Mohon tunggu...
Junaidi Husin
Junaidi Husin Mohon Tunggu... Guru - Aku menulis karena aku tidak pandai dalam menulis. Juned

Gagasan seorang penulis adalah hal-hal yang menjadi kepeduliannya. John Garder

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bahagia Itu tentang Rasa Pada Pencipta dan Kecewa Bagi Yang Putus Asa Terhadap Dunia

12 Februari 2024   09:17 Diperbarui: 25 Januari 2025   20:36 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Padahal, bisa jadi bahagia dalam pandangan orang lain makna konotasinya berbeda atau sebaliknya seperti kebanyakan orang rendah hati berkata "beruntung saya orang miskin sebab sedikit hisabnya atau untung saja pasanganku wajahnya pas-pasan sehingga aku tidak perlu khawatir digoda orang lain".

Atau seperti yang penulis kutip berikut "orang fakir mengatakan bahagia pada kekayaan, orang sakit mengatakan bahagia pada kesehatan, orang yang berdosa berkata bahagia kembali pada Tuhan (bertaubat), seorang penulis berkata bahagia adalah ketika tulisanya banyak bermanfaat bagi pembacanya", dan seterusnya. (Hamka, Tasawwuf Modern).

Jika begitu maka makna bahagia itu pada setiap diri tidak sama, atau cenderung relatif. Seperti halnya tulisan penulis yang ada dihadapan anda, tidak akan bernilai bagi mereka yang tidak suka membaca dan memperbaharui wawasannya, sekalipun itu gratis. Contoh lain miniman keras yang memabukkan sekalipun harganya terus mahal tetap saja akan dibeli bagi penikmatnya, namun sebaliknya bagi mereka yang tidak suka maka tidak berharga sedikitpun.

Dari situ agaknya kita dapat memahami bahwa jangan memaknai bahagia yang konotasinya pada hal yang bersifat duniawi, sebab semua itu hanya bersifat fana tidak kekal termasuk juga nilianya (berubah -- tidak tetap bahkan tergantung kondisi penilainya).   

Lalu bahagia yang dimaksud itu seperti apa? Menurut Imam Al-Ghazali sebagaimana penulis kutip dari tulisan Akhmad Khabibi pada Web Fakultas Adab dan Bahasa UIN Raden Said Surakarta. Jelasnya, bahwa orang yang memiliki kebahagian adalah manusia yang telah terbuka hijabnya sehingga ia merasa dirinya terkontrol oleh Allah dimanapun dan kapanpun. Tambahnya, ia juga meyakini bahwa kebahagiaan itu hanya bisa dicapai serta dapat dirasakan ketika manusia mampu melawan dan mengendalikan hawa nafsunya.

Ternyata nikmatnya bahagia itu baru terasa bagi diri yang mengakui bahwa ia seorang hamba yang membutuhkan Tuhan, ia mengetahui dirinya ada pada genggemanNya, termasuk juga segala ketentuan bagi dirinya. Manusia jika sudah berusaha dekat pada sang Pencipta hatinya akan jauh lebih tenang, jika sesuatu hal yang bersifat duniawi, seperti kekurangan makanan, ditinggal wafat dan sebagainya, itu juga dianggap sebuah nikmat dan tidak perlu bersedih dan kecewa yang berlebihan.

Sebab segala sesuatu yang terjadi dengan dirinya atas kontrol Allah, mereka cukup berhusnuzhan atas ketentuan tersebut. Bukankah ia juga menambahkan bahwa bahagia hanya dirasakan bagi mereka dapat mengontrol nafsunya. Bagaimana mungkin diri merasakan nikmat makan jika dalam keadaan perut kenyang? Sudah barang tentu nafsu tersebut dikontrol dengan menahan dan menunda makan sampai perut merasa lapar kembali. Artinya bersyukur atas apa yang ada dan merasa cukup serta jangan memaksakan diri berikhtiar sewajarnya saja.

Ingatlah tidak ada kebahagian yang begitu nikmat selain diri dekat pada Tuhan, lagipula selain dari pada itu semua seperti senang, gembira dan suka cita akan terhenti seketika jika ajal telah tiba. Jadi bahagia itu sederhana saja ia dekat dengan kita dan ada dalam diri kita, maka tidak perlu bersusah payah dalam menemukannya. Sebagaimana ungkapan ulama Yahya Bin Muadz Aar-Razi "man arafa nafsahu fakad arafa Rabbahu" artinya, siapa yang mengenal dirinya maka dia mengetahui Tuhannya. Wa Allahu a'lam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun