Mohon tunggu...
Junaidi Khab
Junaidi Khab Mohon Tunggu... Editor -

Junaidi Khab lulusan Sastra Inggris UIN Sunan Ampel Surabaya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Ingatan Daun

13 November 2017   16:26 Diperbarui: 13 November 2017   16:33 970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Iya mas. Ini sudah tinggal beberapa rajutan lagi."

Aku hanya menghela nafas mendengar  jawabannya. Tak ada jawaban lain. Istriku selalu menyelesaikan pekerjaan  rajutan berbahan dedaunan dan pepohonan. Aku hanya mengambil sebagian  rotan-rotan dan daun-daun yang sudah lembek. Kuanyam perlahan di samping  istriku. Hingga pikiranku membawa pada masa-masa kecil. Aku teringat  dengan banjir yang sangat kusenangi.

Pada masa kecilku dulu, jika ada banjir  aku dan teman-teman merasa teramat senang. Pada waktu itu, aku tak tahu  banyak tentang banjir. Tapi kata guru-guruku, di kota banjir sangat  ditakuti. Aku hanya terheran-heran. Aku dan teman-temanku jika ada  banjir di sungai sangat gembira untuk berenang. Hitung-hitung ketika  berenang dapat banyak kelapa yang terhanyut arus. Tapi tidak bagi orang  perkotaan katanya. Banjir menjadi bencana besar. Aku semakin tak paham  dengan hidup ini.

"Mas, mas..."

Istriku dengan suara lembut menegurku.  Anyaman di tangan masih setengah jadi. Bahan rajutan dan anyaman di  sekitarku sudah tak ada lagi. Aku hanya melihat-lihat tak keruan melihat  bahan-bahan itu sudah tak ada sisa. Aku mempercepat tanganku agar  anyaman tas daun bisa kuselesaikan.

"Iya dek. Sudah selesai ya?"

"Sudah sejak tadi mas. Ke mana saja pikiranmu kok melamun?"

"Oh, tidak. Hanya teringat masa kecilku dulu.

Istriku hanya mengulum seutas senyum dan  berlalu untuk membereskan hasil bahan rajutan dan anyaman dari bahan  dedaunan. Aku pun cepat menyelesaikan pekerjaanku. Lalu membantu istriku  yang membereskan semua aksesoris dari hasil tangannya. Seakan tak ada  resah, juga tak ada gelisah dalam perjalanan hidupku. Semuanya tampak  mulus dan penuh dengan bunga-bunga yang bernektar segar.

Bebintang di langit mulai tampak begitu  mengantuk. Rembulan sudah hampir tenggelam dengan model mirip senyuman  indah dari bibir istriku. Aku pun mengikutinya ke alam khayal di lautan  mimpi bersama sisa hidupku. Tiap malam dan tiap aku menutup mata,  bayangan masa-masa kecilku selalu hadir dengan beribu keindahan yang tak  kudapat kubayangkan. Seakan-akan tiap malam aku kembali pada masa  kanak-kanak dengan hasil daun pisang dan jati yang kukumpulkan di ladang  atau hutan bersama nenek. (*)

Surabaya, 14 Maret 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun