Di luar kota, Grand Hotel Lembang masih rutin menyelenggarakan pertunjukkan musik dan dansa hingga larut malam, di antaranya pada 18 dan 19 Oktober 1958. Karang Setra juga mengadakan pertunjukkan musik dan dan dan selingan reog pada waktu yang sama. Di tempat rekreasi ini juga ditawarkan sandiwara boneka dengan cerita keluarga bahagia pada minggu paginya.
Para pelajar dan mahasiswa juga tidak kalah mengadakan pertunjukkan hiburan. Pada 19 Oktober 1958 pelajar-pelajar di Bandung mengadakan pertunjukkan The Little Boys Band di Taman Lalu Lintas. Pada 9 November 1958 giliran Band BPI tampil di taman ini. Munculnya band-band remaja ini menandakan era baru di kota Bandung untuk menjadi kota musik.
Untuk kebutuhan anak-anak dan remaja di bawah naungannya, Gereja protestan di Jalan Bahureksa nomor 22 mengadakan bazaar di SMP Kristen pada 3-4 Oktober 1958 termasuk hiburan pemutaran film, aneka permainan seperti menembak,lempar bola, rumah setan levarde poppenkust. Untuk makanannya tersedia sate dan lontong, gado-gado, cendol, lemonade, serta aneka kue. Juga dipamerkan aneka kerajinan tangan, stand NV Suraco, Masion Femina, hingga demonstrasi menjahit dan memasak.
Tidak kalah dengan adik-adik pelajar sekolah menengahnya, para mahasiswa juga menunjukkan gairah membutuhkan hiburan. Misalnya saja, Ikatan Mahasiswa Bandung menyelenggarakan aktifitas hiburan dengan memutar film Doctor At the Sea yang dibintangi Dirk Borgade, Brigitte Bradot di Capitol pada 21 Oktober 1958 jam 10.00 hingga 15.30 dengan harga karcis Rp 1,50 hingga Rp2,50. IMABA berdiri pada 27 Juli 1957.
Pertunjukkan bersifat amal marak diadakan di kota Bandung. Misalnya Persatuan Wanita Cipaganti (Perwati) mengadakan pertunjukkan Sandiwara Kanak-kanak bertajuk “Kelintji Manis” di Gedung Panti Budaya pada 12 Agustus 1958. Pendapatan bersih untuk kegiatan sosial Perwati. Upit Sarimanah juga makin kokoh, pertunjukkan di Bioskop Siliwangi di Jalan Astananyar yang diselenggarakan Yayasan Pembina Universitas Padjadjaran mendapat sambutan baik. Upit mengiringi wayang golek sebagai sinden. Pemimpin wayang golek itu ialah Raden Tuteng Djohari.
Sabtu malam 1 November 1958 di Yayasan Kebudayaan Jalan Naripan menyelenggarakan Konser Karawitan Indonesia yang dibuka Kepala Jawatan Kebudayaan Kemneterian PPK Judakusumah. Hadir dalam acara Lektor KKI Pangeran Surjomihardjo, Kepala daerah Oja Somantri, Rachman Sainan dari DPRD Jawa Barat, Bupati pembantu di Kantor Gubernur Male Wiranatakusumah, serta Wali Kota Bandung Prijatna Kusumah. Konser itu menurut pernyataan Yudakusumah untuk menghidupkan kesenian daerah sebagai bagian kesenian nasional. Tidak hanya seni musik, tetapi juga seni tari, seni gamelan, dan perdalangan.
Pada 9 November 1958 pukul 20.00, giliran Aula Lyceum Kristen di Jalan Dago 181 menjadi tempat pertunjukkan sandiwara bertajuk “Mawar Hutan” yang diselenggarakan oleh Sing Ming Hui. Pada 10 November 1958 Dies Natalis Universitas Sariwegading dirayakan di Hotel Homann dengan malam gembira yang menghadirkan El Dolores Combo, Orkes Gumarang dan Hamidy T. Jamil dari Perfini menghadirkan artis seperti Aminah Cendrakasih, Nun Zarinah, Tuti Suprapto hingga pertunjukkan Serampang Dua Belas.
Awal Desember 1958 Braga Permai menjadi tempat pameran coklat untuk anak-anak. Dalam apmeran itu ditampilkan 1001 macam cokelat. Acara ini diselenggarakan dalam pekan anak-anak. Di Lyceum, juga diadakan pertunjukkan sandiwara boneka dari Chekoslowakia pada 6-8 Desember 1958. Pertunjukkan budaya lain di Yayasan Kebudayaan Naripan pada 13-15 Desember 1958 berupa kesenian Sunda menghadirkan Ika Rostika yang disebut sebagai pengganti Upit sarimanah, serta juara tembang Cianjuran lainnya.
Tempat pertunjukkan lainnya ialah Restoran dan Kolam Renang Karang Setra. Pada 9 November 1958 tempat rekreasi ini mengadakan pertunjukkan kecakapan dan ketangkasan anjing, seperti menghitung angka 1 hingga 30, bertinju, menolong orang yang terikat, serta mengisap sigaret dan pipa. Seminggu kemudian Karang Setra tenpat diselenggarakannya bukan saja malam dansa gembira, tetapi juga demonstrasi dansa oleh Hidayat dan Renske Veldhump dari sekolah dansa Sonje. Pertunjukkan dansa yang digelar mulai dari waltz, tango hingga quick step. Disebutkan pengiringnya adalah Irama Merdeka dengan biduanita Rosana. Pada minggu pagi juga diadakan pertunjukkan sandiwara boneka.
Umumnya pertunjukkan hiburan berlangsung mulus. Hanya ada satu insiden yang saya temukan terjadi pada Jum’at 31 Oktober 1958 ketika terjadi keributan di Bioskop Liberty (Jalan Kiaracondong, kawasan Cicadas) Bandung. Para penonton mengamuk dan membuat bangku-bangku di bioskop itu berantakan, pecahnya beberapa lampu dan bobolnya pintu gerbang muka. Pemutaran film “Djanjiku” yang dibintangi Raden Mochtar, Titin Sumarni dan Tina Melinda yang sedianya diputar pukul 18.30 ternyata tertunda dan hingga 20.00 belum berlangsung, karena rusaknya proyektor. Keributan bisa dihentikan dengan datangnya CPM dan polisi.
Bioskop Liberty termasuk bioskop untuk rakyat kebanyakan. Di dekatnya terdapat bioskop Taman Hiburan yang masa itu dikenal dengan bioskop Gerimis Bubar karena memang tidak beratap. Hampir tak beda dengan nonton film layar tancap, tempat duduknya seadanya terbuat dari lajur-lajur bangku tembok tempat duduk penonton. Bioskop-bioskop rakyat ini biasanya memutar film-film yang sudah diputar di bioskop kelas elite dan kebanyakan film Asia.