Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bandung 1958 (5) Jurnalis Perempuan Emma Joesoep, Theresa Zen dan Ratu Kadewanan Parahiangan

20 Oktober 2015   13:54 Diperbarui: 20 Oktober 2015   13:54 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pihak  kontra sudah melakukan “counter culture”  dengan memperkenalkan Tari Serampang 12 kepada muda-mudi.  Tetapi yang terjadi malah tren dansa  menjalar kekota lain.  Di Tasikmalaya misalnya  Tari Serampang 12  memang dilakukan muda-mudi di bagian depan  gedung atau rumah   tempat berlangsung kegiatan, tetapi di belakang mereka melakukan kegiatan dansa.    Umumnya para pelajar melakukan kegiatan dansa pada hari ulang tahun.  Seorang guru wanita di Sekolah Lanjutan Pertama  bahkan ikut kegiatan dansa (Pikiran Rakjat, 28 Juli 1958).

 

Kesadaran untuk melestarikan kesenian tradisional dilakukan Veteran Film Corporation dari Jakarta dengan mendokumentasikan beberapa petikan lagu-lagu yang dimainkan oleh musik angklung modern pimpinan Daeng Sutikna selama 40 menit.  Lagu-lagu ini dimainkan SGA Negeri II Bandung, di antaranya “Rayuan Pulau Kelapa” karya Ismail Marzuki,  “Mars Angkung” oleh Daeng Sutikna, serta lagu “Come Back to Surriento” dari Dean Martin yang popular 1950-an.   Lembaga ini juga mendokumentasikan lagu-lagu dari Mang Koko, seperti “Parahiangan”, “Bandung Betja”, dengan pesinden Ika Rostika.   Pada masa itu suara Upit Sarimanah juga direkam dalam piringan hitam dari Gamela  Sunda Pusaka, berisi antara lain lagu “Tjangkupileung, Leungiteun, Purwadaksina, Pemuda Desa” dan sebagainya  (Pikiran Rakjat, 17 Juli 1958).

                            

Daeng Sutikna dengan angklungnya adalah fenomena  bahwa kesenian Sunda bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman dan bisa  sesuai dengan arus budaya Barat.   Hal yang unik  di Kota Bandung dan sejarah membuktikan masih terjadi lagi hingga  kini.       

                     

Irvan  Sjafari

 

 

Catatan Kaki

 

  1. http://www.kompasiana.com/jurnalgemini/bukankah-para-jurnalis-yang-mempelopori-emansipasi-perempuan-di-indonesia_550feea8a33311c839ba7d60
  2. http://www.kompasiana.com/jurnalgemini/reinkarnasi-sebuah-kota-bandung-1950-6_550d8da4a33311231e2e3c2e
  3. http://www.kompasiana.com/jurnalgemini/nasionalis-dan-mandiri-citra-perempuan-di-mata-dua-penulis-perempuan-nanie-sudarma-dan-nilakusuma-dalam-pikiran-rakjat-awal-1951_552fa4ec6ea834e9098b457c
  4. http://jazzuality.com/jazz-artists/the-life-and-works-of-theresa-zen diakses pada 19 Oktober 2015.
  5. Haque, Shahnaz She Can’t : Catatan Inspiratif Wanita Sang Pendobrak, Jakarta: Gramedia 2009, hal.166

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun