Kuta itu sudah biasa. Ini cerita lain di balik yang biasa.
Indonesia begitu kaya, baik keragaman hayati maupun budaya. Tersebar dari ujung pulau Sumatera (pulau Sabang) hingga Merauke. Anugerah terindah Sang Pencipta beri, sudah sepatutnya kita hargai. Negara ini pun sangat dikenal sebagai negara yang subur hingga mancanegara. Oleh karenanya, wajar saja kolonial yang datang betah bercokol dan ingin menguasai.
Negara megabiodiversityini menjadi nomor dua di dunia setelah Brasil dalam hal kekayaan baik flora, fauna, dan keindahan alam. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai daerah tujuan wisata yang sangat potensial untuk wisatawan, baik wisman maupun wisnus, untuk tahu lebih banyak mengenai Indonesia, baik dari sisi keragaman hayati maupun budaya.
Indonesia, selain kaya dengan keragaman hayati dan budaya, juga kaya dengan keragaman geologinya (geodiversity). Negara ini, kalau seperti disebutkan dalam situs National Geographic Indonesia, bahwa nusantara dianugerahi bentang alam yang sangat indah, tanah subur, hutan kaya dengan satwa endemik dan berlimpah mineral.
Geopark (Taman Bumi)
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikan budaya dan alam dalam bingkai pariwisata itu dengan membuat geopark. Konsep geopark tersebut berguna sebagai daerah tujuan wisata yang dapat memberikan kemudahan akses pariwisata berorientasi pada keragaman dan keindahan alam serta budaya.
Guilin, salah satu kota di RRT yang berada di timur laut Kawasan Otonomi Guangxi Zhuang. Dan sudah sejak lama daerah ini menjadi tempat tujuan wisatawan turis mancanegara. Di daerah inilah Jero Wacik melihat secara nyata penduduknya rata-rata berumur panjang, di atas 120 tahun. Ternyata, daerah Guilin ada di antara bantaran Sungai Li dan gunung-gunung kecil yang menjulang tinggi. Hal itu yang membuat hawa di Guilin terasa sejuk.
Ada hal yang benar-benar diresapi oleh Jero Wacik tatkala berada di sana. Dia berpikir, bahwa orang-orang yang tinggal di sekitar kaki gunung lebih sehat karena udara yang masih segar bebas polusi. Begitu pula dengan penduduk yang tinggal di sekitar lereng Gunung Batur. “Orang tua saya, hingga umur 90 tahunan masih sehat, dan meninggal di atas usia itu.Orang-orang tua yang sudah berumur lebih dari 90 tahun, itu karena mereka hidup di kaldera”, tutur Jero Wacik.
Kehadiran Geopark di Bali menambah lagi deret panjang tempat kunjungan wisata. Tak hanya sekadar kunjungan wisata, orang-orang yang berkunjung ke Batur, secara tidak langsung telah menyehatkan paru-paru mereka.dari hinggapan penyakit. Kaldera Batur memberikan manfaat besar untuk kehidupan orang-orang Batur khususnya, dan para wisatawan umumnya.
Ada banyak keuntungan dengan kaldera Gunung Batur sebagai Global Network of National Geoparks, yaitu promosi wisata Indonesia hingga dunia internasional tanpa harus mengeluarkan biaya besar. Selain itu, pengelolaan geosite, geowisata dikelola lebih baik, karena setiap empat tahun sekali UNESCO akan melihat dan me-review lagi apa yang sudah menjadi keputusannya.
Di Indonesia sendiri ada lima Geopark lainnya yang tersebar di beberapa provinsi yaitu, Danau Toba (Sumut); Merangin (Jambi); Gunung Rinjani (NTB); Raja Ampat (Papua); dan Kawasan Kars Sewu (Jawa Timur).
Toya Bungkah-Toya Devasya
Dalam pesonanya, untuk kembali menyegarkan saraf tubuh, Bali memiliki banyak tempat pemandian air panas. Di sekitar Danau Batur, Kintamani, Bangli, Bali banyak terdapat sumber air panas, salah satu di Toya Devasya The Ayu Exclusive Kintamani Villa-Natural Hot Spring. Berlokasi di Toya Bungkah, Kintamani, Bali. Di tempat ini ada tiga kolam air panas. Kolam paling favorit terletak tepat di sebelah Danau Batur yang langsung berhadapan dengan Gunung Batur. Tuhan menciptakan Bali dengan ragam pesona keindahan yang tiada tara.
Kolam air panas Toya Devasya ini berhadapan langsung dengan pemandangan alam. Tak diragukan kalau setiap hari tempat tersebut sesak dengan sekitar 200an orang untuk berendam dan berenang. Air panas yang yang ada di kolam tersebut benar-benar air yang muncul dari permukaan bumi di pegunungan. Airnya pun tidak berbau, tidak berwarna, dan langsung dapat diminim.
Ketika saya tiba di lokasi, disambut dengan welcome drink yang dingin dan menyegarkan. Para staf Toya Devasya sigap melayani tetamu yang datang. Benar apa yang dikatakan oleh mantan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata era Pak SBY-JK, Bapak Jero Wacik, kalau mau mencari kesenangan dan kebahagiaan, pergilah ke Bali. Ternyata sudah saya buktikan sendiri Pak Jero. Malah saya ketagihan untuk pergi lagi.
Malang tak dapat diraih, untung tak dapat ditolak, beberapa waktu lalu, beliau didera masalah.
KPK, menjadikan Jero Wacik sebagai tersangka kasus korupsi ketika menjabat sebagai Menteri Ekonomi dan Sumber Daya Mineral. Tuduhan tak berdasar “sengaja” dibuat KPK untuk megganjal karier politik Jero Wacik ditingkat yang lebih tinggi.
Mungkinkah ada ketakutan KPK dengan sepak terjang Jero Wacik? Atau KPK memang menargetkan orang-orang Demokrat sebagai pesakitan korupsi? Atau KPK ingin “cuci tangan” dari gejolak politik yang ada di dalam tubuh KPK sendiri? Tuduhan yang paling menyakitkan dan sangat tidak mengenakkan tentunya untuk diri Jero Wacik dan keluarga saat ini.
Bagaimana seorang Jero Wacik melakukan korupsi Dana Operasional Menteri, sementara dirinya belum lagi diangkat sebagai menteri kala itu? Waryono Karno yang saat itu menjabat sebagai SekJen ESDM, apakah sudah tahu dan mengenal secara dekat Jero Wacik? Ini seperti rekayasa untuk mengenyahkan anak bangsa yang ingin maju pesat untuk mengembangkan kepentingan negara.
“Tidak ada sesuatu yang tidak direncanakan Tuhan”, demikian Jero Wacik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H