Mohon tunggu...
Yesaya Sihombing
Yesaya Sihombing Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Seumur Hidup

Membaca, mengamati, dan menulis beragam hal, mulai dari yang receh sampai yang seriyess

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Politisasi Blunder

22 Februari 2019   08:14 Diperbarui: 22 Februari 2019   08:51 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pilpres semakin mendekat, namun rasanya kampanye program para paslon tak banyak terlihat. Yang ada malah saling nyinyir dan menjatuhkan. Lebih-lebih kalau ada paslon atau TKN yang selip lidah atau ngomong kebablasen. 

Setelah musim 'sontoloyo' dan 'genderuwo' berakhir, terbitlah 'propaganda Rusia' dan puisi 'Doa yang Ditukar'. 

Frase 'propaganda Rusia' yang disampaikan Jokowi justru memantik reaksi sanggahan dari duta besar Rusia. Ya mungkin Jokowi hanya meminjam terminologi suatu teori, namun berhubung ada kata 'Rusia'nya, ya jadi menimbulkan kontroversi di sana sini. TKN seberangpun langsung menggoreng dan melahap isu ini dengan gencar.

Di lain pihak, publik juga dihebohkan dengan puisi 'Doa yang Ditukar'nya Fadli Zon, politisi Gerindra tersohor, merangkap wakil ketua DPR. Bisa jadi niatan puisi tersebut ingin menyindir suatu pihak, namun apa daya ada pihak-pihak lain yang juga merasa tersindir. 

Kata 'kau' yang dipakai di puisi tersebut dianggap oleh beberapa pihak merujuk pada salah satu kyai sepuh di negeri ini, ya..walaupun sudah dibantah. Pinter juga ya Om Fadli Zon bikin judul puisi, macam judul sinetron yang pernah terkenal di suatu stasiun tipi itu.

Blunder-blunder macam ini jadi makanan empuk buat TKN untuk saling serang. Keramaian di Twitter tak terhindarkan. Muncul trending-trending mengenai blunder tersebut. Tidak sampai di situ saja, media juga mendapatkan keuntungan, berita mereka jadi rame ya tho..

Di TvOne, ada pembahasan mendalam tentang frase 'propaganda Rusia'.. anda kabarkan kami putuskan..yuk.. Lalu di MetroTV ada 'pelajaran bahasa' tentang pendalaman puisi bang Fadli Zon berjudul Doa yang Ditukar..knowledge to elevate..yeah..  Oya, by the way jelang pilpres ini, bagi kita yang biasa naik bus malam dan istirahat di suatu rumah makan, kita dapat dengan mudah menebak preferensi politik pemilik rumah makan tersebut dengan melihat channel TV apa yang ditayangkan di sana.

Ibarat pertandingan bola, pilpres kali ini bukan lagi tentang saling adu strategi dengan permainan cantik yang menawan. Sebaliknya kedua kubu saling menunggu lawan melakukan kesalahan, menunggu blunder, yah mirip-mirip strategi Mourinho yang sudah dipecat dari MU itu. 

Emang sih ada saat di mana strategi itu sangat berhasil, namun seringkali strategi itu tidak menarik bagi para penonton. Sehabis Mou dipecat, MU justru tampil trengginas dan menang beruntun dalam beberapa pertandingan. Alhasil fans MU yang tadinya males nonton pertandingan MU, sekarang jadi semangat lagi (ya ga sih?).

Betapa senangnya para politisi di TKN ketika pihak rival melakukan blunder. Mempolitisir blunder memang sah-sah saja di dunia kampanye. Walaupun melakukan politisasi blunder sesungguhnya bukan langkah yang keren-keren amat. Mengapa?

Pertama, tidak akan efektif menarik simpati para golput. Padahal baru anget juga kemarin-kemarin dibahas tentang kaum golput yha kan.. Kok rasanya strategi TKN tidak responsif untuk mendapat simpati para golputers. Kira-kira TKN mikir ga ya kalau saling serang kesalahan lawan adalah hal yang sama sekali tidak menarik buat kaum golput. 

Mbok ya diubah gitu strateginya. Jangan fokus ma blunder lawan melulu. Berikanlah alasan yang menarik bagi para golput untuk berubah pikiran gitu loh..

Kedua, boros energi. Energi yang tadinya bisa buat menjelaskan program-program paslon
justru dihabiskan untuk menguliti blunder lawan. Yah ibarat energi untuk ngerjain skripsi dihabiskan untuk ngejar chicken dinner, eh.. udah ga dapet chicken dinner, emosi pula, bad mood pula..

Ketiga, rakyat dijejali tontonan tak sehat. Kalau tiap hari yang ditonton cuma saling menjatuhkan, mau jadi apa rakyat kita nanti ya khan.. belum lagi bapak-bapak ibu-ibu yang suka share di WAG, mereka terus mendapat asupan tak henti untuk nge-share apapun yang bertujuan menjatuhkan paslon yang tidak didukung.

Keempat, waktu sosialisasi program paslon berkurang. Dengan pilpres yang makin mendekat, seyogyanya masyarakat dijejali berbagai program yang dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk menentukan pilihannya. Jadi kita dapat memilih paslon karena program-program yang rasional dan menjanjikan, bukan karena politisasi blunder salah satu paslon. 

Ibarat pengen mempersunting seorang cewek tapi cara meyakinkannya adalah dengan menyebut kesalahan-kesalahan mantan cewek itu, yha gimana..Cewek itu butuh kemantapan program masa depan. Eh malah bahas cewek pulak..

Dapat dikatakan bahwa kedua paslon sama-sama sudah pernah melakukan blunder (walaupun mungkin mereka tidak akan mengakuinya). Seharusnya pelajaran itu tidak terulang kembali karena akan kontraproduktif bagi pembelajaran demokrasi kita. Mempolitisasi blunder lawan mungkin akan membuat euforia kemenangan sesaat, namun tidak baik jika terus menerus mengandalkan strategi tersebut. 

Masih banyak rakyat 'akal sehat' (pinjam istilah seorang tokoh) yang menanti program nyata dari para paslon, bukan sekedar drama-drama yang menyita perhatian publik.

Ah sudahlah, mo blunder seperti apapun semoga rakyat Indonesia tidak terlalu terbawa perasaan (baper) dan masuk golongan para penunggu blunder, blunder yang nantinya terus digoreng menjadi komoditas politik untuk menjatuhkan lawan.

Semoga sih media juga tidak terlalu memberi porsi berlebihan bagi drama-drama politisasi blunder di negeri ini.

Lagipula, kata orang bijak:
"Success does not consist in never making blunders, but in never making the same one a second time." Josh Billings
Kira-kira terjemahan bebasnya demikian : keberhasilan bukan didapatkan karena tidak pernah melakukan blunder, namun karena tidak pernah melakukan blunder yang sama untuk kedua kalinya.


Masih ada waktu sampai April mendatang, semoga kita semua semakin waras menilai semua yang ditampilkan para politisi, TKN dan paslon..
Akhirnya saya teringat guyonan berbahasa Jawa di radio, "Blunder blunder digoreng jenenge opo.?" "Onde-onde.." "halah.." (demikian guyonan berbahasa Jawa di suatu radio tersebut diplesetkan seperlunya hehehe )
Salam blunder..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun