Mohon tunggu...
Junjung Widagdo
Junjung Widagdo Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 1 METRO, LAMPUNG

Nomine Penulis Opini Terbaik pada Kompasiana Awards 2024

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan di Ujung Tanduk

12 Oktober 2024   09:57 Diperbarui: 13 Oktober 2024   13:31 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kericuhan kerap terjadi saat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dilaksanakan. Sistem penerimaan saat ini dirancang untuk menghapus pelabelan sekolah unggulan dan non-unggulan.

Namun, menghilangkan pengkastaan dalam kehidupan sepenuhnya adalah sesuatu yang tidak mungkin. Pengkastaan terjadi secara alami. Sayangnya, banyak yang menutup mata terhadap kenyataan ini dan berpikir bahwa tanpa pengkastaan sekolah, semuanya akan baik-baik saja.

Ironisnya, PPDB sekarang jauh lebih rumit dan justru meminggirkan siswa-siswa berprestasi. Menurut saya, dasar pemeringkatannya juga rentan dimanipulasi.

Akibatnya, banyak siswa yang kini tidak lagi termotivasi untuk meraih nilai sempurna. Tanpa motivasi ini, mereka enggan belajar, hingga akhirnya kompetensi dan pemahaman mereka merata rendah.

Akan Sampai Kapan?

Entah siapa yang memulai dan kapan ini dimulai, mencari jawabannya seperti mencari siapa yang salah dan siapa yang benar. Namun, satu hal yang paling utama adalah menyadari bahwa dunia pendidikan Indonesia sedang tidak baik-baik saja.

Peringkat PISA yang berada di posisi terbawah, serta rendahnya integritas penelitian, adalah tanda-tanda yang sangat memprihatinkan.

Hal-hal ini seharusnya menjadi bahan introspeksi bersama, baik bagi guru, orang tua, maupun pemangku kepentingan, agar dapat menemukan solusi yang efektif terhadap berbagai permasalahan ini. Sebab yang dipertaruhkan adalah masa depan dan kompetensi anak-anak kita.

Dengan nilai rapor yang selalu tinggi, tanpa perangkingan, anak selalu naik kelas, dan tidak perlu pintar-pintar amat untuk masuk sekolah favorit karena asal dekat pasti diterima. Semua ini justru menghambat perkembangan siswa dalam mencapai potensi optimal.

Saat ini, anak-anak tidak lagi termotivasi untuk belajar, memahami materi, atau meraih nilai tinggi. Tidak mengherankan jika kini ramai di X dan TikTok cerita tentang siswa yang tidak bisa membaca, menulis, dan berhitung (calistung), atau siswa kelas IX SMP yang tidak mampu mengerjakan perkalian sederhana seperti 6 x 2.

Guru pun terjebak dalam dilema antara menjaga integritas atau mendapatkan label buruk jika memberikan penilaian yang sesuai dengan kenyataan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun