Mohon tunggu...
Ahmad Junaedi
Ahmad Junaedi Mohon Tunggu... penyunting naskah -

seorang pecinta sejarah NKRI, sastra Arab, selalu antusias dengan segala hal yang berbau sejarah (kecuali perdukunan) dan pelintas dimensi kultur kuno hingga modern

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Gemuruh Sejarah di Bekas Rumah H.O.S Cokroaminoto

2 November 2015   15:28 Diperbarui: 4 April 2017   16:46 2305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rumah sederhana yang sarat sejarah ini, dulunya terbilang memanjang ke belakang. Di bagian tengah, ada dua buah pintu yang terhubung langsung ke lorong yang ada di dalamnya. Menurut seorang juru kunci rumah Pak Cokro, saat masih dihuni, rumah ini memanjang hingga beberapa meter ke belakang. Di ujung belakang, dulu, ada sebuah kandang kuda. Sesekali, kuda-kuda itu dipakai untuk mengikuti sebuah perlombaan balap kuda, begitu ujar sang juru kunci rumah. Siapa yang merawatnya? Selain tuan rumah, yaitu Pak Cokro, biasanya kuda-kuda beliau dirawat oleh anak-anak muda yang indekos disana. Masih di ruang tamu, di dinding searah susunan kursi kayu jati, ada beberapa foto yang menggambarkan kegiatan Pak Tjokro semasa hidupnya. Atap rumah yang terbuat dari sesek (bambu) semakin meninggalkan nilai-nilai klasik rumah yang sebelum dihuni oleh keluarga Pak Cokro, merupakan hunian seorang pedagang Tionghoa.

[caption caption="Foto Pak Cokro saat mengikuti kegiatan Sarekat Islam pada 1923"]

[/caption]

[caption caption="Bung Karno (duduk paling depan sebelah kiri memakai sarung) bersama teman-temannya di HBS"]

[/caption]

[caption caption="Semaun, seorang teman indekos Bung Karno di rumah Pak Cokro"]

[/caption]

Melongok ke ruang berikutnya, kita akan menemui dua kamar yang saling berhadapan. Di sisi kiri, ada kamar yang dahulu merupakan kamar kos. Pak Cokro memang dahulu menjadikan sebagian kamar di rumahnya sebagai tempat indekos. Rata-rata mereka kaum pelajar yang datang dari berbagai kota. Pada arah hadap yang sama, ada kamar keluarga Pak Cokro bersama istrinya, RA Suharsikin dan anak-anaknya. Di dalamnya, ada sebuah cermin kuno. Kaca cermin ditopang kokoh oleh sebuah kotak jati yang bernilai seni tinggi. Di lorong, jalan antara dua kamar, ada almari dan kursi yang juga peninggalan keluarga Pak Cokro, masih berdiri kokoh. Diam membisu menjadi saksi sejarah yang terhimpun di dalam rumah kuno itu.

[caption caption="Ruang pribadi keluarga Pak Cokroaminoto; tampak foto berdua bersama sang istri di dinding sebelah kanan yang mendapat sorot lampu; di atas kotak berkaca cermin, ada kain berpigora dengan logo PSII (Partai Sarikat Islam Indonesia)"]

[/caption]

Berjalan menyusuri ke belakang, kita akan melihat kumpulan foto anak muda yang indekos di sana. Ada foto Bung Karno, Muso, Semaun, dan Kartosuwiryo. Seruang dengan foto-foto, ada kamar mandi dan dapur. Uniknya, ada sebuah kamar yang menyatu dengan bagian atap. Kata sang juru kunci rumah, itulah kamar tidur Bung Karno. Selain sebagai ruang tidur, dulunya Pak Cokro sering mengajar murid-muridnya di ruang tersebut. Untuk bisa mengetahui “jeroan” ruang atas, ada sebuah tangga. Sayangnya, saat itu saya tidak sempat menaikinya.

[caption caption="Pintu masuk menuju lorong dalam rumah yang terhubung pula dengan kamar-kamar, dapur, kamar mandi, hingga ruang belajar di atap"]

[/caption]

[caption caption="inilah anak tangga penghubung lantai dasar dan ruang belajar tersembunyi sekaligus--sebagaimana dikatakan sang juru kunci rumah--sebagai kamar pribadi Bung Karno"]

[/caption]

[caption caption="salah satu perkakas rumah tangga peninggalan keluarga Pak Cokro"]

[/caption]

Di zaman itu, Bung Karno selalu bersemangat belajar di ruang atas. Bung Karno, Muso, Semaun, Alimin, Darsono, Tan Malaka maupun Kartosuwiryo, adalah kumpulan murid Pak Cokro. Kelak, karena perbedaan ideologi dalam berpolitik, mereka pun punya takdir lain. Jalan yang mereka tempuh berbeda. Sukarno misalnya, kelak menjadi seorang nasionalis dan proklamator RI. Muso yang pernah hidup lama di Soviet, pada akhirnya menjadi seorang penggerak Pemberontakan PKI 1948 di Madiun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun