Dalam kondisi sakit -- atas dasar kemanusiaan -- aku kunjungi mereka. Dalam tangisannya mereka sempat mengutarakan isi hatinya, Walaupun tidak begitu lancar bercerita tetapi aku bisa menangkap inti sarinya.
"Seandainya bapak dan ibu punya uang banyak, pasti akan kami lunasi semua hutang-hutang Arya." Â Dalam hati kecilku menangis,"sungguh kasihan Pak Pollo disaat-saat menikmati hari tuanya tetapi harus menanggung konsekuensi hidup, yang bukan dilakukan oleh sendiri tetapi oleh anaknya yang tidak bertanggung jawab.
Hingga pada akhirnya -- pada  suatu malam ketika langit  tidak begitu cerah karena sang surya malu-malu menampakkan dirinya -- ada kabar duka dari seorang tetangga di kampungku
"Innalillahi Wainna Ilaihi Roji'un. Telah meninggal dunia, Pak Apollo."
Tanpa berfikir panjang -- aku langsung lari pelan -- menuju rumah Pak Pollo. Dan benar adanya. Lelaki tua separuh baya -- tergeletak diatas lantai -- sudah tidak bernafas lagi. Denyut nadinya terhenti. Tidak ada warga yang mau mendekat. Padahal mengurusi jenazah -- adalah fardhu kifayah -- apabila satu kampung tidak ada yang mengurus jenazahnya sekampung -- terkena dosanya semua. Na'uudzu billahi min dzalika. Tsummal na'uudzu billahi min dzalika.
JUNAEDI, S.E., Tim Media Yayasan Sanggar Inovasi Desa (YSID).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H