Mohon tunggu...
Juna Hemadevi
Juna Hemadevi Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Seorang manusia yang masih terus belajar.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Buddha: Jadilah Manusia Air!

17 Januari 2023   18:30 Diperbarui: 17 Januari 2023   18:31 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Jadi orang yang berkarakter ya Nak, supaya apa yang kamu lakukan juga berguna untuk banyak makhluk.

Begitulah kira-kira sebuah pesan kehidupan dari orang tua untuk anaknya supaya berkarakter agar berguna untuk banyak makhluk. Lantas, berkarakter itu apa?

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berkarakter adalah tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Kalau dalam pandangan Buddhis sendiri, karakter adalah moral baik dalam ucapan, pikiran dan perbuatan.

Tapi, apakah cukup moral baik dimiliki oleh seorang Buddhis? Apakah Buddha hanya ingin kita menjaga ucapan, pikiran, dan selalu berperilaku baik saja? Lantas karakter seperti apa yang umat Buddha harus miliki?

Manusia Karang 

Karang di lautan begitu kokoh, ada yang bersembunyi di dalam air, ada juga yang menampakkan diri di atas perairan. Tubuhnya yang kokoh di perairan menandakan bahwa ia sangat rapuh. 

Saat kapal menabrak satu sisi karang yang kokoh, maka si karang ini akan hancur. Ia tidak lagi kokoh dan puing-puing tubuhnya terbawa arus dan entah sampai di mana. Goresan dari kapal ini akan meninggalkan bekas untuk si karang. Ia terlihat tidak sempurna lagi, tapi hanya bisa diam saja.

Manusia dan karang sama-sama kokoh. Namun, apabila manusia menjadi karang, ia tidak akan diam saja bila ada orang lain yang menyakitinya. Ia sebisa mungkin akan membalas apa yang orang lain perbuat. Karena manusia karang ini beranggapan bahwa pembalasan adalah sesuatu yang setimpal. Nyatanya, pembalasan akan berujung pada meningkatnya kemarahan dan dosa--rasa benci kita pada orang lain. 

Manusia Pasir

Pasir bisa ditemukan di pantai dan sungai. Akan tetapi pasir di pantai lebih menarik untuk dijadikan arena bermain dan menggambar apa yang kita mau. Saat gambar telah jadi, gambar itu akan hilang begitu saja dihajar ombak. Ombak pergi, kita menggambar lagi, dan ia hilang lagi. Begitu seterusnya dari pagi sampai sore, setiap hari. 

Tapi, sadarkah kita kalau melukis di pasir pantai lalu hilang dihajar ombak, dan diulang lagi berkali-kali adalah gambaran emosi negatif manusia? Kemarahan misalnya.

Ya, kemarahan manusia akan lenyap dan muncul seperti lukisan di pasir pantai. Kemarahan akan muncul kalau kita melukisnya kembali di pikiran kita. Hari Senin siang marah-marah karena proposal proyek tidak diterima, tapi malamnya reda "oh mungkin ini belum karma baikku".

Hari Selasa pagi, marah lagi karena depan rumah kotor, kemudian amarahnya reda karena ada yang membersihkan. Rabu siang emosi memuncak karena ada pengendara mobil menghidupkan lampu sen kiri tapi belok kanan, hampir saja terjadi yang tidak-tidak, malamnya sudah reda emosinya. Begitu seterusnya tiap hari, ada saja hal yang membuat marah tapi mudah mereda.

Manusia Air

Air adalah benda cair yang sangat fleksibel. Ditaruh ke dalam botol, bentuknya menyerupai botol. Ditaruh di ember, bentuknya seperti ember. Disiram ke tanah, ia akan hilang sekejab karena meresap ke dalamnya. Itulah sifat air, ia mudah beradaptasi di berbagai tempat. Kalaupun kita menggambar di air, gambarnya akan langsung hilang karena menyatu dengan air.

Manusia bisa saja seperti air, kurang lebih 80% tubuh manusia juga berisi cairan bukan?

Manusia yang memiliki sifat seperti air pasti bisa mengkondisikan batinnya sesuai tempat. Mau ada orang lain yang mencela, celaan itu langsung dibersihkan dan hilang begitu saja. Kalaupun celaan dibalas dengan celaan yang ada hanya pertengkaran. Mau orang lain menyakiti, tidak sampai diambil hati, langsung dibilas dengan ketenangan tanpa dengki. Ada orang memuji, tidak langsung melayang tinggi untuk menghindari kesombongan.

Saat kita bisa menetralkan batin dari berbagai bentuk emosi, maka kita menjadi lebih bahagia. Toh saat kita tidak membiarkan perbuatan buruk orang lain menjadi luka untuk kita, kita akan baik-baik saja. Karena kita tidak terbebani dengan kebencian dan rasa ingin untuk terus dipuji. 

Jadi,

Akankah kita menjadi manusia karang yang pendendam? Tentu tidak, bukan!

Akankah kita menjadi cepat marah cepat reda tapi itu terjadi setiap hari?

atau

Akankah kita  menjadi seperti air yang bisa tenang terkendali dan mudah menyesuaikan diri dalam berbagai kondisi?

Tentunya, menjadi seorang Buddhis harus berkarakter seperti air. Mudah menenangkan diri, mudah beradaptasi dalam berbagaai situasi dan kondisi, dan melepas apapun yang menjadi belenggu dalam hidup, sehingga kita menjadi lebih bahagia dan menyebar cinta kasih pada semua makhluk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun