Pemilu bukan sekadar rutinitas politik, melainkan pesta demokrasi yang menentukan masa depan negara. Namun, kesadaran akan caleg sering terabaikan. Harus ada perhatian lebih untuk memastikan pemilih memiliki pemahaman yang memadai tentang calon yang dipilih, sehingga pemilu menjadi instrumen penting dalam mewujudkan aspirasi rakyat.
Pemilu tidak sekadar merupakan acara rutin dalam agenda politik negara, tetapi seharusnya dianggap sebagai pesta demokrasi yang membawa dampak besar bagi arah dan masa depan negara.Â
Saat kita mencoblos pada tanggal 14 Februari mendatang, kita tidak hanya memilih presiden dan wakilnya, tetapi juga menentukan siapa yang akan menjadi wakil kita di parlemen.
Namun, seringkali kita kurang menyadari pentingnya pengetahuan tentang calon anggota legislatif (caleg) yang akan kita pilih.Â
Kesadaran akan hal ini menggarisbawahi urgensi adanya survei yang tidak hanya menyasar pada elektabilitas calon presiden dan wakil presiden, tetapi juga memperhitungkan pengetahuan masyarakat tentang caleg. Sayangnya, survei-survei yang ada sering kali mengabaikan aspek ini.
Ironisnya, momen pemilihan ini seharusnya menjadi titik penentuan bagi arah negara, namun pengetahuan mengenai caleg terabaikan.Â
Melalui pemilihan ini, kita menyerahkan tanggung jawab pembuatan kebijakan penting kepada para wakil yang kita pilih. Namun, tanpa pemahaman yang memadai tentang calon tersebut, kita mungkin tidak dapat memilih secara bijak.
Kekhawatiran muncul terkait besarnya anggaran yang dikeluarkan untuk pemilu, yang mencapai angka yang sangat besar.Â
Pemerintah harus memastikan bahwa tujuan pemilu sesuai dengan harapan rakyat, yaitu menghasilkan wakil-wakil yang benar-benar mewakili suara mereka di parlemen.Â
Namun, ada risiko bahwa anggaran yang besar tersebut tidak sebanding dengan kualitas tujuan yang akan dicapai.
Jika pemilu hanya berakhir sebagai sebuah rutinitas lima tahunan yang sekadar memenuhi formalitas dalam sistem demokrasi, maka negara ini akan sangat merugi.Â