhir.  Banyak tunggakan sudah berbulan-bulan belum dibayarkan pemilik kendaraan bermotor yang memakai  jasa mereka, di antaranya justru kendaraan milik jawatan pemerintah.   Ada satu bengkel yang disebut mempunyai piutang tak tertanggih hingga Rp200.000. 

Rumor terus beredar bahwa sanering akan berlanjut pada pecahan Rp100 dan Rp50. Isu itu menguat pada pertengahan Oktober 1959 yang membuat  Menteri Muda Penerangan Maladi berulang kali berbicara di RRI membantah desas-desus itu, terutama setelah tanggal 20-an Oktober 1959.  Rumor itu mungkin juga berkaitan dengan kecaman yang dilakukan Mantan Wakil Presiden Mohammad Hatta dalam wawancara dengan Pikiran Rakyat pada awal Oktober 1959  bahwa  kebijakan sanering sama sekali tidak ada gunanya untuk mengatasi defisit dan hanya merugikan rakyat.  

Menurut Hatta uang Rp1000 dan Rp500  sebetulnya sudah banyak terdapat di tangan rakyat. Sementara para pedagang menukarkan pada barang.  Pernyataan Hatta mengundang  kecaman terutama dari  Djuanda yang mengatakan bahwa pertimbangan diambilnya tindakan sanering sudah matang.      

Keadaan sosial ekonomi memburuk awal November 1959.  Sebanyak  70% atau  dua pertiga perusahaan tenun di Bandung macet. Perusahaan tenun di Bandung meminta jatah pembagian benang dari perusahaan negara. Ketua Gabungan Pertenunan Republik Indonesia Ruslan Muljohardjo berjanji akan mengusahakan penyelesaian masalah tersebut dengan instansi berwenang.

Menteri Produksi Suprayogi juga menjanjikan bahwa ada kredit yang disediakan pemerintah hingga Rp1,5 milyar.  Namun masalah pengangguran akibat macetnya perusahaan tekstil sudah terlanjur terjadi.  Paling tidak  menganggurnya 16.200 buruh tenun dari 186 perusahaan di daerah Majalaya.

Irvan Sjafari

Sumber:

Pikiran Rakyat, 1 September 1959, 3 September 1959,  4 September 1959, 9  Setember 1959,10 September 1959,   17 September 1959, 19 September 1959, 23 September 1959,  6 Oktober 1959, 8 Oktober 1959,   20 Oktober 1959, 21 Oktober 1959,   22 Oktober 1959, 30 Oktober 1959, 3 November  1959, 4 November 1959,  7 November 1959, 13 November 1959, 21 November 1959,  23 November 1959, 1 Desember 1959, 3 Desember 1959, 4 Desember 1959, 5 Desember 1959

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun