"Kalau video yang dipotong ada bagian yang kurang kita bisa meng-undo (mengembalikan) kembali ke video utuh", ucapnya. Di sinilah pentingnya mengambil shoot pendek, agar tidak lelah saat editing row material.
Yon Bayu pun tak mati akal. Selama dirinya bekerja di salah satu media cetak, dia pun buat "ladang uang" untuk tulisan yang dibuatnya, yaitu cerita bersambung yang lantas dijadikan novel. Pengantin Lembah Kematian, contohnya. Novel ini telah dicetak beberapa kali oleh Wikipedia dan dijual oleh beberapa toko buku online. Banyak cara monetize kalau Anda punya keahlian. Jadi, tak perlu takut kehabisan rezeki. Terpenting, ada kemauan, Insya Allah ada jalan.
Nah, Yon Bayu melanjutkan proses pembuatan video yang sudah disiapkan sebelumnya. Dia memasukkan suara ke dalam video dengan cara merekam lalu dikirim ke email. Prosesnya pun tak perlu waktu lama. Setelah itu memasukkan ke dalam videopad untuk diedit. Jika dirasa suara kepanjangan, sama halnya seperti mengedit video, suara bisa dipotong sesuai kebutuhan.
Gambar-gambar yang dibutuhkan pun disesuaikan, baik untuk pergantian video maupun untuk kover depan video. Setelah printilan-printilan video tersebut selesai, siap-siap untuk di-upload ke YouTube Channelnya.
Nah, ngomongin YouTube Channel ini, sekarang sudah jadi magnet tersendiri untuk para Blogger-Vlogger, mengapa? Yon Bayu sendiri telah mengelola akun Youtubenya jauh lebih lama. Di sini beliau berbagi. Akun YouTube yang dibuatnya mulanya acak, akan tetapi seiring bergulir waktu, akun YouTube miliknya bertemu niche yang disukainya.
Channel You Tube politik lebih dipilih Yon Bayu. Hal ini lebih kepada interest. Dari YouTube Channel yang dipunyainya itu, pundi-pundinya pun tiap bulan terus membengkak. "Akun YouTube kita itu bisa dikelola dan mendatangkan uang, asal tahu caranya. Minimal, untuk mendapatkan uang punya 1.000 subscriber dan 4.000 jam tayang. Hal ini sangat mudah kita lakukan," jelasnya di sela-sela dirinya berbagi bersama CLICK Kompasiana.
Saya, dulunya tidak begitu interest dengan yang namanya video, entah kenapa. Mungkin karena tidak sabaran mengedit atau memasukkan potongan demi potongan gambar/video, suara, lantas mengedit satu per satu dengan sangat cermat.
Namun kini, hal-hal seperti tersebut memang harus saya tepikan. Hal itu semata-mata mengikuti perkembangan zaman yang memang sangat dibutuhkan. Video yang saya hasilkan memang masih amatiran, tetapi punya pesan yang disampaikan.