Mohon tunggu...
Junjung Widagdo
Junjung Widagdo Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 1 METRO, LAMPUNG

Nomine Penulis Opini Terbaik pada Kompasiana Awards 2024

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Hari Ayah Nasional: Berbagi Kisah Ragam Peran Ayah sebagai Upaya Pencegahan Fatherless

12 November 2023   02:06 Diperbarui: 12 November 2023   10:15 1085
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: KOMPAS/SUPRIYANTO 

Kedekatan saya dengan ayah memang tidak sedekat dengan ibu. Namun, setelah kepergian ayah, saya baru menyadari betapa peran seorang ayah memiliki makna yang tak kalah pentingnya dibandingkan dengan peran ibu.

Ayah cenderung permisif, berbeda dengan ibu yang mengharuskan saya melakukan segala sesuatu dengan batasan aturan. Meskipun begitu, ayah mampu mengisi kekosongan dalam pola pengasuhan yang dijalankan oleh ibu.

Kadang, ayah dan ibu saya juga berperan layaknya "good cop" atau "bad cop",  menjadi penyeimbang saat saya melakukan kesalahan. Ibu umumnya memberikan teguran keras, sedangkan ayah menjadi sosok yang netral, memberikan dukungan mental agar kami sadar akan kesalahan kami. Ini terbukti efektif dan memberikan tempat perlindungan setiap kali kami melakukan kesalahan, dan peran ini adalah peran yang diambil oleh ayah kami. 

Ayah bukan hanya sebagai penopang kehidupan keluarga, tetapi juga menjadi pahlawan dalam menjaga kesehatan mental keluarga serta menciptakan keluarga yang sejahtera, nyaman, penuh kasih, serta mampu menumbuhkan anak-anak yang beradab.

Dalam rangka memperingati Hari Ayah Nasional, melalui tulisan ini, saya ingin berbagi cerita tentang peran seorang ayah di keluarga. Fatherlessness atau ketiadaan figur ayah dapat memberikan dampak serius pada perkembangan anak-anak, semoga dengan cerita berbagai peran ayah ini dapat menjadi kisah yang menginspirasi bagi para ayah ataupun calon-calon ayah. 

Berdasarkan pengalaman pribadi, saya ingin berbagi cerita bagaimana ayah saya menjalankan perannya sebagai seorang ayah, serta bagaimana saya mencoba meneladani dan memperkuat peran ayah sebagai fondasi asuhan di dalam keluarga kami.

Support System 

Bukan hanya sebagai penopang materi, tetapi sebagai pendukung penuh dalam segala aspek. Ini membentuk fondasi keluarga yang kuat, menghindarkan keluarga dari kekurangan figur ayah. 

Seringkali ayah membantu ibu dalam mencuci baju, mencuci piring, bahkan membantu menyapu halaman. Semua itu dilakukan oleh ayah tanpa mengeluh atau protes kepada ibu.

Ayah menjadi sosok yang siap tanggap terhadap segala kerepotan ibu di rumah. Ayah juga selalu tak sungkan membantu ibu saat memasak, seperti membantu memarut kelapa atau memindahkan nasi dari dandang ke wadah nasi.

Ini bukan masalah gender, melainkan bagaimana ayah bisa menjadi support system bagi ibu, menjadi pendukung bagi istri. Bantuan dari ayah bukanlah hal remeh, terutama bagi seorang ibu, karena ini menjadi bukti kecintaan ayah terhadap ibu dan keluarga.

Sekali lagi, ini bukan masalah laki-laki atau perempuan. Hingga saat ini, di beberapa rumah tangga, masih ada yang menganut paham patriarki, di mana laki-laki sebagai ayah justru mendapatkan dukungan penuh dari ibu.

Padahal, ibu sebagai seorang wanita, notabene adalah pasangan hidup yang seharusnya kita dukung. Secara alami, semua sepakat bahwa laki-laki lebih kuat dibandingkan wanita, baik dari segi fisik maupun psikis. Maka, hal-hal yang membedakan gender dalam rumah tangga seharusnya tidak diagung-agungkan.

Apalagi bagi seorang ibu pada masa kehamilan maupun pasca melahirkan, dukungan seorang ayah adalah hal yang sangat penting. Seorang ibu pasca melahirkan sangat rentan dengan postpartum syndrome, dan cara terbaik untuk menghindari sindrom ini adalah dengan dukungan seorang ayah.

Semua ini terlalu berat bagi seorang ibu untuk dipikul sendiri. Oleh karena itu, wajar jika kita mendengar berita tentang seorang ibu yang tega menganiaya buah hatinya, bahkan mengajak buah hatinya untuk mengakhiri hidup. Kita tidak tahu dalam kondisi seperti apa mereka berada, dan mungkin saja kurangnya dukungan seorang ayah menjadi penyebabnya.

Pendengar yang Baik

Tempat berbicara bagi ibu juga menjadi elemen kunci yang saya pelajari dari ayah. Menjadi pendengar yang baik adalah investasi dalam kesehatan mental keluarga. Pengalaman ini mendorong saya untuk menerapkan hal yang sama sebagai ayah sekarang, menciptakan lingkungan di mana setiap anggota keluarga dapat saling mendukung dan berbicara. 

Masih mengenai kisah ayah dan ibu saya dulu, saya ingat ayah selalu menjadi pendengar yang baik saat ibu bercerita tentang berbagai aktivitas dan perasaannya. Ayah selalu memberikan tanggapan atau sekadar mengangguk-angguk. 

Sejalan dengan naluri alami seorang wanita, wanita memang perlu mengeluarkan unek-unek setiap hari. Ada jumlah kata minimal yang perlu dikeluarkan agar kesehatan mentalnya terjaga (cmiiw ya). Tentu saja, tidak lucu jika berbicara tanpa ada yang mendengar. Ini bukan hanya indikator kesehatan mental, tapi juga sesuatu yang lain, hehehe.

Artinya, sejalan dengan itu, perlu ada dukungan, yaitu seseorang yang menjadi pendengar. Ayah memberikan contoh bagaimana menjadi pendengar yang baik. Dengan keteladanan ini, saya juga menerapkannya sebagai seorang ayah. Saya tidak hanya menjadi pendengar cerita dari istri, tetapi seringkali saya menjadi pendengar cerita bagi anak-anak kami.

Kadang-kadang, malah saya yang memancing mereka untuk bercerita. Saya berusaha membiasakan diri sebagai seorang ayah yang pandai mendengarkan cerita-cerita mereka. 

Dengan berbagai cerita dari mereka, saya dapat memahami kondisi mental istri dan anak-anak saya. Saya dapat menilai apakah mereka membutuhkan penguatan atau apresiasi. Meskipun terlihat sepele, tetapi ini adalah salah satu langkah menuju kesehatan mental keluarga yang prima.

Penjaga Mood 

Ayah bijak dalam menghadapi konflik, menjaga agar suasana tetap positif. Sebagai ayah sekarang, fokus pada kebahagiaan anak-anak dan istri menjadi bagian integral dari upaya menjaga stabilitas emosional keluarga. 

Menjaga mood memang tidaklah mudah, tetapi sebagai seorang ayah, bekerja sama dengan istri untuk menjaga mood bersama adalah suatu hal yang harus diutamakan. 

Hal ini tidak hanya untuk kebaikan anak-anak, tetapi juga untuk ibu atau istri. Mood yang baik saat memulai aktivitas keseharian merupakan tanda positif dalam keharmonisan rumah tangga.

Ayah dan ibu adalah duet terbaik dalam menciptakan mood di dalam keluarga. Mood di dalam keluarga memiliki pengaruh besar terhadap berbagai aktivitas keseharian di luar rumah, sehingga menjaganya menjadi sangat penting. Dan hal ini adalah hal yang juga ayah jaga di dalam keluarga kami.

Ayah dan ibu tidak pernah menunjukkan kepada kami bahwa mereka sedang dalam riak kecil perselisihan. Ayah memainkan perannya sebagai seorang ayah yang bijak demi menjaga mood di rumah. 

Sebagai seorang ayah, saya juga selalu berusaha memastikan bahwa kondisi mood anak-anak tetap baik saat mengantarkan mereka ke sekolah. Bayangkan betapa sulitnya bagi mereka memulai aktivitas pagi di sekolah dengan mood yang buruk. 

Bagaimana jika mereka harus berinteraksi dengan teman-teman sekelasnya dengan suasana hati yang tidak baik? Bisa jadi, mereka akan menjadi anak yang murung atau bahkan sekolah bisa menjadi pelampiasan dari mood yang buruk tersebut.

Oleh karena itu, ketika memulai pagi, kita sebisa mungkin menjadi support system yang baik bagi istri dan anak-anak. Ini bisa dilakukan dengan membantu membersihkan tempat tidur mereka atau sekadar merapikan dasi yang mereka kenakan. Tindakan-tindakan kecil ini adalah cara kita menunjukkan perhatian, kepedulian, dan hal-hal ini dapat menjaga mood bagi istri dan anak-anak.

Terutama bagi kita sebagai ayah dan istri sebagai ibu, kita perlu menyadari bahwa kita adalah pabrik mood terbaik di dalam keluarga. Kita harus selalu berusaha menciptakan mood yang baik agar mereka tetap tegar dan berprestasi dalam setiap aktivitas mereka di luar rumah. 

Hal ini tidak hanya berkaitan dengan kesehatan mental anak-anak, tetapi juga menciptakan lingkungan yang positif dan harmonis di dalam keluarga.

Figur Teladan

Kehilangan ayah mengajarkan saya betapa pentingnya figur teladan. Saya berusaha untuk menjadi ayah yang dapat dijadikan panutan oleh anak-anak, menjauhi kebiasaan yang dapat berdampak negatif. 

Sebagai seorang ayah, saya berusaha memberikan ruang dan waktu agar anak-anak dapat berkembang menjadi generasi penerus bangsa yang penuh dengan kompetensi. Semuanya dimulai dengan mencontoh figur teladan yang baik, yaitu menjadikan ayah sebagai figur terbaik.

Sesaat setelah kehilangan ayah, saya baru menyadari betapa pentingnya sebuah figur teladan bagi seorang anak. Saya baru memahaminya sekarang, dalam keheningan, saya menyadari bagaimana anak-anak dapat menjadi anak yang santun atau sebaliknya, kurang santun faktor asalnya adalah dari keluarga.

Dalam hal ini, figur orangtua, khususnya ayah, ternyata menjadi role model utama dalam pembentukan kepribadian ini. Anak-anak, secara naluri, seperti yang saya alami saat masih anak-anak, cenderung mencari role model atau figur teladan yang dapat diikuti.

Maka tidak heran jika pada fase-fase tertentu, banyak anak dengan mudah terlibat dalam tawuran, bergabung dengan geng motor, dan sejenisnya. Pada fase-fase ini, mereka tengah menetapkan figur yang akan dijadikan contoh dalam kehidupan mereka.

Oleh karena itu, melalui pengalaman ini, saya berupaya menjadikan diri saya sebagai seorang ayah yang bisa dijadikan role model untuk anak-anak kami. 

Wasana Kata

Dengan menjalankan peran-peran ini, saya berharap dapat menjadi bagian dari gerakan untuk mencegah fatherless dan membentuk generasi yang tangguh serta berbudaya. 

Bagi Anda yang saat ini berperan sebagai seorang ayah, jangan biarkan waktu berlalu begitu saja. Jangan sampai menyesal menjadi seorang ayah yang tidak hadir sepenuhnya untuk keluarga.

Seorang ayah adalah tempat dukungan utama bagi keluarga, baik bagi ibu maupun anak-anak. Ayah bukan hanya penopang kehidupan keluarga dari segi materi, tetapi juga penopang kesehatan mental.

Melihat dari berbagai sejarah, dapat disimpulkan bahwa peran seorang ayah sangat besar dalam pembentukan individu dan peradaban. Sebuah analogi sederhana adalah memandang anak sebagai buah, sementara orang tua atau ayah adalah pohon yang membentuk dan memberi kehidupan.

Pepatah bijak yang menyatakan bahwa "buah tidak jatuh jauh dari pohonnya" menggambarkan bagaimana anak mencerminkan sifat dan nilai-nilai yang ditanamkan oleh orang tuanya, khususnya melalui figur seorang ayah.

Jika ibu diibaratkan sebagai tiang negara, maka ayah adalah fondasi yang memberikan kekuatan pada tiang tersebut. Anak-anak sebagai generasi penerus bangsa adalah tanggung jawab bersama ayah dan ibu dalam keluarga. 

Bayangkan konsekuensinya jika ayah-ayah di Indonesia tidak memahami bagaimana memainkan peran sebagai ayah dengan baik, mau jadi apa generasi bangsa ini.

Dalam rangka memperingati Hari Ayah Nasional, mari kita sebagai ayah memahami peran kita dengan baik. Peran seorang ayah bukan hanya sebagai penopang kehidupan keluarga secara materi, tetapi juga sebagai pilar kesehatan mental dan pembentuk karakter anak-anak. 

Ayah yang hadir sepenuhnya dapat mencegah risiko "fatherlessness" dan membentuk generasi yang tangguh dan beradab, Selamat Hari Ayah!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun