Nyaris tidak ada benturan di jalanan, karena supir bus ini jauh dari ugal-ugalan. Rupanya pihak Mayasari pada Bus AC rute tertentu menerapkan sistem komisi. Misalnya target Rp 200 ribuan terpenuhi, maka komisinya 15%. Penumpang dicek hanya yang naik dari Cilandak dengan tarif Rp 7.000 per penumpang (seingat saya waktu itu sekitar 2009) misalnya 70 penumpang. Itu yang dihitung. Ketika turun di Rawamangun, penumpang yang naik dari sana ingin ke Tanjung Priuk hanya bayar Rp 2000 atau Rp 3000 tergantung jauh dekat dan itu semua masuk kantung supir dan kenek. Begitu juga arah balik dari Priuk yang dihitung di pintu tol Rawamangun dan turun di Cilandak, nah penumpang yang naik dari Cilandak ke Ciputat ongkosnya tarif bus umum semuanya untuk supir dan kenek. Sistem ini mengingatkan pada Taksi Bluebird.
Satu-satunya aksi kekerasan yang pernah saya lihat di Bus 135 dilakukan dua orang pengamen –yang bukan “pengamen langganan” kami. Mereka naik memaksa dari Rawasari memukul kenek karena menahan mereka dan gaya mengamen dengan cara mengancam: “Saya baru keluar dari penjara!”. Pengamen-pengamen ini lolos karena tidak ada marinir yang naik siang itu. Saya geli sendiri di dalam hati ketika pengamen yang sama naik di waktu lain dan melihat ada beberapa marinir di dalam bus, mereka turun lagi.
Polisi lalu lintas lumayan di mata saya untuk rute Bus 135 ini, standar lah. Marinir kerap membantu ketertiban lalu lintas di kawasan Cilandak dan hasilnya memuaskan kalau mereka hadir. Entah mengapa kalau marinir yang jaga para biker mendadak menjadi, tidak arogan, peramah dan sopan. Bagaimana dengan Rawamangun? Polisi lalu lintas cukup berperan terutama di kawasan Cempaka Putih hingga Kelapa Gading (perempatan Coca Cola memang ada pos di situ karena rawan waktu isu kapak merah).
Setelah 2011 keberadaan Trans Jakarta yang semakin lengkap tampaknya membuat Bus Patas AC 135 merosot dan memang lebih praktis karena bisa berganti rute di tempat transit. Saya tidak terlalu mengamati era sesudah 2011 karena pindah kerja dan ketika harus meliput ke Kelapa Gading menggunakan Trans Jakarta. karena ongkosnya jatuhnya lebih murah. Namun saya masih melihat bus ini masih eksis dengan tarif hampir dua kali lipat era saya.
Irvan Sjafari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H