Sekolah-sekolah sering kali harus mengatur siasat untuk menambal kekurangan dana ini, yang akhirnya mengorbankan kualitas pendidikan itu sendiri.
Mekanisme pendanaan pendidikan harus menjadi sorotan utama bagi pemerintahan Prabowo-Gibran. Harus ada evaluasi yang menyeluruh, termasuk mempertimbangkan pengembalian Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) seperti yang pernah diterapkan sebelumnya.Â
Pendidikan, tanpa diragukan lagi, membutuhkan partisipasi aktif dari seluruh pihak, bukan hanya pemerintah. Seperti yang diungkapkan dalam pepatah Jawa, "Jer basuki mawa beya", segala bentuk keberhasilan dan cita-cita memerlukan pengorbanan.Â
Dalam konteks pendidikan, pengorbanan ini tidak hanya terbatas pada pemerintah, tetapi juga melibatkan partisipasi orang tua sebagai bentuk tanggung jawab bersama.
Orangtua yang mampu seharusnya berperan lebih aktif, tidak lagi menganggap kontribusi mereka sebagai sumbangan sukarela, melainkan sebagai investasi wajib demi masa depan anak-anak mereka.Â
Tentunya, sistem ini harus dirancang dengan prinsip keadilan, di mana siswa dari keluarga kurang mampu tetap mendapatkan keringanan.Â
Asas gotong royong harus menjadi landasan, di mana seluruh komponen masyarakat berkontribusi sesuai kapasitas masing-masing, dengan tujuan akhir memajukan kualitas pendidikan nasional.
Sekolah sebagai Tempat Belajar
Sekolah harus menjadi tempat yang murni untuk kegiatan belajar mengajar, namun kenyataannya, banyak sekolah terbebani dengan tugas-tugas yang seharusnya bukan menjadi tanggung jawab mereka.Â
Bantuan yang diberikan oleh pemerintah, seperti dana untuk pembangunan sarana prasarana, sering kali harus dikelola secara mandiri oleh sekolah.Â
Ironisnya, sekolah yang berfungsi untuk mendidik generasi muda justru dibebani dengan tanggung jawab administratif yang rumit dan jauh dari kompetensi mereka.Â