Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

(Tokoh Jabar 1950-an) Dr. Mas Haji Abdul Patah: Pelopor Kesehatan Haji, Pendidikan Perawat dan Puskesmas

26 Maret 2016   16:16 Diperbarui: 26 Maret 2016   16:33 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 

 

Pada 6 Januari 1959 warga Bandung kehilangan seorang dokter yang kondang masa itu dr.Mas Haji Abdul  Patah. Kepala Jawatan Kesehatan Jawa Barat  yang merupakan penggagas Bandung Plan bersama Leimena.  Patah lahir di Majalaya  pada 1898 dan tamat STOVIA pada 1921,  mendapatkan Indisch Art di Surabaya, ditempatkan di Bangli, kemudian bekerja di Jeddah untuk menjaga kesehatan Jemaah haji antara 1925-1932.   Dari Jedah,   Patah meneruskan pengetahuannya di Amsterdam menjadi Arts.  Pada 1935 mendapat gelar doktor dengan disertasi soal kesehatan Jemaah haji. 

 

Patah  kemudian menjadi dokter pemerintah di Garut, Purwakarta,  Cirebon, Tasikmalaya, terus ke Bandung.  Sebagai perencana dan pelaksana Plan Bandung, p royek kesehatan di wilayah Kabupaten Bandung yang meliputi urusan preventif dan kuratif.  Patah juga menjadi Kepala Pendidikan Kesehatan Jawa Barat pernah mendidik rupa-rupa seperti bidan, ahli hygenis dan asisten apoteker.  Dr.Patah juga salah satu pendiri Unpad  bersama dr.Hasan Sadikin, dr. Djunjunan Setiakusumah, dr. Chasan Boesoiri serta sejumlah dokter lainnya mendirikan Fakultas Kedokteran Unpad.

 

Plan Bandung menurut konsep Leimena-Patah  bertujuan memberikan pertolongan sesempurnanya bagi rakyat Bandung.  Prinsipnya koordinasi  rumah sakit pemerintah  dan partikelir di Bandung.  Setiap kewedanaan didirikan rumah sakit pembantu di bawah pimpinan juru rawat terpilih dan di bawah penilikan dokter-dokter dari rumah sakit pusat   Cara ini memudahkan pertolongan agar pasien tidak terlatar dan supaya pusat tidak menanggung risiko kejadian tempat penuh alias tidak mampu menampung pasien.   Bandung Plan ini sebetulnya cikal bakal apa yang kini dikenal sebagai puskesmas.

 

Di samping membangun sistem kuratif yang murah dan efesien dijalankan sistem preventif yang didasarkan auto aktifitas dan otonomi rakyat di desa,  seperti pendidikan hygiene pada rakyat serta mulai masih dalam kandungan hingga tua.  Rumah sakit pembantu mengawasi kebersihan rumah rakyat, pengawasan pasar dan warung.  Bandung  Plan mulai dijalankan sejak Juni 1951  di kecamatan Rancaekek dan Majalengk.  Bangunan pertama berikut infrastrukturnya menelan biaya Rp 3,5 juta.

Dr. M. H  pernah menulis sejumlah buku. Di antaranya  “Ilmu Kuman”  yang ditulisnya bersama  prof. Dr. Djoebana Wiradikaita  dan diterbitkan Kilat  Maju di Bandung  pada 1958.  Laporan lain yang saya temukan ialah yang ditulis jurnalis Pikiran Rakjat pada 6 Februari 1953 berjudul Experimen Pendidikan Guru Perawat  ketika Menteri  Kesehatan Indonesia  waktu  itu  Leimena  bersama dr.Patah (Inspektur Kesehataan Jawa Barat)  hadir dalam upacara pemberian ijazah pada sebelas  guru perawat, angkatan pertama  di Sekolah  Pendidikan Guru dan Perawat di Jalan Padjadjaran, Bandung.

“Pendidikan Guru Perawat (hingga waktu itu-penulis) adalah satu-satunya yang baru diadakan di Indonesia.   Maksud pendidikan ini ialah melatih para perawat yang terpilih untuk menjadi guru perawat yang kelak akan diberi tugas untuk menjadi guru dalam ilmu perawatan pada kursus-kursus perawtan di tempat diadakan sekolah-sekolah perawat, “ ujar Patah dalam laporan itu. 

Pendidikan Guru Perawat  di Bandung meruapakn pelopor dalam usaha Kementerian Kesehatan  untuk mengatasi kesulitan kekurangan tenaga para medis.  Pendidikan Guru Perawat  menghasilkan tenaga medis yang sangat penting masa itu baik secara kuratif maupun perventif  di kalangan sipil maupun tentara.   Pelajaran yang diberikan mengenai perawatan penyakit kanak-kanak dalam kebidanan kesehatan umum dan cara-cara ilmu perawatan modern  dengan jumlah jam pelajaran 220 jam.    

Gedung yang dijadikan tempat pengajaran di Jalan  Padjajaran  no. 60  memang diusahakan dr.Patah.  Semula akan dibuka pada April 1952.  Tapi ruang sekolah belum siap dan ditunda hingga Mei 1952. Badan Penasehat PGP  terdiri dari ketua: dr.Patah, Sekretaris dr. Admiral, anggota dr. Parjono dan dr. kornel.  Para pengajarnya Miss Murray dari ICN (organisasi perawat internasional), prof. Djuhana, Dr. Parwo Suwardjo, Lie Bho Tay dan beberapa guru lainnya.    

 

Irvan Sjafari

 

Sumber:

Pikiran Rakjat, 6 Februari  1953,  23 Maret 1953,  7 Januari 1959,

Kementerian Penerangan RI, Jawa Barat,  1953

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun