Mohon tunggu...
Junaedi SE
Junaedi SE Mohon Tunggu... Wiraswasta - Crew Yayasan Sanggar Inovasi Desa (YSID)

Penulis Lepas, suka kelepasan, humoris, baik hati dan tidak sombong.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Datang dan Pergi

13 Juli 2021   22:12 Diperbarui: 13 Juli 2021   22:31 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Namanya Pak Apollo -- pria paruh baya yang berasal dari Sumatera, tepatnya dari Binjai -- bersama keluarga besarnya, yang belum lama ini menjadi warga pendatang di kampungku. Pak Apollo -- memiliki 4 oran anak yang semuanya laki-laki -- Anak sulungnya bernama Bodhi, disusul anak keduanya Arya, kemudian anak ketiganya Katnis dan bungsunya bernama Noah. Ketiga anaknya sudah berkeluarga, kecuali Bodhi yang masih bertatus jomblo.

Keluarga Pak Apollo -- termasuk keluarga yang ulet. Mereka mendirikan usaha bengkel las dengan bendera keluarga besar Apollo Family.  Baru beroperasi beberapa hari saja -- tetapi  orderan yang masuk dari konsumen satu per satu mulai  mempercayakan jasa pembuatan  kontruksi besi ini. Kebanyakan orderan dari konsumen berupa :  pagar rumah, kanopi, tralis besi, garasi, pintu besi, rolling door, scaffolding dan lain sebagainya, bahkan  dengar-dengar sampai merekrut tenaga dari beberapa warga asli kampungku.

Pada suatu hari, ketika waktu shalat Maghrib tiba. Di dalam mushala, aku melihat sosok orang yang tak kukenal sebelumnya -- sepertinya bukan warga kampungku. Rasa penasaran hilang seketika terbawa oleh kumandang iqamah dari muadzin. Pertanda shalat Maghrib harus segera di mulai -- selesai jama'ah shalat Maghrib, orang asing  ini malah mengajak jabat tangan denganku. Kembali rasa ingin tahuku tiba-tiba menggangguku lagi.

Setelah selesai shalat sunah bakda Maghrib, secara reflek aku memulai menyapanya.

"Assalamu'alaikum, Pak," sapaku memulai obrolan malam itu.

"Wa'alaikumussalam, mas,"jawab Pak Apollo."

Demikian perkenalan singkatku dengan Pak Apollo. Sekilas saya melihat beliau orang baik. Walaupun asli orang Sumatera tapi sopan dan santun. Menghormati orang yang lebih muda darinya.

Bisik -- bisik tetangga tentang Keluarga Pak Apollo mulai menjadi buah bibir warga. Maklum saja, di kampung kami belum pernah kedatangan orang  sesukses Arya -- anak Pak Pollo. Arya -- selaku manajer produksi telah sukses membawa usaha Apollo Family dan mampu bersaing dengan para kompetitor bengkel las di Daerah Istimewa Yogyakarta. Baru-baru ini, Arya membeli sebuah mobil dengan cara leasing. Satu per satu peralatan bengkel keluaran terkini di belinya untuk mendukung kecepatan produktivitas bisnisnya..

Hingga banyak perusahaan properti -- yang satu demi satu mulai menjalin  -- kerja sama dengan Arya. Luberan orderan semakin mengalir deras -- penambahan karyawan dari warga setempat pun dilakukannya demi mensuport kinerja bengkel lasnya. Kerja, kerja dan kerja -- itulah prinsip Arya bersama kakak dan adik-adiknya. Bahkan saat ini sering lembur kerja seiring menumpuknya orderan bisnisnya..

Di sisi lain, kenyamanan dan ketentraman warga mulai terusik. Bising suara diesel dan mesin las listrik -- hampir menyatu setiap harinya  dengan  warga di sekitar kontrakan Pak Jawud. Apalagi ruang kerjanya yang  berdekatan dengan mushala -- kerap kali membuat takmir mushalla sedikit terganggu dan berniat untuk mengingatkan bengkel las milik Apollo Family.

sayang seribu sayang -- melambungnya bisnis  bengkel las milik Apollo Family ini -- tidak diimbangi dengan kegiatan  ibadahnya, shalat fardhu misalnya. Berbeda seratus delapan puluh derajat dengan apa yang dilakukan oleh ayah dan ibunya. Bahkan perilaku Arya sangat bertolak belakang  dengan apa yang dipraktikkan oleh Pak Pollo dan isterinya.

Suatu ketika aku dan pengurus takmir di dampingi ketua RT menemui Arya, selaku penanggung jawab terhadap bisnis bengkel las tersebut. Setelah kami masuk ke rumah kontrakan Arya, dan dipersilahkan duduk. Kami selaku perwakilan dari pengurus takmir mushala mengutarakan maksud dan tujuan bersilahturahmi. Dimulai dari kata pembuka dari Pak RT dan kemudian baru dari Ketua Takmir Mushala, yang intinya.

"Maaf Pak Arya, kami selaku pengurus takmir mushala keberatan jika aktivitas bengkel las menabrak jadwal  shalat 5 waktu," Demikian pernyataan ketua takmir mushalla secara singkat dan jelas."

Kemudian di jawab oleh Pak Arya,"Terus apa yang harus kami lakukan, Pak?"

"Yang Pak Arya harus lakukan adalah menghentikan semua aktivitas ketika ada suara adzan dari mushalla sampai selesai kami shalat berjama'ah, selanjutnya terserah anda,"lanjut Pak Ketua Takmir."

"Baiklah, kalau begitu permintaan bapak-bapak akan segera kami tindak lanjuti,"

Setelah selasai mendengar jawaban demi jawaban dari Arya, akhirnya kami serombongan berpamitan.

Cerita demi cerita dari keluarga besar Pak Pollo, semakin menarik -- seperti sinema elektronik Ikatan Cinta antara Aldebaran dan Andin -- dari mulut ke mulut warga, dari ibu-ibu ke ibu-ibu yang lain ghibahnya sampai klimak gitu. Konon ceritanya, di balik kesuksesan bengkel lasnya Arya mulai bergaya hidup royal -- konsumsi minum-minuman keras dan suka berganti-ganti perempuan -- ternyata bukan Arya saja yang bergaya hidup royal. Akan tetapi -- Bodhi, Katnis dan Noah -- juga mengikuti jejak Arya -- suka mengumbar hawa nafsunya..

Pada akhirnya -- modal kerja mulai terkikis habis, sedikit demi sedikit. Dan menipisnya modal berdampak juga pada tingkat kepercayaan langganan atau mitra kerja sama bengkel las Apollo Family   -- dan orderan  pun bak terjun payung, turun drastis. Mulailah dia gunakan  cara-- gali lobang tutup lobang, pinjam sana pinjam sini bayar hutang. 

Puncaknya   ketika banyak warga kampung yang terkena bujuk rayu Arya, dan merelakan pinjaman uang untuk tambahan modal kerja -- dan batas waktu yang di janjikan akan mengembalikan uang pinjaman tak kunjung datang. Alih -- alih bayar utang , keberadaan Arya pun -- mulai ghosting. 

Jarang pulang ke rumah. Sulit untuk di temui, Di telepon tidak diangkat. Di sms tidak di balas -- Ujung --ujungnya ada kabar, Arya minggat tak tahu kemana, nomor telepon genggamnya sudah tidak dapat dihubungi lagi.

Keluarga -- ayah, ibu, kakak dan adik-adiknya, serta isteri -- tidak tahu menahu ketika ada orang yang mencarinya. Praktis operasional bengkel las mati suri,  akibatnya  keluarga Pak Pollo terkena sanksi sosial dari warga kampung -- dikucilkan dari warga akibat ulah Arya. Ibarat kata peribahasa -- tidak makan nangkanya tapi dapat getahnya. Tidak cuma itu, kondisi psikologi -- Pak Pollo  dan Bu Maesaroh -- begitu terpukulnya. Konon kabarnya, sampai tidak nafsu makan. Kondisi ini berbuntut pada kesehatan Pak Pollo dan Bu Maesaroh -- kondisi pisiknya rapuh -- sakit.

Dalam kondisi sakit -- atas dasar kemanusiaan -- aku kunjungi mereka. Dalam tangisannya mereka sempat mengutarakan isi hatinya, Walaupun tidak begitu lancar bercerita tetapi aku bisa menangkap inti sarinya.

"Seandainya bapak dan ibu punya uang banyak, pasti akan kami lunasi semua hutang-hutang Arya."  Dalam hati kecilku menangis,"sungguh kasihan Pak Pollo disaat-saat menikmati hari tuanya tetapi harus menanggung konsekuensi hidup, yang bukan dilakukan oleh sendiri tetapi oleh anaknya yang tidak bertanggung jawab.

Hingga pada akhirnya -- pada  suatu malam ketika langit  tidak begitu cerah karena sang surya malu-malu menampakkan dirinya -- ada kabar duka dari seorang tetangga di kampungku

"Innalillahi Wainna Ilaihi Roji'un. Telah meninggal dunia, Pak Apollo."

Tanpa berfikir panjang -- aku langsung lari pelan -- menuju rumah Pak Pollo. Dan benar adanya. Lelaki tua separuh baya -- tergeletak diatas lantai -- sudah tidak bernafas lagi. Denyut nadinya terhenti. Tidak ada warga yang mau mendekat. Padahal mengurusi jenazah -- adalah fardhu kifayah -- apabila satu kampung tidak ada yang mengurus jenazahnya sekampung -- terkena dosanya semua. Na'uudzu billahi min dzalika. Tsummal na'uudzu billahi min dzalika.

JUNAEDI, S.E., Tim Media Yayasan Sanggar Inovasi Desa (YSID).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun