[caption id="attachment_420114" align="aligncenter" width="300" caption="Taman batu"]
[caption id="attachment_420115" align="aligncenter" width="300" caption="taman batu"]
Kami melanjutkan perjalan dan tiba di shelter di mana terdapat beberapa warung makan tepat tengah hari. Kami menikmati indomie telur yang terasa lezat waktu itu. Benar-benar lapar. Di shelter kami bertemu rombongan mahasiswa NHI dan beberapa anak muda dari Jakarta yang juga kelelahan. Heran juga saya, masih ada anak muda cewek ke tempat seperti ini menggunakan rok pendek (salah satu wisatawan Jakarta). Pakai jalur yang sama seperti kami. Katanya dia tidak menyangka bakal mendaki dari bawah begitu curam dan lebih dari satu jam. Untung tidak ada binatang seperti lintah atau ulat yang bisa bebas merayap di kakinya yang nyaris tak terlindung. Hanya ada cacing tanah yang mati kepanasan. Kalau saja dia terpelset lebih mudah cidera, dibanding menggunakan celana panjang. Toh, empat anak muda itu (semua mahasiswa) puas berselfie dan tidak menjawab komentar kawannya di Jakarta ada di mana mereka berada. Biar disangka mereka berada di kawasan terpencil. Tersenyum juga saya mendengar candaan mereka.
Rupanya kami semua baru tahu bahwa di dekat shelter itu ada arena parkir kendaraan dan pangkalan ojek. Dari ibu penjual indomie kami diberitahu bahwa Taman Batu ini ditemukan enam bulanan yang lalu oleh beberapa pemanjat tebing. Tadinya hanya kebun dan pohon-pohon. Kejadiannya seperti penemuan Tebing keratin, yang pernah saya tulis juga baru tren. “Di sekitar Taman Batu dan Goa Pawon terdapat 50 rumah warga. Aktifitas sampai pukul enam sore,” tutur ibu itu.
Kami kemudian melanjutkan perjalanan sekitar lima menit dan melewati pepohonan di mana kera saling bekejaran. Hasilnya kami menjumpai hamparan batu yang tersusun secara alami begitu eksotis dan indah. Luasnya ribuan meter persegi, saya perkirakan lebih luas dari alun-alun Bandung, mungkin empat atau lima kalinya. Beberapa tingkat, namun banyak tempat landai. Ketinggian batunya juga variasi, mulai dari satu hingga lebih dari 20 meter.
Bebeberapa anak muda di puncak batuan tinggi untuk berselfie. Berani juga, karena kalau jatuh fatal akibatnya. Beberapa bagian formasi batu itu disukai Widya, karena mengingatkannya pada suatu tempat di Bali, yaitu berbentuk lorong. Saya justru lebih ingat panorama seperti ini mengingatkan pada masa purbakala. Secara keseluruhan anak-anak cukup aman dibawa ke kawasan Taman Batu atau Stone Garden ini asalkan bukan dari jalur mendaki, tetapi mengendarai mobil ke area parkir. Namun bagi remaja hingga dewasa muda sebaiknya satu paket dengan Gua Pawon, sensasi petualangannya sangat terasa.
Setelah satu jaman menjelajah saya dan Widya turun dengan ojek dengan tarif yang sama ketika naik ke jalan Padalarang-Bandung. Dari sana kami kembali menggunakan angkot ke Situ Ciburuy dan kembali ke Bandung dengan Bus Damri. Badan rasanya remuk redam, tetapi dengan kepuasan luar biasa.
Cara Mencapai Situs Goa Pawon
Bus Damri (AC) dari Alun-alun Bandung ke Situ Ciburuy Rp10.000/orang
Angkot ke arah Rajamandala berwarna kuning Rp4000/orang
Jalan Masuk Goa Pwon ke Gerbang loket ojek Rp10.000/orang
Harga Tiket Rp 5500/orang
Bandung 23 Mei dan Jakarta 25 Mei 2015
Irvan Sjafari, Widya Yustina,
Foto-foto Irvan Sjafari dan Widya Yustina