Bahkan, untuk memaksa-maksa bawahan demi uang, itu tidak tercemin dalam diri Pak Jero, menurut saya. Meminta kick back kepada rekanan, sementara kick back yang menjadi fakta persidangan itu sudah dilakukan di awal tahun 2010. Sementara yang menjabat PPK di 2010 kala itu Ahmad Sudaryanto dikoordinatori oleh Sri Utami sebagai pejabat eselon 3. Sedangkan PPK di 2011 dipegang oleh Dwi Handono dengan nama rekening atas nama Indah Pratiwi. Indah Pratiwi ini adalah swasta sebagai teman Sri Utami. Ketika itu dana kick back sudah masuk sebesar lebih kurang Rp15 Miliar. Sementara, Jero Wacik ketika itu belum diangkat menjadi menteri ESDM.
Melihat kembali masalah ini, apakah Jero Wacik yang belum menjadi menteri ESDM di 2010, bisa memerintahkan Sekjen ESDM? Orang awam pun akan bilang, tentu tidak bisa. Siapa beliau yang main perintah, bukan atasan langsung. Jelas-jelas baru diangkat menteri oleh SBY pada Oktober 2011 (ketika terjadi reshuffle kabinet). Semestinya fakta ini gugur dalam persidangan.
Sementara itu, Waryono Karno mengatakan takut secara psikologis melawan atasan, sesungguhnya hal itu dibuat-buat saja, menurut Jero Wacik. WK mengaku bahwa Jero Waciklah yang meminta dirinya untuk mengumpulkan uang, sejak Januari 2010. Pertanyaannya adalah, apakah Pak Jero sudah mengenal secara baik dan dekat WK sebelumnya? Atau akal-akalan WK saja untuk menggemukkan pundi-pundi pribadinya tetapi orang lain yang dijadikan tumbal? Atau ketidaksenangan segelintir orang di lingkungan ESDM kepada Jero untuk menggulingkan dirinya atas nama pemerasan?
Nah, yang saya herankan lagi kenapa JPU kok percaya saja dengan ucapan Pak WK? Apa tidak ditelusuri lebih dulu? Mengacu pada fakta persidangan yang harusnya sudah gugur. KPK dan JPU harusnya jeli melihat masalah ini.
Dari dakwaan memeras, digulirkan pula kasus penyelewengan dana DOM. Jelas-jelas, dana DOM seperti yang diucapkan Wapres Jusuf Kalla di kesaksiannya untuk JW, bahwa DOM itu tidak dapat dipisahkan antara Jero Wacik sebagai menteri dan pribadi. Adakah yang salah dari kesaksian Jusuf Kalla? Itu ucapan yang keluar langsung dari mulut JK tanpa direkayasa. DOM, secara khusus diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 3 Tahun 2006, sementara yang berlaku saat ini adalah PMK No. 268 tahun 2014. Segala sesuatu yang dulunya ada di PMK No. 3 tahun 2006, otomatis akan gugur dengan sendirinya setelah terjadinya perubahan PMK terbaru. Jadi, tidak perlu dipermasalahkan. Apakah KPK mencari kambing hitam sebelum mendapatkan sesungguhnya target yang ingin disasar?
Tak cukup sampai di situ, Jero Wacik oleh KPK didakwa menerima gratifikasi. Gratifikasi yang dimaksud adalah seluruh perayaan ulang tahun JW yang berlangsung di Hote, Dharmawangsa minta dibayari oleh Herman Afiff Kusumo dengan total nilai sebesar Rp349 juta. Nah, perlu diketahui bahwa itu bukan perayaan ulang tahun beliau. Nyata-nyata, sebagai orang Bali, Jero Waci tidak mengenal yang namanya ulang tahun. “Beliau tidak pernah merayakan ulang tahun. Di Bali, dan Pak Jero sendiri itu justru lebih mengenal otonan, hari Weton”, ucap I Ketut Mardjana, salah satu sahabat dekat Jero Wacik.
Acara yang berlangsung di Hotel Dharmawangsa tersebut adalah Peluncuran Buku 100 Tokoh. Kala itu, JK hadir dan juga mengisi tulisan di buku tersebut sebagai salah seorang tokoh. Buku itupun di-launch langsung oleh SBY. Dan Presiden RI yang sekarang, Joko Widodo juga menulis di buku tersebut. Undangannya pun resmi, sehingga terdapat cap dari Sekretariat Negara, dihadiri juga oleh Pasukan Pengawal Presiden.
Yang perlu diketahui khalayak adalah bahwa Pak Jero Wacik itu selain sebagai Menteri ESDM saat itu, juga sebagai Ex Officio Chairman di Dharmawangsa. Oleh karenanya, Owner Dharmawangsa memberikan beliau keuntungan tersendiri alias bebas biaya (free of charge) jika mengadakan acara atau kegiatan di hotel tersebut. Jadi, jelas, JW tidak pernah mendapatkan atau menerima apapun dari Herman Afif Kusumo seperti yang KPK/JPU dakwakan. Diperkuat lagi dengan kesaksisan Pak Herman di persidangan. Dan sebaliknya, JW juga tidak memberikan keuntungan apapun kepada Pak Herman. Ini adalah fakta yang sebenarnya.
Mengapa JPU/KPK ngototbahwa Jero Wacik menerima gratifikasi? Dakwaan yang ditujukan kepada JW seakan-akan menegaskan bahwa JW memang pelaku. Padahal semua saksi menyatakan dan menguatkan dengan perkataan tidak. Peran besar dan reputasi JW ingin dimatikan secara perlahan-lahan, artinya karakter JW dibunuh.
Sebagai Chairman Board of Advisor, oleh pemilik Dharmawangsa JW dan keluarganya diberi fasilitas, dan itu sifatnya gratis, mau kapan saja digunakan. Tagihan dari Dharmawangsa pun tidak ada. Ditambah lagi bahwa tidak pernah ada membicarakan tentang biaya apapun kepada JW. Apakah ada kealpaan pemilik mengingatkan stafnya bahwa ada komitmen antara Pak JW dengan Owner? Melihat masalah ini, sudah sepatutnya Pasal 11 yang dituduhkan itu gugur di mata hukum. Karena bukit-bukti tidak ada dan tidak menguatkan JW sebagai penerima gratifikasi.
Meski banyak prestasi yang ditetaskan, Jero Wacik tetap kuat memegang aturan, taat asas, dan bertanggung jawab terhadap hal-hal yang ditugaskan. Menjadi perhatian bersama, bahwa apabila kesalahan JW karena administrasi DOM, itu akan menjadi Juris Prudensi, menurut saksi ahli dari Unpad Bandung, Prof. Dr. I Gede Panca Astawa. Oleh karena itu, seluruh menteri dan Kepala-Kepala Lembaga yang memperoleh DOM dapat dipidanakan. Hal yang yang sangat disayangkan nantinya adalah akan meluluhlantakkan motivasi pemimpin masa depan. Meminta maaf jika salah mendakwa tidak ada salahnya.