Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Lima Lagu Bimbo Menawan Hati

17 Desember 2015   13:12 Diperbarui: 17 Desember 2015   13:28 1354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Trio Bimbo"][/caption]Jika ditanya siapa penyanyi  favorit  saya untuk perempuan  solo saya menjawab, Andien, Yura, Fatin, Sherina dan Kikan Namara.  Kalau  untuk  pria  saya hanya menjawab dua:  Ebiet G Ade dan Franky Sahilatua (tentunya juga dengan Jane).  Bagaimana untuk Grup,  maka saya menjawab salah satunya adalah  Bimbo, grup vokal yang terdiri dari   Samsudin Hardjakusumah,Darmawan Hardjakusumah dan Jaka Purnama Hardjakusumah didirikan pada 1967.  Pada 1970-an  grup  asal Bandung  ini menambah personelnya menjadi IIn Parlina.

Saya  pernah mendengarkan lagu “El Condor Pasa” yang menjadi salah satu lagu di album perdana Bimbo yang anehnya justru rilis dengan lebel Fontana Singapura pada 1971, sebelumnya ditolak oleh Remaco. Lagu rakyat Amerika Latin yang dipopulerkan Simon and  Garfunkel  ini mampu dibawakan dengan piawai oleh mereka.  Bahkan lagu “Manis dan Sayang” dari Koes Plus  terdengar menyegarkan dan beda dengan penyanyi aslinya.

Dari  ratusan lagu (menurut berapa sumber sekitar 300 lagu)   yang pernah dinyanyikan Bimbo, ada lima lagu yang mempunyai kesan mendalam buat saya.  Tentunya alasan sangat personal, emosional bahkan sentimentil.  Berikut kelima lagu itu.

Melati  dari Jayagiri

Sumpah  ini lagu yang pernah dinyanyikan Bimbo yang paling menjadi favorit saya.  Memang tidak tiap hari saya mendengar,  tetapi kerap.  Penciptanya Iwan Abdulrachman pada 1968 kalau tidak salah.  Tetapi baru popular oleh Trio Bimbo pada 1970-an.  Namun bagi saya sendiri baru jatuh hati pada “Melati dari Jayagiri” ketika masih SMA sampai menjadi inspirasi  membuat sebuah cerita pendek yang baru selesai waktu kuliah dan saya sudah posting di Fiksiana  http://www.kompasiana.com/jurnalgemini/galeri-3-jelajah-jayagiri_550ae143a333119f1e2e3a92. Syairnya bila disimak mengandung makna tersirat entah memberikan inspirasi bahwa harapan itu selalu ada,  keindahan alam bahkan saya bisa tafsirkan cinta. 

Semua bagian lagu ini enak. Namun yang paling menyentuh sampai dalam adalah bagian.. Mentari kelak kan tenggelam/Gelapkan datang, dingin mencekam/ Harapan kubintangkan terang/Memberi sinar dalam hatiku.. Setiap  kali saya trekking di Jayagiri tembus Tangkubanparahu saya selalu ingat lagu ini, bahkan setiap kali berangkat ke Bandung.

Entah kebetulan saya punya sahabat pena sewaktu masih duduk di bangku SMA bernama Melati Chitra Jayagiri.  Tetapi tidak pernah kopi darat.  Sayangnya kami hanya  sempat bersuratan satu atau dua kali. 

Adinda

Pencipta lagu ini Titiek Puspa.  Lagu ini diciptakan  1970-an, tetapi saya baru jatuh hati pada lagu ini  di akhir  masa SMA hingga kuliah.  Lagu ini mempunyai tingkat kesulitan tersendiri karena terdiri dari tiga segmen yang menukik hingga klimaks di akhir lagu.   Padahal dalam ketiga segmen itu kata kuncinya hanya tiga  embun, permata hati dan matahari.   Lagu ini dilontarkan seorang laki-laki yang hanya cinta pada satu perempuan dalam seumur hidupnya dan bila diresapi bisa membuat menangis.

Adinda oh sayang Adinda/Namamu tiada duanya…kemudian diikuti oleh kalimat yang tak kalah menggetarkan  Sejuknya embun dini hari/sesejuk tutur  senyum yang kau beri/ Hangatnya sinar matahari/Sehangat cinta yang kau beri… Bagian  pembuka dilantunkan Acil  terdengar dengan begitu lembut tetapi  seperti datang dari hati. Kemudian di bagian tengah.. Sejakku mengenal dikau/Dunia tampak indah kemilau/ Aku hanya hidup untukmu… Syairnya membuat hati lulu.  Lagu   ini berakhir dengan lugas

Adinda dikaulah embun pagi/ Adinda dikaulah matahari/Adinda dikaulah permata hati/ Adinda cintaku Adinda… (lantang dan panjang dengan range suara tinggi).   

Aisyah Adinda Kita

Ketika lagu “Aisyah Adinda Kita” saya dengar pada 1980-an  siswi SMP dan SMA Negeri yang ingin memakai jilbab karena keyakinannya sebagai muslimah menghadapi tekanan berat.  Mereka diminta melepas jilbabnya  atau mereka keluar dari sekolah.  Saya punya kesan sendiri, karena adik kelas saya di sebuah SMP Negeri di Jakarta Selatan memilih keluar daripada disuruh melepas jilbab. Saya marah sekali karena itu hak asasi dia memakai jilbab.  Sampai sekarang  saya tidak bisa memaafkan  tindakan SMP saya.   Kini setahu saya dia jadi aktifis sebuah partai muslim  yang justru pandangan politiknya berbeda dengan saya.    

Kembali ke lagu  “Aisyah Adinda Kita”,  dengan backing vocal anak-anak  lagu ini memberikan semangat bahwa memakai jilbab tidak menghalangi  untuk berprestasi. Aisyah menjadi simbol muslimah berjilbab. Dia   bukan hanya pandai mengaji, tetapi juga dalam pelajaran dan pandai berorganisasi. Settingnya bulan Muharam 1401 hingga Muharam (1404 Hijrah).

Ada sepuluh Aisyah berbusana muslimah/Ada seratus Aisyah berbusana muslimah/Ada sejuta Aisyah berbusana muslimah…Syairnya dahsyat.  Seolah-olah pencipta lagu yang liriknya ditulis oleh Taufik Ismail sudah bisa memprediksi bahwa masa mendatang  akan ada jutaan muslimah dengan jilbabnya tidak saja hanya bebas di sekolah menengah  negeri tetapi juga menjadi ilmuwan, teknokrat, profesional  di berbagai bidang termasuk ranah hiburan.  Bahkan busana muslimah tidak kalah bergaya masuk menjadi bagian tren mode.

Saya tidak pernah mendengar lagu ini dinyanyikan penyanyi lain selain Bimbo. Mungkin karena terikat waktu 1401 H dan 1404 H.  Padahal  lagu ini enak didengar dan memberi inspirasi dan semangat yang tak lekang dimakan zaman.  Lagu ini termasuk yang paling saya putar ulang di Youtube.  “Aisyah Adinda Kita”  di mata saya bukan lagu religi (meski ada yang menganggapnya demikian),  tetapi lagu sosial, semacam counter culture bahwa mereka yang memakai jilbab juga simbol kekebebasan bereskpresi.

Balada Seorang  Biduan

Lirik “Balada Seorang Biduan”  ini ditulis oleh Taufik Ismail  yang punya makna dalam.  Saya mengenal lagu ini ketika masih kecil dan jadi lagu yang pernah saya nyanyikan waktu tugas seni suara di depan kelas waktu SMP. Tentunya suara tidak selantang Trio Bimbo dan Iin Parlina sebagai backing vokalis.  Nuansa  sosialnya era  1970-an, ada penyanyi muda  datang dari desa membawa gitar mengadu nasib.  Dia memang menjadi pujaan tetapi kehilangan kekasihnya,karena masa itu  nasib seniman  jatuh bangun.

Meskipun kau tersenyum/Namun orang pun tahu isi hatimu/lagumu lagu sendu/perjalanan hidupmu/ditinggal kekasihmu…Bagi saya lagu ini memberi inspiratif berani mencoba dan menghadapi realita kehidupan yang berputar seperti roda.   Sepertinya belum ada penyanyi lain  yang menyanyikan lagu ini memikat saya seperti Bimbo.  

Lailatul Qadar 

Lagu dari kategori religi yang paling  menyentuh hati saya adalah “ Lailatul Qadar”.  Lagu ini diciptakan pada 1970-an.  Liriknya dahsyat dan menggetarkan  sejak  bait  pertama :  Margasatwa tak berbunyi/Gunung Menahan Nafasnya/  Angin pun Berhenti/ Pohon-pohon pun tunduk dalam gelap malam/Pada Bulan Suci Qur’an turun ke Bumi…  Saya suka karena lagu ini enak didengar bukan saja pada Ramadhan tetapi juga saat sepi di kantor sendirian tengah malam ketika sedang mood bekerja.

Selain Bimbo, Grup Band Gigi juga mampu membawakan lagu ini dengan cara berbeda dan nuansa kekinian.  Begitu juga sejumlah penyanyi lain.  Namun  saya lebih suka  versi  Bimbo  1970-an yang  tidak pernah usang di telinga saya. Lagu ini salah satu menginspirasi saya untuk menulis sebuah cerpen-selain  diilhami oleh cerita Guru SD saya- yang juga dimuat di Fiksiana  http://www.kompasiana.com/jurnalgemini/galeri-5-suatu-malam_550b9448813311ef17b1e4c0

 

Irvan Sjafari  

NB:  Tulisan ini apresiasi saya untuk Bimbo Konser Indonesia Menyanyi 17 Desember 2015 di TIM Jakarta.

Foto:

Trio Bimbo (kredit Foto Okezone)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun