Mungkin terlalu "nyastra" novel Kucing & Tikus karya Gnter Grass ini, sehingga untuk memahaminya saja sangat sulit. Bahkan bisa dikatakan tidak bisa, kecuali sedikit.
Atau bisa saja, sebagai pembaca saya tidak memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi, karena sebagaimana umumnya bahwa karya yang hebat memang sulit untuk dipahami. Tetapi, hal itu bertolakbelakang dengan suatu istilah bahwa karya yang baik, ide-ide dan maksudnya mudah dicerna atau dipahami oleh pembaca.
Sebenarnya, tak jauh berbeda dengan buku karya Danarto -- Adam Ma'rifat -- ke-mbulet-annya. Tetapi, sedikit lebih bisa dicerna susunan kalimat yang digunakan oleh Danarto dibanding kalimat-kalimat yang digunakan oleh Grass, yang dalam hal ini bukan semata menyalahkan Grass, tetapi penerjemahnya.
Sebagaimana kita ketahui, bahwa kerja literasi bukan hanya ada pada diri seorang penulis, tetapi juga pembaca dan khususnya seorang editor yang memiliki peran cukup penting dalam mengoreksi sebuah naskah. Karena jika sebuah naskah atau karya hanya dinilai dari sudut pandang personal, maka tidak akan ada kekeliruan sedikit pun. Namun tidak selalu begitu, karya ini meskipun tampak kata-katanya -- karena terjemahannya -- amburadul, moral yang menjadi tujuan Grass menulis novel ini tak mungkin terlewatkan.
Yang jelas, kisah dalam novel Kucing & Tikus ini memiliki makna yang sangat luas. Sosok Mahlke yang menjadi tokoh utama dalam novel ini digambarkan sebagai pemuda yang memakai kalung dari tali sepatu yang diberi gantungan berupa obeng. Tetapi bukan hanya itu, pada kalung itu juga ada sesuatu yang lain, semacam ornamen ke-Katolik-an, sebagaiman diceritakan benda itu berupa Bunda Maria, Sang Perawan Kudus (hlm. 11). Ketika Grass menggambarkan tokohnya demikian, tentu kisah-kisahnya tak jauh dari persoalan agama atau ajaran, khususnya Kristen.
Mahlke dalam novel ini tidak memiliki ayah, yatim, dan tidak mempunyai saudara kandung. Seperti pada umumnya di sebagian masyarakat lokal Indonesia, mungkin juga di negera lain, termasuk Mahlke yang yatim, bahwa anak yatim identik dengan nakal, tak boleh disakiti, atau paling tidak menganggap kenalannya sebagai sesuatu yang lumrah bagi usia anak-anak. Bagi saya, Mahlke tumbuh menjadi anak-anak hingga dewasa dengan tingkat perhatian sangat minim. Dia bahagia dan melakukan aktivitas sehari-hari dengan caranya sendiri.
Dari kisah-kisah yang dibangun oleh Grass melalui Cholis ini sangat sulit memahami makna yang terkandung di dalamnya, seperti mengigau bagi saya. Barangkali bagi pembaca lain sesuai dengan kemampuan membacanya bisa menemukan maksud yang diinginkan oleh Grass melalui olah otak Cholis.
Memang tidak semua kisah yang dinarasikan ini tak dapat dipahami, cuma cukup sulit dimengerti. Saat Pilentz menemui bibi Mahlke, dia mengetahui bahwa Mhalke sudah aktif di militer. Kabar-kabar berdatangan ke rumah bibi Mahlke. Ada banyak kisah yang diceritakan oleh Mahlke ketika berada di medan peperangan. Dari surat-surat yang dikirim oleh Mahlke, meski tulisannya jelek, Pilentz mengetahui kehebatan Mahlke bahwa dia bisa menembak pasukan musuh.
Pilentz sebenarnya bertanya-tanya tentang isi surat Mahlke tentang kabar tank-tank yang berhasil dilumpuhkan. Rasa heran Pilentz hanya seputar jumlah tank-tank yang dilumpuhkan oleh Mahlke, kadang berjumlah sedikit kadang juga banyak. Dia pernah melumpuhkan hanya delapan, sementara dalam surat sebelumnya yang dikirim, Mahlke melumpuhkan dua puluh tujuh tank (hlm. 155).
Isi pikiran Pilentz barangkali beranggapan bahwa Mahlke sedang memberikan kabar yang tidak tepat, karena kabar yang dibaca melalui surat-suratnya selalu menceritakan tentang pelumpuhan tank-tank.Â
Apalagi pada situasi perang, kabar-kabar untuk membangun opini publik selalu disuguhkan. Karena bisa jadi, kabar yang diterima oleh keluargnya mampu memberikan rasa tenang dan nyaman, padahal medan perang tidak selalu memberikan posisi keuntungan. Tetapi, pada sebagian suratnya, Mahlke menanyakan tentang kabar bibi dan ibunya.
Tentang Kucing dan Tikus
Sebagaimana dijelaskan oleh tokoh lainnya di dalam novel ini, kisah kucing dan tikus akibat Mahlke memiliki leher yang ceking dan jakunnya sangat tampak. Peristiwanya, ketika Mahlke sedang tiduran di lapangan Heinrich Ehlers, lalu seekor kucing abu-abu datang dengan cara mengendap-endap menyeberangi lapangan, tepat menuju arah Mahlke. Ketika kucing itu melihat leher Mahlke dengan jakunnya yang melonjak-lonjak naik-turun, kucing itu mengira jakun Mahlke sebagai tikus yang bergerak-gerak, lalu kucing itu melompat dan menerkamnya (hlm. 167).
Karena alasan diterkam kucing itu, mungkin Mahlke selalu mengenakan obeng sebagai kalung bergandeng dengan Sang Perawan Kudus. Tetapi, secara jelas tidak menemukan kisah sebagai penjelas alasan Mahlke selalu menggunakan obeng sebagai kalungnya selain alasan jakunnya diterkam oleh seekor tikus. Mungkin dari kejadian itu, Grass mengangkat kisahnya tentang isu perang, sehingga narasi-narasi yang dibuat tidak terasa begitu menusuk jika dibaca secara sekilas. Begitu mungkin!
- Judul        : Kucing & Tikus
- Penulis      : Gnter Grass                                    Â
- Penerjemah: Noor Cholis
- Penerbit     : Basabasi
- Cetakan     : I, Januari 2018
- Tebal        : 212 hlm.; 14 x 20 cm
- ISBN Â Â Â Â Â Â Â : 978-602-6651-71-6
- Peresensi    : Junaidi Khab*
* Peresensi adalah Akademisi dan Pecinta Baca Buku asal Sumenep, lulusan UIN Sunan Ampel Surabaya. Bergiat di Klubbuku Basabasi Yogyakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H