Mohon tunggu...
Junjung Widagdo
Junjung Widagdo Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 1 METRO, LAMPUNG

Nomine Penulis Opini Terbaik pada Kompasiana Awards 2024

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tirai Jingga

21 November 2024   20:45 Diperbarui: 21 November 2024   21:01 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Perahu Ayah (KOMPAS/ARBAIN RAMBEY)

Ada sesuatu tentang Tirai yang tak pernah bisa kujelaskan. 

Aku mencoba memahami alasan Ayah melarangku menikahi Tirai. Ayah yang penuh kasih, tidak mungkin menjadi penghalang kebahagiaanku tanpa alasan.

Wajar saja, meski anaknya seorang kiyai di desaku, Tirai justru jauh dari pola kehidupan beragama. 

Selepas tamat Madrasah Ibtidaiyah, ayahnya mencoba menyekolahkan Tirai ke Kota. Berharap dia akan menjadi pembaharu bagi keluarganya yang hanya mengenal pesantren sebagai pendidikan. 

Namun, kota justru menyeretnya ke dalam pergaulan bebas. Gemerlap kebebasan tanpa batas menenggelamkan akar agamanya.

Kedekatanku dengan Tirai baru terjalin setelah dia kembali dari kota, dengan kabar bahwa dia tidak lulus dari sekolahnya di kota. 

Dengan senyum yang sama dan aura baru yang lebih dewasa, aku jatuh cinta lagi dan lagi seolah dunia tak pernah berhenti mengulang keajaiban itu.

Padahal, aku bukanlah orang yang mudah jatuh cinta. Tapi Tirai adalah pengecualian, seakan semesta sengaja menciptanya untuk mematahkan prinsipku.

Setiap kali mata kami bertemu, hatiku bergetar, seolah ada simfoni tak kasatmata yang hanya kami berdua pahami. Rasanya seperti dunia berhenti sejenak, membiarkan kami tenggelam dalam harmoni yang indah dan memikat.

Aku ingin berbakti pada Ayah, tapi di sisi lain, aku juga mencintai Tirai dengan sepenuh hati. 

Berulang kali aku katakan kepada Tirai, ayahku adalah segalanya bagiku. Sebagai anak bungsu, tak mungkin aku pisah rumah dengan ayah setelah menikah, apalagi setelah kepergian ibu yang baru saja terjadi satu tahun lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun