Mohon tunggu...
Junjung Widagdo
Junjung Widagdo Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 1 METRO, LAMPUNG

Untuk saat ini menulis

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

3 Hal Bijak Mengelola Emosi Anak Menuju Masa Depan Gemilang

6 Juli 2023   14:20 Diperbarui: 7 Juli 2023   00:54 997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adegan rekonstruksi penganiayaan terhadap David Ozora yang dilakukan oleh Mario Dandy dan Shane Lukas I gambar diambil dari www.kompas.id

Kepolisian menetapkan Mario sebagai tersangka. Mario dijerat dengan Pasal 76c juncto Pasal 80 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak subsider Pasal 351 ayat 2 KUHP. "(Ancaman hukuman) 5 tahun (penjara)," kata Kepala Seksi (Kasie) Humas Polres Metro Jakarta Selatan Ajun Komisaris Polisi (AKP) Nurma Dewi, kepada Kompas.com (26/2/2023) dikutip dari Kompas.com

Malang tak dapat ditolak untung tak dapat diraih, mungkin begitulah yang dirasakan oleh Mario Dandy, rasa heroiknya untuk membela sang pacar yakni Agnes mengakibatkan Mario ditetapkan sebagai tersangka dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara akibat penganiayaan yang dilakukan terhadap David Ozora disebabkan oleh aduan dari Agnes bahwa David pernah melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan kepada Agnes.  

Penganiayaan yang Mario lakukan terbilang sadis sebagaimana dikutip dari Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes (Pol) Ade Ary Syam dikutip kepada Kompas.com (22/2/2023), saat korban terjatuh Mario memukul korban berkali-kali dengan menggunakan tangan kanannya kemudian memukul bagian perut dan kepala. 

Yang paling fenomenal pada kasus penganiayaan ini adalah selebrasi yang dilakukan Mario Dandy setelah menendang kepala David Ozora ala-ala pesepakbola terkenal Cristiano Ronaldo dengan "siu"nya.

Kini Mario dalam pesakitan, masa depannya hancur seketika hanya karena emosi sesaat yang dilakukan untuk lebih terlihat sebagai pahlawan di mata kekasih. 

Nyatanya tidak berlaku demikian, Mario Dandy justru bakal menyesali apa yang telah dilakukannya tersebut. Seharusnya dengan gemerlapnya limpahan kekayaan materi yang dimiliki oleh ayahnya sebagai pejabat pada kementrian keuangan saat itu bisa menjadikan sosok Mario Dandy menjadi remaja dengan masa depan yang gemilang. 

Pendidikan yang terjamin, gaya hidup yang terpenuhi dan penyaluran bakat minat Mario seharusnya menjadi point yang didapatkan andai saja dia tidak melakukan penganiayaan tersebut.

Senada dengan Mario Dandy, Aditya Hasibuan juga melakukan tindakan yang sama dengan Mario Dandy sekaligus dijerat dengan pasal yang sama. Aditya Hasibuan menjadi tersangka setelah menganiaya Ken Admiral, dan masalahnya pun tetap sama gak jauh-jauh seputar teman perempuan. 

Contoh terakhir adalah R seorang siswa dari Temanggung Jawa Tengah yang nekat membakar sekolahnya sendiri karena merasa dibully oleh teman dan guru R saat di sekolah. Pada akhirnya R dijerat dengan pasal 187 terkait pembakaran dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara.

Mario dan Aditya bukan lagi anak-anak, tetapi sebenarnya bisa jadi mereka adalah gambaran bagaimana kegagalan pembelajaran pengelolaan emosi yang belum tuntas ketika mereka bertumbuh dan berkembang saat dalam usia anak-anak. 

Usia keduanya pun sama, baru 19 tahun, artinya mereka baru saja melepas status mereka sebagai anak-anak. Mereka menyelesaikan permasalahan dengan cara yang buruk sehingga hasilnya pun buruk. R seorang anak SMP pun sudah memiliki keberanian yang luar biasa untuk membakar sekolahnya, padahal notabene umurnya baru 14 tahun,masih dalam usia anak-anak.  R pun mengartikulasikan emosinya dengan cara yang salah.

Mario, Aditya dan R bisa jadi adalah korban salah asuh orang tua ataupun korban dari berbagai faktor yang berada di sekitar lingkungan mereka yang tidak mendukung pertumbuhan emosi mereka secara baik. Ketiganya mengekspresikan luapan emosi dengan cara yang salah dan pada akhirnya berdampak pada hukum. 

Hukuman ini membuat masa depan mereka ternodai, seumur hidup orang akan mengingat bahwa ketiganya adalah seorang yang pernah melakukan tindakan kriminal dan pernah dihukum. Padahal mereka adalah anak dan remaja yang baru saja tumbuh dan berkembang. Tetapi tindakan yang mereka lakukan membuat mereka akhirnya mendekam di penjara untuk beberapa waktu lamanya yang membuat masa depan mereka putus di tengah jalan.

Pengalaman sebagai orang tua dalam pengelolaan emosi anak

Sumber gambar databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/07/29
Sumber gambar databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/07/29

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat selama periode 2016-2020 ada 655 anak yang harus berhadapan dengan hukum karena menjadi pelaku kekerasan. Rinciannya, 506 anak melakukan kekerasan fisik dan 149 anak melakukan kekerasan psikis seperti dikutip dari databoks.katadata.co.id oleh Reza Pahlevi 29/07/2022. 

Data ini mungkin hanya puncak gunung es, hanya sekelumit yang terlihat dan terdata dan terdokumentasi, bisa jadi jumlah sebenarnya lebih dari itu. Peran orang tua ataupun keluarga menjadi penting disini. Sebab tumbuh kembang anak berada dalam keluarga dengan orang tua sebagai role modelnya. Jadi tidak salah jika dikatakan bukan anak yang salah gaul, tetapi orang tua lah yang salah dalam pengasuhan.

Kasus-kasus anak berhadapan dengan hukum sebenarnya tidak hanya sebagaimana penulis ungkapkan di atas, jauh sebelum kasus ini terjadi penulis juga pernah mengalami menjadi saksi, korban dan mungkin sebagai pelaku kekerasan juga ketika penulis berada pada fase tumbuh kembang anak-anak yang terjadi pada sekitar 20 tahun silam.

Dunia anak tidak sesimpel orang dewasa fikirkan, dunia anak hadir dengan segala permasalahan yang ada. Baik pembulian, pemerasan,merokok, pergaulan bebas, ataupun terseret dalam dunia obat-obatan terlarang, yang jadi taruhan adalah masa depan. Masa depan mereka terancam ketika mereka tersangkut masalah hukum karena pengelolaan emosi yang buruk. Padahal masa depan mereka (anak-anak) adalah masa depan kita juga. 

Oleh karena itu sebagai orang tua, penulis juga berkomitmen untuk memberikan yang terbaik bagi anak-anak penulis. Tidak hanya dalam hal pendidikan dan perkembangan fisik, tetapi juga dalam tata kelola emosi anak. Sebab pengelolaan emosi adalah keterampilan penting yang akan membantu anak-anak tumbuh dan berkembang menjadi individu yang kuat, berdaya, dan siap menghadapi masa depan yang gemilang. Berikut adalah 3 hal yang penulis lakukan dalam rangka tata kelola emosi anak yang penulis lakukan di rumah.

Pertama; memantau perilaku anak

Ilustrasi anak (shutterstock) dari health.kompas.com
Ilustrasi anak (shutterstock) dari health.kompas.com

Langkah pertama ini penting, sebab kita akan mengetahui sedini mungkin saat anak sedang menghadapi masalah. 

Dengan mengetahui anak sedang dalam masalah, maka orang tua bisa sesegera mungkin menyelesaikan masalah yang sedang anak hadapi. Masalah menjadikan emosi anak menjadi labil, penuh amarah, ketakutan, penuh dendam yang bisa berujung pada perilaku buruk yang akan dilakukan oleh anak yang dapat merugikan diri sendiri seperti melukai diri sendiri ataupun merugikan orang lain seperti menganiaya teman lain. 

Pantauan ini bisa kita lakukan secara sederhana dengan melihat perubahan fisik maupun psikis. Penulis pernah mendapatkan putra pertama penulis pulang bermain dalam kondisi berkeringat deras, nafas ngos-ngosan, mata merah dan tangan serta kaki kemerahan. Ternyata setelah kami tanya, dia merasa kesal terhadap salah satu temannya yang berbuat curang saat bermain sepak bola sehingga terjadilah perkelahian diantara keduanya. Saat itu ananda kami masih terlihat belum puas membalas apa yang telah temannya lakukan. Untung hal ini kami ketahui, sehingga ananda kami urung mengejar temannya yang telah berbuat curang tersebut.

Bisa dibayangkan apa yang terjadi andai saja ketika saat ananda kami pulang kami tidak peduli dengan perubahan perilaku yang terjadi, bisa jadi perbuatan yang lebih buruk akan terjadi. Beruntung kami paham dengan apa yang terjadi maka kami pun selaku orang tua bisa dengan segera dapat menetralisir luapan emosi yang ananda kami rasakan. 

Memantau perilaku anak ini tidak susah kok, yang jelas jika ada perilaku yang berbeda tidak seperti biasanya maka itu merupakan sebuah indikator bahwa anak mungkin sedang tidak baik-baik saja. 

Kami sering memperhatikan ekspresi ananda kami ketika sepulang sekolah. Jika saat kami jemput atau saat telah sampai di rumah ananda kami tampak murung maka cepat-cepat kami tanyakan bagaimana keadaan hari ini di sekolah. Kalimat pembuka ini lumayan efektif untuk membuka dialog tentang apa yang sedang terjadi.

Kunci awal bagaimana kita bisa mengelola emosi anak adalah dengan hal yang pertama ini, kita harus paham terlebih dahulu dengan apa yang terjadi pada anak. Sesekali juga kami bertanya iseng dengan kawan-kawan ananda kami di sekolah, semisal apakah ananda kami sering jail di sekolah, sering tidak masuk pelajaran dan lain-lain dengan dikemas dalam bahasa yang santai tanpa temannya tersebut merasa terinterogasi. 

Sesekali juga kami tanyakan perkembangan ananda kami pada guru ataupun keamanan di sekolah. Emosi anak ibarat api kecil dalam semak, jika tidak segera diketahui maka api itu akan membesar dan membakar segala sesuatu yang berada di dekatnya. Demikian juga dengan mereka, emosi terpendam yang tidak diketahui oleh orang tua bisa saja menyebabkan tindakan diluar batas yang membahayakan masa depan anak.

Yuk pantau dan tanyakan apa yang terjadi pada mereka ketika mereka menjadi berbeda, agar masa depan mereka tetap terjaga!

Kedua; melatih anak mengungkapkan emosi dengan baik

Anak harus diajarkan pengelolaan emosi sejak dini.(Freepik/patty-photo) sumber gambar lifestyle.kompas.com
Anak harus diajarkan pengelolaan emosi sejak dini.(Freepik/patty-photo) sumber gambar lifestyle.kompas.com

Pernah suatu ketika ananda kami tiba tiba terdiam dengan muka cemberut, ketika ditanya hanya diam dan malah menangis. Pernah juga mereka tiba tiba guling-guling di tanah dengan tangisan kencang. Atau ini yang sering terjadi biasanya, putri kecil kami spontan tanpa berkata-kata apapun tiba-tiba memukul atau mencubit kakaknya yang terpaut usia hanya 4 tahun. 

Situasi ini cukup membuat riuh rumah dan ketika dihadapkan pada kondisi ini sebagai orang tua memang harus memiliki ekstra kesabaran yang luar biasa dan pemahaman tentang tumbuh kembang anak. Anak-anak kemungkinan masih kesulitan dalam mengungkapkan situasi yang membuat mereka kesal sehingga pada akhirnya mereka melakukan tindakan buruk karena luapan emosi yang terbendung.

Pengalaman kami saat berada pada kondisi di atas yang kami lakukan adalah membuka dialog dengan melakukan sentuhan ataupun pelukan ke mereka. Cukup efektif sebab dalam pelukan kami mereka dapat menangis puas mengartikulasikan emosinya yang terpendam.  Setelah itu dialog tentang apa yang sedang terjadi mengalir begitu saja tanpa paksaan. 

Ternyata kadang mereka hanya kesal karena keinginannya tidak kami kabulkan. Atau kadang mereka ternyata kesal karena salah satu dari mereka baik adik ataupun kakak melakukan tindakan provokasi seperti nglewein (memasang muka mengejek) atau hanya sekedar tanpa sengaja tersenggol saat yang lain sedang berjalan. Sepele bukan? tapi emosi mereka yang terbendung tanpa bisa mengungkapkan atau mengkomunikasikan ketidaknyamanan yang sedang terjadi membuat situasi semakin buruk.

Sekali lagi mereka adalah anak-anak, kemampuan mereka dalam mengkomunikasikan ketidaknyamanan yang terjadi belum sempurna dan maksimal. Perlu dorongan dari kita sebagai orang tua agar anak mampu mengungkapkan atau mengkomunikasikan emosi mereka dengan baik

Sering kali saat kami melihat ananda kami sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja maka kami akan mencoba melakukan dialog dengan mereka, meminta mereka untuk menceritakan apa yang membuat ketidaknyamanan mereka, mendengarkan dengan seksama, dan membantu mereka untuk menyelesaikan ketidaknyamanan yang mereka alami. 

Treatment ini merupakan latihan yang kita berikan kepada anak untuk membantu mereka berbicara, mengungkapkan emosi mereka, mengkomunikasikan apa yang sedang terjadi dan bagaimana mereka harus menghadapi ketidaknyamanan yang sedang terjadi. Ketidaknyamanan yang tanpa terungkap membuat komunikasi macet sehingga menimbulkan potensi anak berbuat buruk dengan spontan. 

Jika emosi adalah api, maka mengungkapkan emosi adalah membuka semak yang menyelubungi api, sehingga api akan padam sendiri karena tidak ada bahan yang bisa terbakar lagi. Demikian juga dengan emosi, setelah terungkap maka sesak di dada akan berkurang, apa yang membuat ketidanyamanan bisa terungkap dan penyelesaian masalah pun bisa dilakukan dengan baik.


Lalu Bagaimana jika anak memiliki masalah di luar rumah, bagaimana mereka berlatih untuk mengungkapkan emosi?

Pernah suatu ketika saat ananda masih bersekolah di taman kanak kanak, ananda kami yang pertama diadukan telah menggigit teman sekelasnya oleh orang tua yang anaknya digigit oleh ananda kami sewaktu di sekolah. Kami cukup terkejut dan serasa tidak percaya hal demikian bisa terjadi, karena anak kami cowok loh dan yang digigit adalah temannya yang cewek, dalam hati terkekeh karena "cowok kok nggigit" serasa tidak jantan kan, harusnya berantem aja, eh tidak ini juga perbuatan tidak terpuji. 

Apa yang kami lakukan?

Kami mencoba mengungkap apa yang sebenarnya terjadi melalui dialog antara saya dan ananda kami. Kami tanyakan kenapa kakak kok menggigit temannya. Jawabannya diluar dugaan, karena justru yang terjadi konflik pertama sebenarnya bukan terjadi antara anak kami dan korban yang digigit ananda kami. Tetapi ananda kami ini ternyata hanya membela teman yang lain,  ikut kesal sebab teman yang ananda gigit ini telah memukul temannya. 

Hehehe, semangat kepahlawanan tapi salah dalam mengungkapkan emosinya. Maka kami berikan pengertian kepada ananda kami bahwa hal yang dilakukannya adalah salah. Tidak seharusnya ananda kami melakukan hal tersebut hanya untuk meluapkan emosi ke pahlawanannya tersebut. Dan kami juga mendorong empati ananda kami terhadap temannya yang digigit, kira-kira kakak mau juga gak kalau digigit?, sekaligus membangkitkan kesadaran dalam hati ananda kami bahwa perbuatannya salah. Kami juga sampaikan tindakan kepahlawanan yang tepat dilakukan adalah dengan cara memberikan teguran, larangan kepada temannya tersebut. 

Selanjutnya setelah itu kami pertemukan antara ananda kami dengan temannya tersebut bersama dengan orang tua teman yang telah ananda kami gigit. Kami mendorong agar ananda kami berdialog dengan temannya tersebut dan meminta maaf atas perbuatannya yang menyakitkan. Tak lupa kami juga memohon maaf kepada orang tua korban gigitan anak kami tersebut, dan alhamdulillah masalah pun selesai tanpa berkepanjangan.

Yuk latih anak mengungkapkan emosi, agar anak tidak main gigit aja tanpa kita tahu apa terjadi!

Ketiga; memberikan contoh dalam mengelola emosi yang baik

Ilustrasi contoh orang tua mengelola emosi diambil dari SHUTTERSTOCK sumber gambar edukasi.kompas.com
Ilustrasi contoh orang tua mengelola emosi diambil dari SHUTTERSTOCK sumber gambar edukasi.kompas.com

Perilaku anak memang sangat lekat dengan kebiasaan yang orang tua lakukan. Wajar kalau ada pepatah yang bilang bahwa buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya. Artinya orang tua lah yang membentuk emosi anak, maka perlu kesadaran diri bagi orang tua untuk memberikan contoh bagaimana manajemen mengelola emosi dengan baik tanpa konflik. 

Anak-anak yang mengungkapkan emosi dari konfliknya dengan kekerasan bisa jadi mereka adalah anak-anak yang tumbuh kembang pada keluarga ataupun orang tua yang memberikan contoh buruk pada pengelolaan emosi. Saya dan istri menjadi contoh awal bagi ananda kami dalam berinteraksi sosial sebelum mereka terjun pada interaksi sosial yang sebenarnya di luar lingkungan rumah. 

Konflik yang terjadi antara kami dan istri pun menjadi tontonan ananda kami,  dan kami berusaha menjadikan penyelesaian konflik sebagai pengelolaan emosi kami menjadi sebuah tuntunan bagi mereka dalam penyelesaian konflik yang sedang terjadi. 

Sering kali saya berikan pelukan kepada istri saat kami berdua berada dalam konflik. Dan sering kali juga kami perlihatkan kepada mereka bagaimana kami saling berbicara, berdialog, mengungkapkan emosi atas ketidaknyaman kami sehingga sampai pada titik pemecahan masalah yang tepat. 

Mereka perlu kami pertontonkan bagaimana kami menghadapi konflik dan mengelola emosi, sehingga tontonan ini akan menjadi tuntunan mereka seumur hidup kelak.

Yuk pertontonkan kepada anak pengelolaan emosi yang baik agar menjadi contoh mereka kelak dalam mengelola emosi pada sepanjang hayat kehidupan mereka! 

Mengelola Emosi Anak, Menuju Masa Depan Gemilang

Prosesi Wisuda Universitas Sam Ratulangi Kamis (11/06/2020). ANTARA FOTO/Adwit B Pramono/nz sumber gambar antaranews.com
Prosesi Wisuda Universitas Sam Ratulangi Kamis (11/06/2020). ANTARA FOTO/Adwit B Pramono/nz sumber gambar antaranews.com

Pengelolaan emosi yang baik membuat anak menjadi nyaman dengan lingkungan dimana dia tinggal dan kenyamanan ini membuat kreatifitas semakin terasah sehingga masa depan gemilang pun tercapai.

Mengelola emosi menghindarkan anak dari perbuatan buruk yang tidak terpuji yang bisa dilakukan oleh anak. Masa depan anak sangatlah panjang. Sebagai orang tua, penulis sadari bahwa anak adalah anugerah dan harapan tumpuan masa depan orang tua. Anak-anak yang gagal dalam pengelolaan emosi maka akan sangat mungkin bermasalah dengan lingkungan dimana dia tinggal. Bahkan akibat paling buruk adalah anak menjadi pesakitan karena berhadapan dengan hukum. Maka dengan melihat berbagai contoh di atas, marilah kita sebagai orang tua sadari bahwa kelola emosi anak menjadi tanggung jawab yang tidak enteng dan tidak bisa diabaikan oleh orang tua manapun. 

Tulisan di atas diambil dari pengalaman penulis pribadi dalam manajemen tata kelola emosi anak yang dulu dan sampai sekarang tetap kami lakukan, mungkin belum sempurna, karena kami sebagai orang tua juga tetap berproses menjadi dewasa dan bijaksana dalam mengelola emosi. Salah satu rumus kesuksesan mereka adalah dengan kontrol emosi mereka dan mengarahkannya pada proses yang lebih baik. Jauh-jauh lah dari emosi yang buruk yang bisa mengantarkan mereka berhadapan dengan hukum, sehingga masa depan tetap terjaga dan masa depan menjadi gemilang.

Semoga bermanfaat, terimakasih.

Salam dari ujung pulau Sumatera, Lampung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun