Sebenarnya dalam setiap makhluk Allah menganugrahkan hati yang diletakkan pada bagian dada dan dilindungi oleh kerangka bagian tulang rusuknya. Sebagaimana bunyi hadits dari An-Nu'man bin Basyir ra Nabi Muhammad SAW bersabda "ketahuilah kamu dalam diri manusia terdapat segumpal darah, apabila baik maka baik pulah keseluruhan perbuatanya, apabila buruk maka buruk pulah kelakuanya ketahuilah kamu bahwa itu adalah hati. (Hr. Bukhari dan Muslim)
Lain halnya akal yang hanya terdapat pada manusia walaupun setiap makhluk dapat dipastikan memiliki otak. Posisi letak otak ini memang jauh dari keberadaan seperti hati dan jantung, ia berada pada posisi yang lebih tinggi, tidak jauh dari mata dan telinga, yakni  kepala. Walau begitu, otak dapat lebih rendah dari pada hati ketika bersujud, dan pada saat berbaring posisi otak dan hati sejajar. Maka makna filosofis yang kita dapatkan adalah bagaimanapun keadaan gejolak pikiran dan syahwatmu jangan lupa libatkanlah kata hatimu.
Syahwat bisa saja mengajak pada perbuatan kebaikan dan kejahatan begitu juga otak dapat berpikir baik dan buruk. Sebelum melahirkan suatu perbuatan baiknya kembalikan terlebih dahulu pada perasaan kata hati. Kenapa seperti itu ? Karena disinilah akal dan syahwat berkecamuk ingin berperan, siapa yang hanya mengunakan akalnya saja tanpa kata hati maka ia bisa saja celaka apalagi hanya menggunakan syahwat belaka.
 Sebab siapa yang berakal condong pada kata hatinya maka dia akan menjadi tuan dan syahwat menjadi budaknya. Siapa yang dikendalikan oleh syahwatnya maka ia menjadi budak dari syahwatnya itu sendiri. Bahkan dalam pandangan M. Quraish Shihab (Islam yang Saya Fahami, 11/09/2022), orang yang memperturutkan nafsunya dinilai al-Qur'an menjadikan nafsu sebagai Tuhan atas dirinya dengan merujuk pada QS. al-Furqan: 43 dan QS. al-Jatsiyah: 23
Adapun sebab turunya ayat Jatsiyah: 23 di atas, sebagaimana yang penulis kutip pada tulisan (Muhammad Khirzin, Mengerti Asbabul an-Nuzul, 12/09/2022), diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu al-Mundzir dari Sa'id ibnu Jubair, adalah bahwa orang Quraisy itu memiliki kebiasaan menyembah batu, namun apabila mereka mendapatkan sesembahan yang jauh lebih indah mereka meninggalkan sesembahan yang lama dan menyembah sesembahan yang baru.
Seperti Itulah gambaran orang yang menjadikan nafsu sebagai Tuhannya karena kesesatanya dalam mengikuti kehendak nafsu syahwat belaka dalam beribadah, begitu juga halnya dalam memperturutkan nafsu-nafsu syahwat lainya.
Untuk itu keindahan-keindahan yang kita temukan dan dapatkan didunia ini seperti wanita, harta benda dan lain sebagainya adalah diperuntukkan bagi manusia yang mengemban amanah sebagai khalifah ini, sepatutnya disyukuri dengan menggunakannya sebagaimana tujuan awal ia diciptakan. Sebagaimana firman Allah SWT. Dalam QS. Ali Imran: 14
"dijadikan indah bagi manusia kecintaan kepada aneka syhawat, yaitu wanita-wanita, anak-anak lelaki, harta yang tidak terbilang lagi berlipat-lipat ganda dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik."
Â
Menurut M. Quraish Shihab ayat di atas tidak diperjelas siapa yang memperindah ? Itu artinya jika keindahan yang manusia gunakan dan dimanfaatkan yang bertujuan untuk kemaslahatan demi keberlangsungan kehidupan dengan ketentuan syariat, itu datangnya dari Allah. Sebaliknya keindahan yang dapat menyilaukan mata dan melalaikan serta melahirkan kezaliman, keindahan yang tampak itu datangnya dari syaithan, (M. Quraish Shihab, Islam yang Saya Fahami, 11/09/2022)
Agar diri dapat terhindar dari tuntutan nafsu syahwat dari keindahan-keindahan tersebut, maka jalan yang tepat menurut Ibnu Atha'illah dalam buku terjemah yang penulis kutip (Tajul Arus, 12/09/2022) adalah dengan meyibukkan nafsu diri pada ketaatan maka keindahan itu tidak akan mengajakmu pada kemaksiatan dan engkaupun tidak akan disibukkan olehnya.