Mohon tunggu...
Junjung Widagdo
Junjung Widagdo Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 1 METRO, LAMPUNG

Nomine Penulis Opini Terbaik pada Kompasiana Awards 2024

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menyoal Peringkat Kelas, Kenapa Dihilangkan?

3 Desember 2023   07:12 Diperbarui: 3 Desember 2023   21:43 1016
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: KOMPAS.id

Dan ketika tidak ada pemeringkatan maka bisa ditebak, akhir semester tidak lagi menjadi sebuah kejutan bagi mereka. Tidak ada yang spesial di akhir semester dan pada pembagian rapor, semua berjalan biasa saja tanpa ada yang istimewa sama sekali, yang spesial hanya liburnya saja, hehe.

Hal ini membuat iklim saling terpacu dalam belajar menjadi rendah, sebab tidak ada sebuah penghargaan ataupun peringkat yang di nanti. Saya masih ingat dulu saat-saat SD, selalu terpacu untuk jadi yang palingng paham atau hapal dalam mata pelajaran di kelas. Bahkan saya masih ingat, bagaimana saya bela-bela in untuk belajar di siang, sore, malam dan pagi hari hanya untuk bisa paham dan mendapatkan peringkat terbaik di dalam kelas.

Penulis khawatir dengan peniadaan peringkat kelas justru menjadikan banyak siswa menjadi abai terhadap pembelajaran yang dijalani.

Susah melakukan refleksi

Jika dulu saya mudah untuk melakukan refleksi pada pembelajaran yang telah diikuti selama satu semester dengan melihat peringkat di kelas, terus kalau sekarang mana mungkin bisa membuat refleksi atas pembelajaran yang sudah diikuti, peringkat kelas saja tidak ada.

Hal ini juga membuat saya selaku orangtua menjadi susah untuk memantau, melihat sejauh mana perkembangan anak kami di kelas. Apakah termasuk siswa yang tertinggal atau masuk dalam siswa yang perlu banyak pengayaan karena telah masuk dalam jajaran peringkat atas.

Sebagai orangtua saja saya bingung loh untuk mengetahui bagaimana perkembangan anak kami saat di sekolah, bisa jadi anak-anak kami juga bingung tentang bagaimana perkembangan mereka di kelas. Apakah sudah maksimal dalam kelas atau justru malah perlu ditingkatkan lagi, bingung kan? Bagaimana tidak bingung loh, apa yang mau kita jadikan sebagai dasar refleksi, sedangkan indikatornya, yaitu peringkat kelas saja ditiadakan, bagaimana bisa merefleksi diri jika indikatornya pun nihil karena dihilangkan.

Nyatanya tetap diperlukan

Tidak sejalan dengan kurikulum, pemeringkatan tetap diperlukan. 

Sebut saja untuk memperoleh potongan pembiayaan bimbel, biasanya dari bimbel memberikan potongan harga bagi anak-anak yang memiliki peringkat di kelas. Wajar lah, kan bimbel, bukan lembaga/ kegiatan yang diselenggarakan oleh negara.

Oke kita kasih contoh kegiatan lain yang diselenggarakan oleh negara ya. Siswa eligible, adalah pemeringkatan 40 persen terbaik siswa di angkatannya pada sekolah tersebut. Pemeringkatan ini sebagai salah satu syarat bagi siswa untuk bisa mendaftarkan diri ke perguruan tinggi negeri melalui jalur rapor.

Bagi siswa yang tidak masuk dalam siswa eligible maka tidak bisa mendaftarkan diri melalui jalur ini, sekarang disebut sebagai SNBP. Pada jalur menggunakan nilai rapor selain SNBP pun sama, perguruan tinggi negeri tetap meminta pemeringkatan siswa dari satu angkatan,

Contoh yang lain adalah PPDB, ini mungkin contoh yang paling dekat dan familiar kita dengar, pada PPDB SMA jalur prestasi salah satu syaratnya adalah prosentase tertentu siswa terbaik di angkatannya. Satu contoh adalah, bagi SMP yang memiliki akreditasi A, maka yang bisa mendaftarkan diri melalui jalur prestasi adalah 10 persen terbaik di angkatan tersebut di sekolahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun