Hitung-hitungan Siapa Kandidat Pilwakot Depok dan Persoalan Kota: Pandangan Pribadi
Peta politik di Depok menjelang Pilwalkot mendatang saya prediksi untuk sementara hanya terdapat dua atau tiga kelompok koalisi partai. Saya kira juga sampai hari H paling banyak hanya tiga pasangan, Apalagi tertutupnya peluang calon independent.
Kelompok pertama kemungkinan besar dari PKS yang dengan figur kuatnya KH Idris Abdul Somad (Wakil Walikota sekarang) atau Imam Budi Hartono. Partai Gerindra beberapa waktu lalu jelas menyatakan berkoalisi dengan PKS . Instruksi Prabowo Subianto agar kursi walikota diberikan pada PKS walau hanya 6 kursis di DPRD Depok dan Gerindra lebih banyak 9 kursi, tetapi partai ini memperhitungkan kuatnya militansi kader dan jaringan akar rumput yang kut dari partai berlambang bulan sabit kembar ini.
Siapa wakilnya? DPC Gerindra Depok mengusulkan nama Pradi Supriatna ke DPP Gerindra. Figur Pradi kuat di kota ini. Usia Ketua DPC Partai Gerindra Depok relatif muda, kelahiran 1970 aktif di Persikad Depok, organisasi masyarakat Betawi (warga Betawi cukup banyak di Depok), datang dari pengusaha. Lagipula juga pernah menjadi bertanding di pilwakot dengan menjadi pasangan Yuyun, namun kalah dari pasangan Nurmahmudi/Idrus Somad.
Sosialisasi Idris Somad sudah terasa dengan safari Rhamadannya ke wilayah-wilayah lintas demografi yang berbeda seperti Cinere wilayah menengah atas hingga basis PKS sendiri di Beiji. Bisik-bisik di kalangan warga Depok yang saya temui menyebutkan bahwa Idris Somad lebih “down to earth” dibandingkan walikotanya yang sekarang. Menetapkan Idris Somad sebagai calon saya kira lebih jitu daripada mendorong isteri walikota untuk menjadi calon.
Satu-satunya persoalan pasangan ini justru datang dari PKS yang “belum ketok palu” sebetulnya punya calon lain, yaitu Imam Budi Hartono, mantan tim suksesi Ahmad Heriawan. Selain itu pria kelahiran Jakarta 1968 dan sarjana Teknik Kimia UI ini pernah menjabat Ketua Fraksi PKS DPRD Jawa Barat. Sementara Idris Somad bukan kader PKS. Tetapi di atas kertas rasanya Idris Somad/Pradi lebih kuat, daripada harus bongkar lagi.
Koalisi Kedua
Saya tidak melihat calon dari PDI Perjuangan yang berkoalisi dengan Golkar dan PPP mampu menggoyahkan Somad-Pradi (kalau mereka jadi). Belum apa-apa sudah koalisi ini sudah punya beberapapersoalan. Pasalnya entah apa hitung-hitungannya yang didorong oleh PDI Perjuangan Pusat sebagai calon ialah Dimas Oky Nugroho yang tampaknya keinginan pusat dan mengabaikan penjaringan yang dilakukan DPC PDI Perjuangan. Itu sebabnya rapat kerja cabang khusus (rakercabsus) PDI Perjuangan pada 21 Juli lalu didemo sejumlah kader partai berserta organisasi masyarakat yang tergabung dalam Masyarakat selamatkan Kota Depok (Maskod).
Latar belakang Dimas yaitu Konsultan Politik dari Akar Rumput Strategic Consulting (ARSC) dan juga masuk dalam salah satu tim ahli di kantor Staf presiden Jokowi-JK rasanya belum cukup. Saya meragukan calon ini bisa mengimbangi figur Idris Somad, sementara figur lebih kuat seperti Rieke Dyah Pitaloka belum tentu bisa menarik masyarakat Depok yang cukup banyak yang religusnya.
Pendamping Dimas sebagai calon wakil ialah Babai Suhaemi adalah Ketua DPD Partai Golkar Kota Depok bisa jadi masih punya massa pendukung. Kalau berdasarkan kursi di parlemen koalisi ini kuat dengan PDI Perjuangan 11 kursi, Golkar 5 kursi dan PPP 4 kursi. Tetapi apakah pemilih parpol bakal identik dengan pemilih pilwakot mendatang, saya meragukan hal itu. Selain itu rekan koalisi PDI Perjuangan Golkar dan PPP punya persoalan internal di pusatnya dan bisa jadi mempengaruhi akar rumput. Terbukti pada 24 Juli yang lalu Ketua Umum Partai Golkar versi munas Ancol, Agung Laksono, menolak Ketua DPD Golkar Depok, Babai Suhaimi dicalonkan sebagai walikota atau wakil walikota Depok dari Partai Golkar pada Pilkada 9 Desember 2015 mendatang (http://www.depokraya.com/berita-depok/agung-laksono-tolak-pencalonan-babai-suhaimi-jadi-calon-walikota-depok/)
Koalisi ketiga kemungkinan datang dari PAN, jika bisa menggandeng Demokrat, Nasdem, Hanura dengan total 15 kursi di parlemen malah mungkin menjadi kuda hitam. Nama yang disebut dalam koalisi ini awalnya ialah Hasbullah Rahmad (Ketua DPD PAN Kota Depok). Latar belakangnya sebagai anggota DPRD Jawa Barat dari PAN membuktikan dia sudah punya massa kuat. Namun belakangan Hasbullah menyatakan mundur dari pencalonan (http://www.depokraya.com/berita-depok/hasbullah-mundur-dari-bursa-calon-walikota-depok/). Tidak terlalu jelas apa hitung-hitungan Hasbullah, tetapi koalisi ketiga sudah kehilangan calon yang cukup kuat.
Hanya saja pertanyaannya siapa yang mendampinginya dan apakah tiga partai tersisa mendungnya dan kalau pun jadi konsistensi koalisinya menentukan. Tetapi secara internal partai para pengusungnya serupa dengan koalisi PKS-Gerindra : tidak punya persoalan internal.
Para kandidat dan Persoalan di Depok
Prediksi saya sementara rasanya pasangan Idris/Pradi menjadi kandidat terkuat. Survei sementara Indobarometer, juga menyatakan hal yang sama bahwa pasangan IAS-Pradi meraih angka popularitas 30 persen. Sementara, pasangan Dimas-Babai Suhaeimi meraih 17 persen suara (Depoknews, 24 Juli 2015). Setidaknya di kecamatan di luar Kecamatan Cinere (dan sebagian Limo) yang punya demografi berbeda dengan wilayah Depok lainnya. Sebagai warga Cinere-Limo, saya memberikan perspektif lain.
Di kalangan warga Cinere (dan sebagian Limo) kurang puas dengan pemerintahan kota sekarang terutama soal infrastruktur: janji bahwa perlebaran jalan dari Jalan Bandung hingga Jalan Jakarta hingga Markisa, Penerangan Jalan umum, drainase, hingga sampah. Itu yang saya dengar dari obrolan dengan beberapa kawan. Padahal dari segi pendapatan pemkot,kontribusi wilayah ini besar. Kemungkinan pemilih di wilayah ini banyak yang tidak peduli pada pilwakot mendatang. Bisa jadi partisipasinya kecil. Ibaratnya warga kawasan ini dormitory (numpang tidur saja) karena mereka rata-rata bekerja di Jakarta dan tidak anyak bersentuhan dengan kehidupan Depok, kecuali kemacetan. Mungkin saja ada perubahan kalau persoalan infrastruktur diselesaikan dalam sisa masa jabatan dan sosialiasi tim suksesinya juga besar. Lawannya? Dimas/Babai rasanya tidak dikenal di wilayah ini. Lain ceritanya kalau pasangan Dimas adalah Nurul Arifin.
Di wilayah lain program seperti bantuan kematian Rp 2juta dari obrolan dengan sejumlah warga, cukup disambut baik terutama dari kalangan menengah bawah. Namun persoalan infrasktur seperti pembangunan perluasan RSUD Depok (yang pasiennya terus membludak) masih belum terwujud. Jumlah penduduk Depok menurut Kementerian Dalam Negeri 1.633.095 jiwa dengan jumlah pemilih 1.203.134 jiwa. Sementara pemerintah Kota Depok menyebutkan jumlah penduduknya 2.042.391 jiwa dan pemilihnya 1.496.994 jiwa (Koran Tempo 22 Juli 2015).
Irvan Sjafari
Ilustrasi Kota Depok (Sumber Foto: Wikimedia)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H