Sebuah irama,
mengantar sebuah rasa,
begitu katanya.
Di bawah lautan anjing,
kupersembahkan sebuah anugerah tanpa tanding,
gonggonganmu memang nyaring,
tapi seakan terasa hening.
Kadang merinding penuh tawa,
aku bukan terpana,
melainkan tak ingin menyiram duka,
mungkin bagimu penuh bahagia,
di sana lelucon dipertontonkan terbuka.
Awalnya, aku hanya meyakini,
tapi akhirnya aku mengamini.
Serunai gaya,
hina seakan maya,
lantunannya berirama dengan berfoya,
mungkin kau merasakannya tanpa beban dosa,
tapi pikiranmu tetap teperdaya.
Mungkin sudah berkali,
atau hanya sebatas nyali,
rambutnya kau jadikan tali,
pusarnya kau sulap menjadi sumur api,
dadanya kau cipta bagai kuali,
hingga sejarahnya kau jadikan obat hati.
Puisi ini pernah ditayangan oleh surat kabar: Koran Merapi Pembaruan: Jumat Pahing, 27 Januari 2017
Oleh: Junaidi Khab.
Yogyakarta, 22 Januari 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H