Mohon tunggu...
Junjung Widagdo
Junjung Widagdo Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 1 METRO, LAMPUNG

Untuk saat ini menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

4 Hal Pencegahan Korban Jiwa pada Kegiatan Siswa di Alam Terbuka

17 Oktober 2022   10:13 Diperbarui: 19 Oktober 2022   17:45 904
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menggunakan jaket keselamatan saat berada di air (Ilustrasi gambar diambil dari katigaku.top)

Yang jelas sudah saatnya manajemen perencanaan kegiatan siswa di alam terbuka harus di evaluasi dengan benar-benar agar tidak lagi menimbulkan korban jiwa. Kegiatan siswa di alam terbuka tetap bisa dilaksanakan, asal menggunakan protokol perencanaan yang tepat. 

4 Hal Pencegahan Korban Jiwa Pada Kegiatan Siswa di Alam Terbuka

Berikut adalah 4 hal yang harus dilakukan ketika sekolah akan mengadakan kegiatan siswa di alam terbuka sebagai upaya pencegahan korban jiwa.

1. Observasi identifikasi bahaya

Observasi identifikasi bahaya(Ilustrasi gambar diambil dari halimunsalak.org)
Observasi identifikasi bahaya(Ilustrasi gambar diambil dari halimunsalak.org)

Banyak kasus yang terjadi berawal dari ketidakwaspadaan penanggung jawab kegiatan terhadap potensi bahaya yang terjadi. Wajib bagi sekolah penyelenggara kegiatan siswa di alam terbuka untuk melakukan observasi terhadap lingkungan yang akan digunakan dalam berkegiatan. 

Hasil observasi ini wajib dimiliki setiap sekolah jika akan mengadakan kegiatan di alam terbuka, hasil observasi bisa berupa kajian literatur, wawancara dengan pengelola, wawancara kepada seseorang yang pernah berkegiatan di tempat tersebut dan pengamatan langsung yang dilakukan oleh penanggung jawab kegiatan pada lokasi yang akan dijadikan tempat kegiatan.

Observer jangan tunggal, tetapi minimal ada lima observer agar hasil observasi semakin valid. Jangan lupa juga agar para observer ini melengkapi hasil observasinya dengan berbagai dokumentasi baik berupa poto ataupun video tentang beberapa titik lokasi yang berpotensi menimbulkan bahaya. 

Hasil observasi kemudian dibawa kembali ke sekolah, penanggung jawab kegiatan bersama manajemen sekolah (Kepala sekolah dan wakil kepala sekolah) melakukan diskusi hasil observasi yang telah dilakukan. 

Kenapa dipilih sampai dengan lima observer? 

Hal ini selain membuat data semakin valid disamping itu juga meminimalisasi potensi "data palsu" akibat semangat berkegiatan yang tinggi. "Data palsu" dimaksud sebagai manipulasi hasil observasi agar kegiatan dapat tetap terlaksana.

Level ancaman bahaya terbesar adalah jatuhnya korban jiwa, maka semaksimal mungkin dalam diskusi tersebut justru kita harus mencari potensi-potensi bahaya yang bisa menimbulkan korban jiwa. Baik bersumber dari alam ataupun dari faktor non alam. 

Dari faktor alam diantaranya adalah risiko banjir bandang, tanah rawan longsor, lumpur hisap. Risiko non alam diantaranya adalah adanya hewan buas, banyak babi hutan, banyak ular, banyak lintah/pacet, penduduk sekitar yang tidak ramah dan satu lagi seberapa "angker" nya tempat tersebut. 

Ini penting loh, kadang malah faktor ini kadang terlupakan, seolah-olah kita lupa bahwa manusia di dunia ini sendiri, padahal ada makhluk lain yang tidak kasat mata yang di ciptakan oleh Sang Pencipta Alam Semesta yang punya kewajiban dan tatanan hidup yang sama, sebagaimana ciri seorang yang beriman adalah percaya dengan sesuatu yang goib. Repot juga ketika kita berkegiatan dan tiba-tiba terjadi kesurupan massal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun