Dalam sistem pendidikan di Indonesia saat ini, berkembangnya ideology pasar merupakan konsenkuensi dari kebjikan Sistem Pemerintahan di Indonesia yang berpihak pada kapitalisme global. Pemaksaan penerepan hokum pada dunia pendidikan berdampak juga pada liberalism pendidikan.
Banyak juga sebagian masyarakat berekspektasi bahwa datangnya virus corona membawa berkah berupa tatanan sosialisme yang ada di dunia. Optimisme ini terbangun karena bahwa ekonomi di dunia sedang menghadapi keruntuhan. Virus corona juga membawa tekanan ekonomi bagi masyarakat yang mengharuskan tatanan kapitalisme lama untuk runtuh.
Di era pandemi covid-19 Â yang selama ini menjadikan pendidikan sebagai komoditi bisnis pun adanya kabar sedang diambang keruntuhan. Lihat saja kondisi saat ini, kebijakan pembatasan sosial (social distance) di Indonesia yang mana mengharuskan pada peserta didik hingga mahasiswa untuk tidak dating ke sekolah maupun ke kampus. Di mulain bermunculan adanya untuk pengembalian SPP/UKT, penghapusan Ujian Nasional (UN) yang pada akhirnya dihapuskan, penghapusan skripsi dan lain sebagianya. Selama ini adanya biaya SPP/UKT, UN dan skripsi menjadi wujud nyata dari komersialisme disektor pendidikan nasional.
Namun, di tengah wabah virus Corona ini nyatanya di bidang pendidikan di Indonesia tidak juga menyenangkan bagi sebagian masyarakat. Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) hanya sekedar dipindahkan dari yang sebelumnya dilakukan secara tatap muka secara langsung, nyatanya sekarang bertatap muka via online di kelas maya dengan jumlah murid yang sama pula. Malahan saat ini para pelajar maupun mahasiswa seriing diberikan tugas silih berganti merasakan mengeluh dengan bagaimana covid-19 berakhir.
Adanya tugas sekolah atau perkuliahan yang sebelumnya diberikan di kelas dan dikumpulkan di meja guru, yang mana sekarang dikumpulkan melalui via email atau media sosial sang guru atau dosen. Uang yang biasanya digunakan untuk ongkos transportasi ke sekolah maupun untuk kegiatan sehari-hari, sekarang digunakan untuk membeli kuota internet yang lebih besar agar mampu mengikuti pembelajaran daring tanpa melambatnya jaringan..
Namun ada banyak sekali keluhan-keluhan yang bermunculan pada sebagian masyarakat. Para mahasiswa mengeluh karena UKT-nya sudah terlanjur dibayarkan penuh tapi tidak dapat menggunakan fasilitas kampus sama sekali selama 1 semester ini. Ada beberapa di antara mereka menuntut kampusnya untuk merelokasi anggaran fasilitas kampus menjadi subsidi untuk membeli kuota internet. Ada yang disetujui, dan ada juga yang ditolak mentah-mentah oleh Rektorat kampusnya.
Belum lagi naiknya biaya sehari-hari seperti listrik, jaringan internet dan kepemilikan gawai di kalangan masyarakat menjadi penghalang untuk melakukan pembelajaran daring hingga ke pelosok negeri. Ketika ini tidak diselesaikan dengan segera maka ketimpangan kualitas pendidikan akan semakin tinggi dan liberalisasi di sektor pendidikan semakin ugal-ugalan seenaknya saja. Kondisi selama ini nyatanya tidak menguntungkan bagi masyarakat sama sekali. Justru terjadi kerugian bagi masyarakat yang mana adanya terjadi keluhan-keluhan tersebut.
Adanya penerapan new normal di bidang pendidikan tidak bolehmengharuskan terburu-buru karena daerah yang rencananya menerapkan skema ini merupakan daerah yang pada gelombang pertama menyebabkan kasus Covid-19 menyebar dengan sangat cepat di Indonesia seperti provinsi DKI Jakarta dan Sumatera Barat. Perlunya evaluasi dari kebijakan sebelumnya yaitu PSBB harus menjadi dasar sebelum diterapkannya new normal. Banyak sekali pelanggaran yang dilakukan oleh sebagian masyarakat di masa Pembatasan Skala Berbasis Besar (PSBB) padahal kebijakan ini diperuntukan bagi orang dewasa. Bagaimana nanti jika new normal diterapkan di bidang pendidikan melihat anak-anak lebih rentan melakukan pelanggaran.
Adanya hambatan-hambatan proses belajar mengajar secara daring seperti fasilitas teknologi, jaringan internet, kesiapan guru dan konten belajar yang baik harus segera dicarikan solusinya. Sebelum pemerintah mengorbankan anak-anak yang rentan terkena virus jika diterapkan skema new normal di semua tingkat pendidikan, lebih baik pemerintah khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terus bekerja memperbaiki sistem pendidikan ke arah yang lebih maju.
Ini merupakan tantangan berat bagi guru, dosen, maupun orangtua. Tidak ada sedikit pun mengeluhkan dengan media pembelajaran jarak jauh melalui daring (internet) ini. Termasuk bagi orang tua diharuskan bekerja dirumah dan  harus tetap mendampingi anak-anaknya, khususnya anaknya yang masih usia dini. Ini mengingat belum meratanya diperkenalkan teknologi dalam pemanfaataan media belajar, seperti laptop, gadget, dan lainnya.
Terutama anak usia dini hingga sekolah menengah belum merata ketersediaan fasilitas teknologi sebagai media belajar mengajar di sekolah. Meskipun sebagian besar sudah mengenal digital, sisi operasionalnya belum diterapkan optimal dalam media pembelajaran.