Hujan membuat saya merasa tenang. Saya ingin berteriak keras dalam hujan, ingin menangis dalam hujan, meluapkan emosi dalam derasnya hujan, hingga air mata tak lagi malu mengalir sebab tersembunyi dalam hujan.Â
Selama ini saya selalu bersembunyi dalam stereotip seorang 'ayah' dan seorang 'laki-laki' yang pantang cengeng. Nyatanya, mental saya ternyata terkikis.
Selama ini saya tidak menyadari bahwa saya membutuhkan istirahat, perlunya jeda untuk merelaksasi diri. Selama ini, saya bekerja keras dengan waktu yang terbatas, hingga lupa akan pentingnya kewarasan.
Â
Sebuah Pencegahan
Saya tidak ingin 'mencemari' komunikasi di berbagai grup dengan tanggapan spontan yang bisa menghasilkan kata-kata yang tidak pantas. Saya khawatir bahwa saya mungkin akan merespons dengan cara yang tidak pantas.
Sebelum saya keluar dari berbagai grup kedinasan, saya menerima telepon dari seorang rekan sejawat. Saya tidak tahu mengapa, saya tiba-tiba menjawab dengan nada yang tajam dan marah.
Padahal, rekan saya tidak mengatakan hal yang menyebabkan reaksi itu, dia bicara dengan santai. Saya merasa bersalah dan mulai khawatir, "Apakah saya sedang mengalami gangguan mental?"
Sadar akan perubahan tiba-tiba dalam perilaku saya, saya semakin mantap untuk keluar dari berbagai grup kedinasan.
Pada saat itu, saya merasa marah, tetapi saya bingung, marah kepada siapa? Kesal terhadap siapa? Saya tidak bisa menjawab pertanyaan itu dengan jelas.Â
Yang saya rasakan hanyalah kemarahan ketika ada sesuatu yang mengingatkan saya tentang kedinasan, entah itu pesan di grup atau sekadar memikirkan rekan sejawat.
Saya bersyukur karena saya segera menyadari. Dan yang patut saya syukuri adalah bagaimana saya bisa merasakan bahwa ada yang tidak beres sehingga saya mantap untuk menepi sejenak, mengambil satu hari libur untuk mengembalikan kewarasan saya.
Konflik Selalu Ada
Setiap manusia pasti mengalami konflik. Omong kosong jika dunia ini tanpa konflik, sekecil apapun pasti setiap orang punya konflik, baik dalam skala kecil, sedang, maupun besar.