Mohon tunggu...
Jun Joe Winanto
Jun Joe Winanto Mohon Tunggu... Koki - Chef

Menulis sebagai rangsangan untuk sel-sel otak agar terus berbiak. La Cheo Joe, banyak menulis buku, tetapi tidak untuk diterbitkan secara komersial. Buku-buku tersebut diperuntukkan untuk proyek Departemen Pendidikan Nasional dari beberapa penerbit. Lebih dari 100-an judul buku telah ditulisnya. Lahir pada 9 Juni di “Bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah”, sebagai anak keempat dari enam bersaudara. Cita-citanya berbelok seratus delapan puluh derajat dari yang diidam-idamkan menjadi Dokter Kandungan. Kuliah pun sebenarnya tak diinginkan oleh kedua orang tuanya karena sesuatu dan lain hal. Cerita berkata lain, diam-diam Sang Guru Bimbingan Karier (BK) SMA-nya memberikan berkas lembaran sebagai Mahasiswa Undangan ke Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada. La Cheo Joe sempat merenungi keputusan saat jari-jemarinya menjentikkan pulpen mengisi titik-titik bernama. Perjalanan kariernya di beberapa perusahaan, mengantarkannya untuk berkeliling daerah di Indonesia. Mulai dari Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Kalimantan. La Cheo Joe sebagai penyuka olahraga selam, masak,icip-icip makanan, traveling, dan naik gunung ini, bercita-cita punya “tempat makan” sendiri dan ingin segera merampungkan salah satu bukunya yang sempat tertunda lama. Untuk mengenal lebih jauh dengannya, dapat dihubungi via email: junjoe.gen@gmail.com atau di nomor telepon 0857 1586 5945.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Gastronomic Madness di Kampung Tempoe Doeloe

2 Mei 2016   22:35 Diperbarui: 2 Mei 2016   22:49 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hmm… tak dapat dipungkiri. Terbentang dari Sabang sampai Merauke, Indonesia menyimpan beribu jenis masakan, dari yang benar-benar asli hingga ragam campuran, salah satunya masakan Tionghoa. 

Kompasianer Penggila Kuliner: Gerebek La Piazza Kampung Tempoe Doeloe Kelapa Gading, Jakarta UtaraFoto: Dok. Pribadi

Nuansa ini terlihat jelas di Jakarta Fashion Food Festival“Kampoeng Tempo Doeloe”  La Piazza, Kelapa Gading Jakarta Utara. Hiasan-hiasan negeri Tirai Bambu itu bergantung cantik dalam tatanan apik di setiap gerai. Sajian kulinernya pun bervariasi, layaklah untuk memanjakan lidah sejenak.

img-20160430-wa0028-5726f6c8b37a61f6063a5562.jpg
img-20160430-wa0028-5726f6c8b37a61f6063a5562.jpg
Dekorasi negeri Tirai Bambu di Kampoeng Tempo Doeloe Foto: Dok. Pribadi

Dunia masakan (makanan atau kuliner) dan dunia mode, itu sepertinya seiring sejalan. Ada saja hal-hal baru yang dimunculkan untuk menarik peminat atau pelanggan. Ya, makanan tidak akan pernah mati, karena menjadi salah satu kebutuhan primer manusia.

Makanan di negeri ini memang berkembang sangat luar biasa. Bayangkan saja, setiap tahun ada saja tempat makan baru (tempat wisata kuliner). Dari sini terlihat, ternyata Jakarta Fashion Food Festival berdedikasi untuk terus mengangkat industri makanan yang  berlatar belakang budaya nusantara ke ranah yang lebih tinggi lagi, melalui Kampoeng Tempo Doeloe (KTD).

Tahun demi tahun Kampung Tempoe Doeloe ini  menghadirkan nuansa berbeda-beda. Untuk gelaran tahun ini mengambil tema “Aneka Mie Nusantara” dengan hiasan-hiasan negeri Tirai Bambu. Ada sekitar 91 Usaha Kecil Menengah kuliner yang berpartisipasi dengan sajian lebih dari 200 menu.

Tionghoa menjadi sentral kuliner kali ini, terkenal dengan masakannya, salah satunya Mie.Seiring bergulir waktu, olahan rasanya menyesuaikan dengan rasa lokal. Hampir di setiap daerah di Indonesia, mie hadir. Di JFFF  ternyata hadir delapan varian mie nusantara.Tentunya, ini menjadi pengaya kuliner dari jenis mie-mie-an di Indonesia.

suasana-kampung-tempoe-doeloe-jpg-5726f977f09673ff06a6f4f8.jpg
suasana-kampung-tempoe-doeloe-jpg-5726f977f09673ff06a6f4f8.jpg
Suasana di Kampung Tempoe Doeloe dalam Aneka Mie Nusantara Foto: Dok. Pribadi

Kali ini, bersama Kompasiner Penggila Kuliner, saya mencicipi salah satu olahan mie tersebut. Mie Kangkung. Mie-nya lembut kenyal dan tidak lengket. Variasinya ditambah dengan toge, ayam  potong dadu dan dimasak dengan kecap dan bumbu lainnya, dan pastinya kangkung yang direbus sebentar (blunch), tetapi  crunchy (kreyes-kreyes) masih terasa dan tidak keras. Toge direbus setengah matang.

Hal uniknya lagi adalah kuah mienya itu. Terbuat dari campuran, bisa gula jawa atau kecap yang diberi sedikit garam untuk menaikkan rasa lantas ditaburi bawang goreng. Saya rasa-rasa, kuahnya terbuat dari kecap dan tambahan sedikit garam jadi berasa gurih.Bukan terbayang lagi aroma kelezatannya, tapi Mie Kangkung itu nyata di depan mata.  Ada beberapa sajian mie lainnya yang perlu dicoba, antara lain Mi Kocok Bandung, Mie Aceh Seulawah, juga Mie Cakalang Manado.

mie-kangkung-jpg-5727708e169373070cb361fb.jpg
mie-kangkung-jpg-5727708e169373070cb361fb.jpg
Mie Kangkung dengan campuran toge, ayam, kangkung, dan kuahFoto: Dok. Pribadi

Ramainya pengunjung tak menyurutkan saya untuk berburu jenis makanan lainnya, apa itu? Laksa Sari. Laksa sebagai salah satu makanan khas Betawi dari dahulu hingga sekarang. Kuliner satu ini adanya di hari-hari tertentu. Biasanya saat ada perayaan pengantin Betawi, Laksa tersaji.

laksa-olahan-jpg-57276ea5789373e30af0b41a.jpg
laksa-olahan-jpg-57276ea5789373e30af0b41a.jpg
Laksa, makanan Betawi dari dulu hingga kiniFoto: Dok. Pribadi

Saya sempat bercakap-cakap dengan si penjual untuk mengorek lebih jauh, bumbu-bumbu apa saja yang dicampurkan hingga terasa lezat. Alhasil keluarlah resep dari si penjual.

Laksanya divariasi dengan lontong, biasanya tidak. Bahan-bahan yang saya lihat terdiri dari bihun, telur rebus, ebi, ayam suwir, jeruk limau, sambal, emping (emping bisa diganti kerupuk), bawang goreng, dan kuah untuk siraman. Kuahnya ini ternyata dari bumbu kari dengan santan. Rasa dan aroma Laksa itu naik tatkala ebi ditaburi. Satu porsi Laksa jatuh ke dalam rengkuhan lidah saya.

gerai-jpg-572771322f9773340a6cd0e3.jpg
gerai-jpg-572771322f9773340a6cd0e3.jpg
Beberapa gerai kuliner Kampung Tempoe DoeloeFoto: Dok. Pribadi

Masih terus berkeliling mencari-cari kuliner apalagi yang ingin saya cicipi. Pilihan saya jatuh ke Bakso Radja. Kenapa Bakso Radja itu menggoda saya? Itu karena bakso yang disajikan besarnya hampir sekepal tangan orang dewasa. Saya pikir, “Lumayan juga buat nampol perut yang lagi kosong, ditambah lagi hujan deras mengguyur La Piazza”. Bukan buat ngelempar yang lain lho yaaa

bakso-radja-jpg-57276f4b719373570548d10d.jpg
bakso-radja-jpg-57276f4b719373570548d10d.jpg
Bakso Radja, Bakso penuh cita rasa menggugah seleraFoto: Dok. Pribadi

Benar saja, Bakso Radja itu berkuah gurih. Tak ingin cepat-cepat saya menghabiskannya. Bakso ini begitu nikmat menghampiri lidah dan gigi geligi saya berkelahi dengan bola-bola daging tersebut. Benar-benar daging sapi asli. Campuran tepung di daging itu hanya seperberapa dari daging, hasilnya adalah daging yang lembut  dan tidak keras dikunyah.

Saya masih belum puas menikmati sajian dari puluhan booth kuliner tersebut. Ingin segera kembali lagi ke sana! Untuk yang belum sempat mampir, segera meluncur. Gelarannya lumayan lama  dari 22 April s.d. 22 Mei 2016 ini. Kapan lagi icip-icip kuliner Kampung Tempoe Doeloe. Grab it or leave it guys!!

logo-kpk-572776d8567b612e0aa9b62d.png
logo-kpk-572776d8567b612e0aa9b62d.png
Hidup Penggila Kuliner

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun