Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[My Diary] Olie The Strong

12 April 2016   23:13 Diperbarui: 13 April 2016   11:46 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="islustrasi pertunjukkan capeoira (kredit foto bantuscapoeiraindonesia.blogspot.com)"][/caption]

Irvan Sjafari  peserta My Diary nomor 59

Saya nggak memanggil catatan harian saya dengan Diary, tetapi dengan “R”. Terinspirasi dari nama depan seorang perempuan misterius kenalan aku di angkot Kota Bandung dalam 2001. Nama Olie bukan nama sebenarnya dan sebgaian nama yang disebut ada yang benar dan ada yang disamarkan. Kata saya di dalam diary ini ditulis aku agar sesuai dengan omongan para pelakunya.

Jakarta-Depok, 11 Juli 2005
23.30

Dear R. Ini Puisi pertama aku untuk Olie. Perempuan luar biasa di kantorku.
Metamoforsis Capoerista

Kepada Olie
Bayi yang bereinkarnasi itu sudah tumbuh menjadi besar. Kaki-kakinya tidak lagi kenal lelah. Apalagi merah pada lututnya. Kukuh sudah dia dengan Ginga dan bernafas dengan Bimba.
Salve! Salve! Salve!
Peduli apa tulang belulang dan bangkai binatang pada hidangan mereka? Bukankah mereka hanya narapidana dalam rutinitas? Lebih baik mainkan Jogo dalam roda. Sambil mendengarkan Berimbau menghimbau.
Salve! Salve! Salve!
Jadi tak perlu lagi mencium bau amis sisa makanan utama, kan? Tak perlu lagi merasa menyeruput darah sendiri. Apalagi sampai lupa bernafas. Bukankah sudah ditutup oleh Master Bimba. Ketika dia sudah kukuh dengan Ginga.
Salve! Salve! Salve!
Katakan selamat tinggal pada ulat buruk rupa..yang menjadi sejarah dalam kepompong. Lebih baik ucapkan selamat datang pada kupu-kupu cantik di taman bunga para capoeirista. Metamoforsis luar biasa.

R menebak-nebak.

Jakarta, Selasa 12 Juli 2005
Dear R. Puisi kedua untuk Olie.

Kata bayi yang sudah besar itu: “Ini rumah keduaku! Grupo adalah kamar ku!” tempat aku belajar, bermain, bercanda dengan saudara-saudaraku!”
Dia seperti flamingo muda yang berbulu indah, berkilau ditimpa sinar dan cahaya mata Master Bimba. Di tepi air para capoeiraista adalah kawanan flamingo yang menari indah dan angun, smabil mendengarkan berimbau menghimbau. Ayo cicipi ginga! Jangan lupa tambahkan Samba dalam piring Roda!
Salve!
Aku suka senyumnya yang tulus seperti mengalir dari hati. Jauh ke dalam jantung Sungai amazona. Aku suka matanya yang tajam seperti mata jaguar, mengamati seperti menusuk.. Tiba-tiba dia tenang seperti salju Andes.

R tertawa ngakak. Dia selalu mentertawakan aku ketika memperkenalkan tokoh perempuan baru dalam diary. Life must go on.

Saya tak bisa menyangkal kehadiran Olirina di kantor mulai mengusik. Aku tak bisa menyangkal tertarik pada pesona “singa manis”, demikian julukan aku padanya. Dia menerkam hati begitu cepat di tengah belantara savana kering. Dia adalah energi bintang yang tidak pernah berhenti berpijar pada manusia-manusia sekelilingnya. Tetapi aku tak bilang bahwa aku cinta padanya. Mungkin hanya tetarik. Dia hanya sebuah magnet yang menarik.

Misalnya tadi pagi sewaktu saya ke lantai dua menandatangani kontrak perpanjangan saya sebagai redaktur di sebuah grup majalah komunitas di kawasan Jakarta Utara. Tahu-tahu dia ada di ruang meeting seperti hantu suku Inca. Saya tidak bisa marah ketika Nope, anak AE seperti olie meledek. Ah, Bang Irvan mau menengok Olie!

Kabar lain di kantor, Saleh, rekan sesama redaktur hampir tidak pernah berhenti berbicara soal jurnalistik. Hari ini dia bawa beberapa buku tentang jurnalistik. Misalnya, bagaimana jurnalis memilih masuk penjara daripada membuka narasumber yang tak mau disebutkan namanya. Saleh kecewa pada laporan reporter yang melupakan hal yang paling mendasar dalam jrunalistik: yaitu rasa ingin tahu. Saleh berminat pada lingkungan hidup klop dengan aku. Dia peka terhadap hal yang aku tidak “ngeh”. Misalnya pemakaian asbes pada properti bisa menimbuilkan dampak kesehatan.

Olie mungkin sama fahamnya. Dia kan lulusan Fakultas Komunikasi universitas terkemuka di Kota Bandung. Olie itu luar biasa, capoeira iya, bilya iya, main band juga iya, jangan-jangan naik gunug juga iya! Tetapi dia pernah cerita bahwa dia ingin jalan ngegembel, alias jumping dan menumpang dari truk ke truk. Di meja kerjanya banyak gambar singa dari sebuah kartun Madagascar. Singa benar-benar simbolnya.

 

Jakarta-Depok, 4 Agustus 2005

Dear R.

Puteri Putih Bersih yang menundukan aku dengan auranya, dalam cinta yang menyaktikan, seperti dilempar dalam sungai bejeram yang airnya deras mengalir seperti kuatnya cintaku. Tetapi aku tak bisa menggapainya. Aku coba pada Tuhanku. Tteapi aku malah seperti dilempar ke Teluk Tomni. Aku seperti sendirian berenang mencapai Tepi Bualemo menggapaimu Pujaanku.
R tertawa terkekeh-kekeh. Katanya aku cinta semusim. R adalah dewi yang turun dari awan ketika aku butuhkan. Dia penguasa Naripan, Merdeka, Cimahi, Cihampelas, seperti angin selalu mengikutiku.
Lalu bagimana dengan Olie? Tanyanya.
Aku terdiam. Tidak. Aku tidak ingin memiliki Olie. Aku hanya suka pada flamingo putih kecil yang selalu menari di air yang tenang.

Hari yang menjemukan. Bos hanya ingin kami mengikuti kemauannya. Saleh berdebat dengan Bos soal rubrik yang harus hilang atau diganti. Misalnya buat apa ada Info Sehat tetapi ada rubrik Health and Beauty? Debat Saleh. Tetapi Bos ngotot harus ada dua rubrik itu.

Untung ada Olie. Mengobrol dengan dia mengusir kesuntukan. Kami sempat berdebat soal posmo. Seperti fenomena orang yang masuk komunitas punya ideologi. Makanya ada yang moderat, hinga ada yang esktrim. “Iya!” katanya. Di antara capoeirista ada yang ekstrim! Gw sendiri cenderung anti kemapanan!” Lalu aku bilang: tahu nggak, anti kemampanan itu turunan dari marxisme, gerakan kiri baru. Olei mengaku hanya pernah mendengar. Lalu ketika ditanya posisi apa dalam capoeira? “Gw moderat!”

Jakarta-Depok, 12 Agustus 2005

Dear R. Ulang tahun Olie (14 Agustus) . Aku hanya bisa kasih puisi yang aku tulis Juli lalu, memang spesial buat dia (14 Agustus hari minggu). Walau secara sastra nggak layak publisitas. Tetapi Olie membacanya sambil meneteskan air mata. Mungkin ia rindu masa lalu yang indah dan kini hilang. Aku juga pernah kehilangan masa lalu indah. Olie memperlihatkan foto-fotonya waktu ikut kegiatan capeoira di kampusnya. Luar biasa! Dia berdiri dengan tangan dan kaki lurus ke atas. Gerakan mudah bagi capoerista yang mahir. Olie termasuk di antara yang mahir.

Tetapi waktu liputan komunitas capoeira di sportmall, Kelapa Gading bersama fotografer Riyan, beberapa waktu yang lalu kerinduannya terobati. Olie dengan memakai baju blezer malah mempertunjukkan kemahirannya dalam Roda diiringi musik Brazil yang membangktikan gairah. Tingginya paling hanya 155 cm dan agak gempal, tetapi mampu mengimbangi cowok yang badannya lebih tinggi dan kurus. Dia tak pernah terpeleset sekalipun.

Bahkan lebih gesit. Riyan merekam hasil pertunjukkan Olie dan membuat video berdurasi dua atau tiga menit. Hasilnya, video itu jadi tontonan anak-anak AE maupun redaksi, juga para desain dan layout dari komputer ke komputer, di kala anak-anak suntuk. Riyan sambil tertawa berkata: Bos pun akan terkagum-kagum melihat video ini.

Depok, 17 Agustus 2005

Dear R.
Rasanya baru kemarin. Padahal lebih dari setengah abad kita merdeka. Pahlawan-pahlawan idola bangsa seperti Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, serta Sisingamanagraja sudah dikalahkan oleh Sinchan dan satria Baja hItam dan Kura-kura Ninja. (KH Mustofa Bisri, Indopos).

Saya ingat buku John Ingleson, Jalan ke Pengasingan yang saya baca waktu kuliah. Saya melihat embrio gerakan nasionalisme seperti PNI dimulai dari studi klub di Batavia, Bandung dan Surabaya, seperti sel-sel yang terus membelah diri. Cara ini sebetulnya mirip yang dilakukan PKS sekarang yang bergerak dari kelompok pengajian ke pengajian.

Mungkin yang paling kontroversial dari Ingleson ialah ia mengungkapkan dalam bukunya Soekarno adalah seorang yang labil emosinya. Dia pernah meminta maaf pada pemeirntah Hindia Belanda atas tindakannya. Padahal penjara Hindia Belanda tidak ada siksaan fisik. Soekarno rupanya tak bisa dipisahkan dengan orang banyak dan tanpa dukungan ini, tak banyak lagi sumber-sumber rohani dan sumber filosofis sebagai kekuatannya.

Mungkin yang terakhir Ingleson benar. Kenyataannya ketidakstabilan emosi soekarno juga tampak pada akhir kekuasaaanya dan awal Orde Baru. Misalnya ketika dia bimbang memenuhi tuntuan mahasiswa membubarkan PKI. Lalu ketika dia diasingkan Soekarno merana di akhir hidupnya. Inilah sisi manusiawi seorang Soekarno. Entah kalau saya mengalami tekanan seperti soekarno apa bisa lebih kuat? Bagi saya apa pun dikatakan Ingleson. tidak mengurangi rasa hormat saya pada founding father itu. Sebetulnya Hatta, Syahrir dan pemimpin beriktunya juga punya sisi kelam dan kemanusiaannya.

Saya berikan apresiasi terhadap pemerintahan SBY yang memberikan kado kemerdekaan yang bagus: Persetujuan damai dengan GAM. Lagi-lagi dinilai kontroversial karena konsesi yang diberikan pada GAM oleh kelompok oposisi (PDI Perjuangan) mengarah pada efderalisme. Misalnya dalam nota kesefahaman RI- GAM disebut pemerintah RI memfasilitasi terbentuknya patai politik lokal. Tetapi saya kria tepat, Aceh sudah terlalu banyak dirugikan masa Orde Baru. Hasil buminya dikeruk dan rakyatnya dibiarkan miskin.

Soal Soekarno dan Bandung? Beberapa waktu berencana pergi ke Bandung. Kebetulan aku juga ingin ke Bandung. Aku diajaknya ketemuan di sana. Sebetulnya hubungan kami sempat terganggu gara-gara sendok makan yang saya pinjam hilang. Entah dia salah letak atau saya mengalami short term memory. Tetapi berapa hari ini situasi kembali normal karena Olie menemukan kembali sendoknya.

Depok, 26 Agustus 2005

Dear R. Tadi saya wawancara Citra Dewi, pemilik sebuah butik di kawasan Sunter, masih kawannya Olie. Aasyik mendengar visi seorang pengusaha garmen yang suka membuat kreasi tas sejak SMP. Walau dia tidak sebesar perancang seperti Kanaya Tabitha, idenya cukup mengagumkan. Misalnya memasukan wana hijau dengan merah muda.

Olie cerita bahwa ia pernah memasan gaun wisuda dai Maison de Modeles dengan harga Rp1,5 juta. Saya kira harga pantas, karena bukan produk kapitalis yang dibuat dari kiringat ribuan buruh yang dibayar murah. Mudah-mudahan butik ini membayar gaji karyawannya cukup baik. Namun saya lihat sepintas kondisi kerjanya baik. Sayang hanya orang kaya yang bisa memiliki busana eksklusif seperti ini. Citra mengaku pernah menolak kuliah karena lebih suka buat kreasi seperti ini.

Jakarta-Bandung 2 September 2005.

Dear R. Perjalanan ke Bandung melalui tol Jakarta-Cikampek. Targetnya memang ingin merasakan tol Cipularang. Itu sebabnya saya berangkat dari Terminal Pulogadung. Berangkat pukul 13:23 dan 14:23 sudah di Pintu tol Cikampek. Kemacetan karena sebuah truk menaglami kecelakaan. “bete!” teriak seorang penumpang wanita ketika kami beristirahat di sebuah rumah makan di Purwakarta. Untungnya pemandangan jalur Cipularang menarik, pada KM 102 hamparan kebun teh dan pepohonan.

Pukul 15:26 sudah masuk kota Bandung, bus keluar dari Gerbang Pasir Koja.
Bang Irvan, aku dah di Bdg. Tapi msh di Jatinangor, kosan adikku. Bang Irvan ada di daerah mana? Bsk mlm Minggu ketemuan di Dago yuk, nanti aku kenalin teman2 Capo Bdg. (SMS Olie 17:52 dari 0817206xxxx).

Rencananya yang ke Bandung selain aku, Olie, ada Adhi dan Dasir teman sekantor juga. Aku menginap di rumah adikku di Cicendo. Adikku Alfian dan isterinya Atiek menyambutku. Kami makan masakan Bibik dengan daging pedasnya enak sekali.

Sabtu, 3 September 2005.

Dear R. Seharian keliling Bandung ke rute-rute tradisional, Alun-alun, Palasari, malam baru ke Merdeka nonton pertunjukkan capoeira-nya Olie di GOR. Aku dipernalkan dengan cowoknya Olie. Namanya Surya dan kawan-kawan capoeira lainnya. Surya bersama tiga kawannya mendirikan usaha susu kambing di Ciwidey. Dia cerita mulai perizinan, red tape, ternyata masih ada melibatkan RT, RW kepala Desa hingga aparat lainnya.

Kawan-kawan capoeira Bandung benar-benar komunitas yang solid. Ada anak SMA hingga pekerja. Yang kecil pulang pakai cium tangan pelatihnya. Seorang capoeirista cerita soal dia jadi bodyguard seorang kaya masuk klub party, sunday night, sun gay. Anak-anak capoeira latihan jam 7 pulang jam 9 malam, tetapi ngobrolnya seperti malam minggu ini sampai tengah malam, terang Surya.

Capoeira Bandung tidak luput dari persoalan seperti jakarta. Grupo sudah diintegrasikan, seperti grupo ITB susah bergabung dengan Grupo Unpad. Mungkin ego intelektual. Aku menikmati musik Berimbau. Mereka mahir memainkan lagu Qasidah dengan Berimbau.

R tertawa ngakak. Kamu nggak cemburu katanya? Loh, buat apa? Olie hanya sebuah cerita dari sekian puluh cerita dalam diary ini. Aku bilang hanya tertarik. Tetapi tadinya cowok menjawab pertanyaan aku: Kok Olie, nggak capek-capeknya dengan gerakan Capoeira? Kan dia cewek? Surya tertawa: Memangnya Olie cewek? Aku pun tertawa kecil. Olie hanya tersenyum mendengarnya.

Bandung, 4 September 2005

Dear R. Aku pikir orang Bandung mulai menyadari bahwa mereka sudah kosmopolitan. Populasi non Sunda di kota ini kian beragam dan jumlahnya kian banyak. Olei dan Surya misalnya orang Jawa Timur aslinya. Keluarga aku sepertiganya dari garis ibu berdarah Sunda dan aku Minang. Istri Alfian aslinya orang Yogyakarta. Aku lebih merasa orang Sunda walau seratus persen Padang dan lahir di Jakarta.

Hari ini seharian di Cicendo istirahat. Tadi siang makan di Warung makan Mie Aceh. Pedagang seorang laki-laki dari Lho Seumawe. Dia sudah tidak ragu lagi memperlihatkan identitas keacehannya. Misalnya gambar Cut Nyak Dien dam memperdengarkan lagu-lagu Aceh di warung kaki limanya. Dia senang ketika aku bilang punya saudara di Sigli. Ketika aku apresiasi etrhadap lagu Beugong Jeumpa. Dia bilang: dulu pengantin di Aceh menggunakan bunga cempaka sebagai pengganti minyak wangi.

Isteri pedagang itu orang Jawa. Dahulu dia berjualan di depan Unpad. Peminatnya lintas budaya (Padang, Sunda, Jawa). Kini dia pindah ke sini dekat asrama Aceh. Dia bisa buka sampai jam 12 malam. Saya makan mie tumis di warungnya seharga Rp4000. Enak sekali. Saya kria mei Aceh ada pengaruh India sekaligus China.

Sejak pagi dan siang mobil banyak berseliweran di Jalan Cicendo. Banyak mobil berplat B tanda akhir dari long week-end. Dengan terbukanya Cipularang meningkatkan mobilitas orang Jakarta ke Bandung. Saya khawatir dampak sosialnya suatu ketika akan luar biasa. Semakin banyaknya wisatawan orang Jakarta ke Bandung memamerkan kekayaaanya memberikan ekses.

Malamnya ke Toko Kartika Sari beli brownies untuk Mama dan adik-adik, roti molen. Juga buat Pipie kawan di kantor yang jauh hari memesan.

Bandung-Jakarta, 5 September 2005

Long week-end berakhir sudah, Sebuah media di Jakarta menulis Cihampelas dijaga ketat. Saya nggak merasakan ketegangan itu? Isu bom? Rasanya mustahil terjadi di Bandung. Dari Anteve kemarin sebuah pesawat jatuh di Sumatera bagi saya lebih mencekam. Saya pulang dengan kereta api tidak penuh dan masih banayk tempat kosong. Tidak ada antean. Dampak dibukanya Cipularang. Di kereta api orang-orang bicara soal kecelakaan pesawat. Ada sepekulasi sabtoase, karena ada rombongan Gubernur ikut. Tiba di Jakarta, Bada Ashar. Di rumah sore hari berita kecelakaan mendominasi stasiun televisi. Lebih dari seratus tewas bersama empat warga yang tertimpa pesawat.

Jakarta-Depok, 7 September 2005

Kembali ke rutinitas. Sehabis cuti. Kami dari redaksi mendpat tuga tambahan membuat e- gading, selain menggarap majalah bulanan. Mjalah ini lebih banyak gaya hidup. Hasilnya tidak maksimal. Padahal aku kerja keras dan juga kawan aku fotografer, Dasir. Saleh mengundurkan diri, karena tidak cocok dengan bos kami. Besok piknik sekantor. Kembali bertemu Olie. Kami mengobrol dan dia cerita bahwa dia anak polisi yang keras mendidik anak-anaknya. Dia pernah kena marah besar karena pulang pcaran terlalu malam. Dia dipukul dengan sapu hingga ganggangnya patah waktu SMP. Tetapi ayahnya lebih sayang pada dia daripada adiknya yang laki-laki.

Cisarua, 9 September 2005

Pagi wawancara Herry, seorang Tour Leader di kawasan Kota Tua. Dia langsung mengenali aku sebagai alumni Fakultas Sastra UI. Dia ternyata anak Sastra Belanda. Sayang nggak punya waktu bernostalgia karena harus ke kantor untuk ikut piknik. Jerry cerita bahwa menjadi Tour Leader tingkat stres tinggi. Yang saya olah adalah manusia bukan bebek. Dia memimpin 20 hingga 70 orang, termasuk permintaan (yang kerap keluar dari schedule). Misalnya waktu ke Penang, ia harus menamani tamu cari jajanan (jajanan di sini bukan jajanan makanan), hingga ke Genting menemani tamu di meja judi.

Sehabis Salat Jum’at ke kantor lewat Tanjung Priuk pas waktu anak-anak bernagkat dengan bus. Tiba di Cisarua pukul lima sore. Tidak lewat Salat Ashar anugrah bagi saya. Acara malan malam lebih banyak canda. Olie kembali menjadi cewek paling aktif dan dia bawa handycam. Olie juga mempertunjukkan keterampilan main gitarnya bersama Riyan, Adhi. Olie melantukan lagu Karma, Cokelat dengan bagus hingga lagu dangdut. Malam kami pesta jagung bakar.

Ciasura, 10 September 2005

Dear R. Huizinga biilang manusia mahluk bermain. Itulah acara kami seharian. Ada permainan injak balon, balap lari dengan kaki diikat hingga pukul kantong air. Memang permainan melepas stres dengan kembali menjadi anak-anak. Olie menjadi bintang dalam balap lari kaki diikat dengan Adhi, Olie berlari dengan kuat menyeret Adhi yang cowok. Dedi, kawannku berdehem: Ukuran kakinya saja beda. Kaki Olee memang lebih besar dan kuat walau dia lebih pendek dari Adhi. Aku sendiri bertanding dengan Olie dalam game air: hasilnya aku kalah  Olie memang The Strong. Di antara species bermain itu ada Olie paling hiperaktif di antara kami. Dia menang beberapa game. Termasuk juga main bilyar. Di kolm renang olie berenang berapa gaya sekaligus.

R berbisik bak angin yang menaglir dari balik gunung-gunung. Kamu makin kukuh dengan gadis khayalanmu si Puteri Putih Bersih. R menanggapi begitu dingin merajam. Olie? Oh, tidak! Dia hanya sahabat yang baik. Termasuk buat orang yang luka dan duka. Dia menyalamiku dengan tulus. Tetapi cintaku entah untuk siapa. Mungkin buat kamu “R”. R tertawa ngakak.
Waktu seperti ngengat mengunyah kain-tanpa butuh kesadaran. Dia bikin foto-fotoku jadi sephia dan dia bikin janggutku tumbuh lagi tanpa berkedip. Waktu seperti cuaca yang membuat kayu-kayu lapuk.

Malam acara safari night, melihat satwa di waktu malam dengan mendekati habitat aslinya. Pemandu kami Yuli punya pengetahuan yang bagus. Soal bagaimana cara hidup dan kebiasaan hewan-hewan jenis harimau, beruang. Kalau aku hanya memikirkan entah bagaimana memandang manusia yang menonton aktifitas mereka. Atau anak harimau bertanya pada induknya: “ Mengapa sih manusia suka melihat kita Mama? Ibunya mungkin menjawab: “Mungkin manusia kagum pada kita” apa yang akan diktakan binatang-binatang itu seandainya mampu berkomunikasi dengan manusia? Suka nggak mereka dipertontonkan seperti ini?

Jakarta-Depok, 11 September 2005

Dari Cisarua mampir ke pernikahan Eva. Reuni orang-orang yang pernah di grup media iani. Eva senang yang datang lebih 30 orang teman sekantornya. Olie lagi-lagi paling aktif. Dia pintar memikat anak kecil. Ternyata bukan omongan saja. Tadi pagi di pesta dia mendekati antrian anak-anak. Termasuk anak-anak Buser, soerang akwan redaksi. “Aku memang aktif. Makanya bawa celana banyak dan kaos banyak. Cepat kiringatan!” katanya sebelum kami pulang.

Jakarta-Depok, 13 September 2005

Dear R. Puisi Ketiga untuk Olie.

Perempuan itu adalah matahari berpijar. Enerji semesta pemberi kehangatan pada setiap mahluk di Bumi. Dia tak pernah jera pada keangkuhan dan ketmakan yang menggerogot bumi. Dia panaskan duka yang membeku dan menjadikannya mata air yang kemudian menjadi pelepas dahaga bagi setiap mahluk yang membutuhkannya, hingga dia mengalir ke lautan membawa semua kesedihan, kegetiran dan kemarahan.

Perempuan itu adalah matahari yang terus bersinar walau Bumi sudah terluka. Dia terus bersinar walau pun dia pernah lara dalam sejarah keberadaanya. Tak peduli caci atau dendam pada rembulan yang mencuri kehangatannya. Luka, duka dilaluinya dengan senyum yang menyapa pada setiap mahluk yang ditemuinya di Bumi.

Irvan Sjafari

Sumber Foto: Pertunjukkan capoeira (kredit foto bantuscapoeiraindonesia.blogspot.com)

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun