(4) Perubahan ternyata bisa terjadi.
Lulus S-1 saya melanjutkan S-2 tetap dikampus saya dengan sambil kerja sebagai freelance engineer. Lebih tepatnya kuliah saya yang part-time, proyek saya yang utama. Disini saya mulai kenal dunia, calo/makelar. Bagaimana suatu proyek di sub kan (maksudnya diserahkan ke perusahaan lain walau dia yang menang), kemudian di sub kan lagi terus sampai kesekian hingga yang mengerjakannya tereakhir adalah mahasiswa. Kejadian ini lebih sering untuk proyek yang menggunakan APBN/APBD/BUMN/BUMD. Biasanya yang menang tender kan orang dalam, cuma aslinya ga bisa ngerjain jadinya disub-subkan.. Juga mulai tahu apa yang disebut dengan entertain. Sebagai freelance, anda bisa jadi kontraktornya, konsultan, bahkan jadi orang owner yang punya proyek. So, dunia entertaint dan men-entertaint menjadi hal yang sangat biasa. So klo daerah seperti Mangga besar begitu terkenal dan bebas, karena emang duit yang berputar disana banyak sekali. Dan lagi banyak juga ada orang yang ingin bersih, khususny yang paling atas, juragan besarnya, dalam arti yang mengerjakan kotor2nya adalah orang lain, dan dia hanya terima duitnya. Di kondisi ini, semua idealisme diuji, cuma tugas engineer kan "menjamin bahwa semua desain bangunan adalah aman sehingga tidak menyebabkan korban jiwa". mengenai yang lain tutup mata dan tidak ambil duitnya.
(5) Kasus LHI yang jadi perdebatan di dunia maya sebenarnya adalah hal yang sangat biasa didunia tender proyek sampai saya ngomong gini ketemen saya yg update status terus membela PKS "bukannya yang dilakukan LHI sama AF sama persis sm bos besar kita di PT xxx. Bos kecil cawe2 cari proyek, sambil nakal sana-sini pinjem nama bos besar, terus nilai proyek yang didapatkan disetor ke bos besar. Bos besar tutup mate aja dengan tiap tahun umroh dan nyumbang duit ke mesjid yg besar terus jadi pengurus mesjid
Pengalaman2 di atas merupakan pengalaman di dalam negeri. Selanjutnya saya dapat kesempatan untuk keluar negeri, ke Jepang tepatnya, dengan beasiswa dari pemerintah jepang untuk S3. Sebelumnya sempat bekerja di salah satu etnis minoritas di Indonesia, dan saya mulai paham bagaimana minoritas dapat menguasai mayoritas, seperti Zionist Yahudi yang bisa menguasai dunia saat ini melalui Rothschild, Rockafeller,dkk. Yups, mereka bekerja keras tapi kita gampang sekali menyalahkan mereka karena kemalasan kita, coba klo ada kerusuhan, pasti etnis minoritas Tionghoa yang akan duluan dibakar. Klo presiden PKS yang ditangkap yang disalahkan adalah Zionist.
Di Jepang ternyata ada juga politik bukan hanya belajar mulu. Ya, Saya mulai kenal dengan jaringan parpol dan jaringan pengajian yang sangat kuat di Indonesia. Banyak juga para petinggi dan menteri di Indonesia yang berasal dari berbagai dari negara di luar negeri merupakan anggota kelompok tertentu entah hanya kelompok diskusi maupun kelompok pengajian. Salah satu yang besar yang saya tahu adalah ISNET. Tapi saya tidak gabung kesana, saya cuma ikut2an pengajian liqo saja. Awalnya karena saya diejek sama senior dikampus saya yang bilang saya ga laku dikader. Lgsg saya bilang sontoloyo, sini saya ikutan jg. Ternyata ada banyak sekali, coba saya ikutin aja satu2. ada salafi, ikhwanul muslimin, hizbut tharir, ternyata ada juga cabang2nya di jepang. Baru paham juga ternyata ajaran2 dari timur tengah juga tidak akur di negeri asalnya di padang pasirnya. Tapi saya bisa dibilang tidak mau terlibat begitu dalam walau dibilang, sering2 ikut aja biar ntar bisa jadi Menteri PU nanti. Sepertinya saya tidak cocok. Hanya ada juga yang menggelitik, bahwa banyak lulusan luar negeri yang jadi menteri. Kalau boleh jujur banyak juga yang kuliah diluar negeri tidak terlalu fokus dalam mengembangkan keilmuan. Malah lebih banyak yang sibuk dengan organisasi, karena memang banyak sekali organisasi orang Indonesia. Mulai dari PPI, KAMMI, parpol, masjid, gereja, dkk. Bahkan terlihat gaya di kampus Indonesia dahulu yang selalu berkata dengan kata "kontribusi" menjadi alat mengembangkan network dan syukur kalo bisa ketemu kedubes dan dapat fasilitas dan dana. Banyak kasus yang terblow up di luar negeri mengenai kejelekan pemerintah kita, seperti kasus OPM di Inggris kemaren, kita dengan dukungan kedubes, menjadi bagian pencitraan Pemerintah dengan kegiatan berbagai foto dari mahasiswa Indonesia disini dengan menuliskan I love Papua. Padahal kami tidak kenal papua, tidak pernah berkunjung kesana, tapi kami berpose dalam foto bahwa kami mencintai Papua.
(6) Baik di Indonesia maupun Luar negeri, dunia politik orang Indonesia tidak jauh berbeda.
Yups, ini pengalaman saya dalam mengamati dunia politik di Indonesia, dan selalu jadi pertanyaan dalam pikiran saya Mau dibawa kemana Indonesia ini?Dan Indonesia yang bagaimana yang sebenarnya diinginkan?
Klo mampir kesini coba ditinggalkan comment-nya.
Cheers..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H