Mohon tunggu...
Junjung Widagdo
Junjung Widagdo Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 1 METRO, LAMPUNG

Nomine Penulis Opini Terbaik pada Kompasiana Awards 2024

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kompetensi Kepala Desa: Biang Korupsi Dana Desa?

2 September 2022   16:17 Diperbarui: 2 September 2022   16:26 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: disway.id

Minimnya kompetensi aparat desa dalam pengelolaan dan manajemen dana desa justru menjadi persoalan baru dari kebijakan pemerintah untuk pembangunan desa, muncul wajah-wajah baru yang terjerat korupsi gara-gara dana desa ini. Apa yang harus dibenahi?

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 pasal 33 syarat menjadi kepala desa berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah pertama atau sederajat. 

Sedangkan perangkat desa sesuai dengan pasal 50 pada undang-undang tersebut berpendidikan paling rendah sekolah menengah umum atau yang sederajat; dan tugas dari perangkat desa sesuai pasal 48 adalah bertugas membantu Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Dari pasal ini terlihat ketimpangan minimal pendidikan yang dipersyaratkan sebagai kepala desa dan perangkat desa.

Kita tidak sedang membeda-bedakan antara lulusan SMP ataupun lulusan SMA, pintar yang mana? Karena tingkat pendidikan juga tidak selamanya menentukan kecakapan dalam manajerial kepemimpinan, tetapi setidaknya ada kompetensi dan pengalaman yang lebih pada tiap jenjang yang ditempuh, dan hal ini akan membuat tiap-tiap lulusan jenjang semestinya akan berbeda juga tingkat kecakapan dalam memimpin. 

Menilik persyaratan minimal kepala desa dan perangkat desa ini memungkinkan potensi resiko kepala desa di "bodohi" atau ketidak optimalan kepala desa dalam melakukan fungsi kontrol dan pengawasan perangkat desanya.

Ada kewajaran ketika kita melihat fakta di lapangan bahwa sebenarnya kemampuan dalam bersosialisasi, berkolaborasi dan memimpin adalah hal yang utama yang bisa menjadikan seseorang itu menjadi kepala desa.

Selain faktor berikutnya adalah faktor dukungan, tetapi acap kali faktor dukungan ini bisa saja sifatnya membabi buta, hanya melihat karena calon kepala desa nya cantik, atau ganteng, atau hal lain yang tidak ada kaitannya dalam kecakapan dalam membangun desa maka persyaratan pendidikan minimal ini "tidak terlalu" tinggi untuk kepala desa.

Perangkat desa dipersyaratkan memiliki pendidikan minimal SMA atau yang sederajat. Tugas dari perangkat desa adalah sebagai seorang yang bisa membantu pekerjaan kepala desa dalam pengelolaan administrasi, keuangan dan tugas-tugas yang lain.

Dugaan sementara banyak perangkat desa yang lebih melek IT daripada kepala desanya, mungkin dalam urusan pendataan melalui aplikasi teknologi, perangkat desa lebih cakap dibandingkan dengan kepala desanya.

Hal ini juga menimbulkan potensi resiko yang berbahaya juga, ada kemungkinan perangkat desa ini "nilap" ke kepala desanya, perangkat desa melakukan sesuatu tanpa sepengetahuan dari kepala desa. 

Kurang cakapnya kepala desa dalam IT ini berimbas pada pengawasan dan pengelolaan yang bisa saja tidak optimal, kepala desa akan sangat menggantungkan pekerjaan pengelolaan segala bentuk administrasi pada perangkat desanya, hal ini lah yang membuat fungsi kontrol kepala desa kurang.

Seperti dilansir dari antaranews.com tanggal 18 April 2022, ICW mengungkapkan bahwa kasus tindak pidana korupsi paling banyak terjadi di sektor anggaran dana desa. Pada tahun 2021 ada sebanyak 154 kasus korupsi dana desa. Seakan menjawab pertanyaan dari ICW tersebut ombudsman dalam ombudsman.go.id menyebutkan bahwa penyebab korupsi dana desa adalah karena minimnya kompetensi aparat desa. 

Praktik korupsi perangkat desa ini menempati peringkat ketiga setelah ASN dan pihak swasta. Dari tahun 2015-2020 terdapat sebanyak 676 terdakwa kasus korupsi berasal dari perangkat desa, dan kepala desa adalah yang terbanyak menjadi pelaku korupsi dana desa. 

Sekali lagi kita tidak sedang membeda-bedakan antara lulusan SMP dan SMA, tetapi ada kecenderungan yang relevan berdasarkan apa yang diungkap oleh ombudsman dalam ombudsman.go.id bahwa kompetensi menjadi salah satu penyebab dari "bocor"nya dana desa ini. Bisa jadi sebenarnya penyelewengan ini berasal dari ke awaman para kepala desa dalam pengelolaan dana desa, awam yang dimaksud adalah awam teknologi dan awam peraturan perundangan. 

Di era perkembangan teknologi informasi yang luar biasa ini segala peraturan perundangan bisa mudah kita dapatkan dengan langsung melakukan pencarian pada laman pencarian dan berikutnya unduh, tapi bagaimana dengan yang tidak akrab dengan dunia informasi dan teknologi, jangankan download, menggunakan saja mungkin jarang di lakukan, pekerjaan digantungkan pada para perangkat desa. 

Desa ini adalah unit terkecil dari negara, ada banyak potensi strategis bangsa ini ketika desa-desa menjadi maju. Tetapi jika desa sebagai ujung tombak  dari pemerintahan ini rusak maka kacau lah negara ini. 

Walaupun pemerintahan kepala desa ini ruang lingkupnya kecil tapi diperlukan kecakapan lebih dari hanya sekedar punya banyak pendukung, tapi kecakapan-kecakapan lain dalam pelaksanaan tugasnya sebagai kepala desa yang berada di zaman IT yang semakin berkembang. 

Kualifikasi minimal pendidikan yang dipersyaratkan bisa menjadi tameng utama dari penyelewengan dana desa, sebab diharapkan dengan jenjang pendidikan yang lebih tinggi, kecakapan dalam pelaksanaan tugas juga akan lebih tinggi. 

Sebab dalam tiap jenjang pendidikan yang ditempuh ada kompetensi dan pengalaman yang berbeda pula, semakin tinggi jenjang pendidikan, maka semakin tinggi juga tagihan kompetensi yang diharapkan, sehingga ketrampilan dalam melakukan analisa dan penentuan tindakan juga akan lebih tepat. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun