Syahwat merupakan fitrah dari sang Pencipta yang diinstal secara permanen dalam setiap diri makhluk manusia. Dorongan yang timbul dari dalam diri untuk mengajak dan menggapai kepada suatu perbuatan yang disenangi, itulah syahwat. Jika memahami makna syahwat di atas, itu artinya syahwat bukan hanya keinginan untuk memenuhi kebutuhan seks saja, tetapi juga pemenuhan-pemenuhan dalam hal lain.
Seperti jiwa yang semangat dalam belajar untuk berprestasi, bekerja siang malam banting tulang untuk bermateri. Sama juga halnya artikel yang ada di tangan pembaca saat ini, bukan muncul secara tiba-tiba begitu saja tanpa sebab, proses ini memakan waktu serta membutuhkan konsentrasi. Terkadang untuk mewujudkan tulisan sederhana yang jauh dari sempurna ini bisa mengesampingkan kewajiban lain (istrirahat), ini juga disebabkan karena adanya dorongan syahwat.
Fenomena yang banyak terjadi saat ini adalah, syahwat untuk memenuhi kebutuhan ekonomi karena gengsi. Demi mencukupi keinginan dan gaya hidup yang menyenangkan, agar menimbulkan kepuasan diri ketika terlihat baik di mata orang yang memandangnya. Bahkan ada juga sampai mengesampingkan kehalalannya, seperti tidak malu melakukan korupsi, suap dan berjudi.
Begitu juga halnya, pada beberapa bulan yang lalu ada kejadian yang sangat menyayat hati. Dimana, demi memperturutkan pemenuhan keinginan syahwatnya, didapati seorang anak dengan berani dan tegahnya membunuh orang tua kandung hanya karena tidak dibelikan motor keinginannya, (Tribunews.com, 12/09/2022). Belum lagi anak ribut karena harta warisan, orang tua tega dilaporkan ke pihak kepolisian, (Detiknews, 12/09/2022).
Tidak hanya itu, berita terbaru yang sangat menyita media masa khususnya di Kep. Bangka Belitung yang cukup mengejutkan masyarakat saat ini, adanya kasus pelajar perempuan yang masih duduk dibangku sekolah menegah atas melakukan tindakan diluar dugaan manusia normal dewasa pada umumnya "Open BO"(inewsBabel.id, 12/09/2022). Dimana hal itu dilakukan secara sadar tanpa ada unsur paksaan sama sekali dan yang mengejutkan itu adalah alasannya, "untuk memenuhi kebutuhan ekonomi".
Yang lebih parah lagi dalam hal itu ialah merelahkan harga diri bukan karena tuntutan ekonomi tapi hanya pada keinginan pemenuhan kepuasan nafsu syahwat belaka dari hubungan terlarang itu, tidak mendapatkan apa-apa dari perbuatannya itu kecuali keburukan dan kegelisahan yang akan membayangi dikehidupan sehari-harinya.
Penulis berpendapat seperti di atas bukan berarti perbuatan itu dapat dimaklumi karena suka sama suka atau karena ada upahnya sehingga dampak buruk pasca perbuatan itu dikesampingkan. Tapi yang penulis maksud adalah bagaimanapun bentuk alasanya tetap saja tidak boleh dilakukan tanpa ada ikatan yang sah.
Bahkan dalam ikatan sah saja tidak begitu dianjurkan untuk berhubungan jika belum cukup dewasa dan oleh sebab lain, sebagaimana pada "pernikahan Nabi Muhammad dan Siti Aisyah". Namun anehnya fenomena saat ini yang miris terjadi adalah, sudah tidak ada hubungan pernikahan yang sah, ditambah lagi umur yang relatif masih terlalu muda namun relah hal itu dijajakan.
Padahal dampak yang paling fatal dari perbuatan menyimpang itu, walau begitu sulit menentukan siapa korban dan pelakunya sebab dilakukan karena kerelaan dari keduanya, maka jalan yang bisa dipilih untuk menentukan korban ialah dengan melihat siapa yang paling terdampak dari kejadian itu, maka didapati perempuanlah yang akan menanggung kerugian yang lebih kompleks baik secara pribadi maupun sosial.
Untuk itu dalam menyikapi syahwat yang dianugrahkan oleh Allah pada setiap diri manusia ini dalam pemenuhan keinginan baik yang bersifat spritual dan sosial ekonomi, perlu adannya pengendalian serta membatasi ruang geraknya agar tidak melampaui batasan-batasan yang telah ditetapkan itu.
 Sebab, syahwat tidak boleh melebihi akal dan akal jangan pula melampaui qolbu. Maka syahwat tidak perlu selalu diperturutkan dan juga harus dikendalikan, pengendalian syahwat ini berawal dari mengedepankan akal yang menuruti kebenaran hatinya. Sebab kata hati tidak bisa berbohong walaupun pada saat yang sama tingkah laku berlawanan.