'Selamat ya peringkat pertama, semoga tetap di sini ya, ditempatkan di sini, bersama-sama lagi', itulah ungkapan selamat yang disampaikan oleh rekan kami, seorang tenaga administrasi sekolah, kepada salah satu rekan yang baru-baru ini mengikuti seleksi P3K.
Peringkat pertama tersebut berhasil diraih oleh rekan kami di tengah persaingan dengan sejumlah pendaftar lainnya dalam seleksi P3K tahun 2023. Saya, yang saat itu turut hadir dalam ruangan, menyaksikan secara langsung apresiasi tulus yang diberikan kepada rekan kami tersebut.
Mata saya secara spontan tertuju pada ekspresi rekan kami, yang telah mengabdi sebagai tenaga administrasi sekolah selama lebih dari sepuluh tahun di sekolah kami.
Di dalam hati, saya merasakan kegetiran yang luar biasa, mengamati paradoks yang terpampang di depan mata. Rekan-rekan kami yang mengikuti seleksi P3K tahun 2023 sebagian besar adalah guru honorer, yang masa kerjanya secara umum belum sebanding dengan rekan kami di tenaga administrasi sekolah.
Ironisnya, ada yang telah memulai pengabdian mereka sejak tahun 1990-an, rata-rata rekan kami di tenaga administrasi sekolah memulai pengabdiannya pada tahun 2004-an. Beda dengan rekan kami para guru honorer, yang rata-rata masa kerjanya jauh lebih muda dibandingkan dengan tenaga administrasi sekolah.
Meski demikian, takdir berkata lain, dan justru merekalah yang memiliki potensi besar untuk lebih dahulu mencapai impian menjadi tenaga yang digaji oleh pemerintah melalui penerimaan P3K.
Jika pemerintah berkomitmen menjadikan tahun 2024 sebagai tahun jeda untuk instansi, termasuk sekolah, agar tidak lagi merekrut honorer, sekaligus memberikan waktu kepada pemerintah untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang melibatkan tenaga honorer, maka perhatian tidak boleh hanya tertuju pada guru honorer. Penting untuk diingat bahwa di sekolah juga terdapat tenaga administrasi honorer yang masih berharap untuk diangkat menjadi aparatur sipil negara, sebagaimana juga diimpikan oleh para guru honorer yang menyandarkan harapannya kepada pemerintah.
Melalui opini ini, penulis berharap agar pemerintah dapat mengambil kebijakan yang mendukung para tenaga administrasi sekolah yang saat ini terasa terpinggirkan akibat berbagai kebijakan yang tampaknya selalu mengutamakan guru.
Keberadaan tenaga administrasi sekolah seakan dianggap "anak tiri", dan eksistensinya nampaknya kurang mendapatkan pengakuan yang layak dari pemerintah. Padahal, tegaknya sebuah sekolah dengan berbagai aktivitas yang mencerdaskan anak bangsa tidak hanya ditopang oleh peran seorang guru, melainkan juga oleh kontribusi para tenaga administrasi sekolah.
Meskipun mereka tidak langsung terlibat dalam proses mengajar, tenaga administrasi sekolah memiliki peran penting dalam mempersiapkan segala hal agar pembelajaran berjalan dengan tertib, baik, dan nyaman. Mereka turut andil dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan memiliki tata kelola administrasi yang baik.
Oleh karena itu, tidaklah keliru jika dikatakan bahwa pencapaian tujuan nasional dalam bidang pendidikan tidak hanya bergantung pada peran guru, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh kontribusi para tenaga administrasi sekolah.